PUASKAH JIWA DENGAN HARTA BERLIMPAH ?
“ Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung
hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali kali tidak
!. Sesungguhnya dia benar benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah
kamu apa Huthamah itu ?. (yaitu) api
(yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya
api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang tiang
yang panjang “. (Q.S. Al Humazah 1-9)
Harta memang menarik dan
menggiurkan, namun akankah bisa memuaskan dan mengekalkannya ?.
Ayat tersebut mengingatkan akan
sikap orang bakhil yang giat
mengumpulkan harta dan selalu sibuk menghitungnya, sehingga lupa
menyedahkannya kepada yang memerlukannya, dikira dengan harta akan bisa
mengekalkannya, betapa bodoh dan hina prilakunya.
Justru dengan kebakhilannya akan
membuat dicampakkan kedalam api neraka khuthamah, neraka yang apinya bisa
membakar bahkan sampai bisa menembus ke dalam hatinya.
Demikian canggih dan dahsyat
teknologi akherat, di dunia saja kebakaran yang hebat tidak sampai api bisa
membakar sampai ke dalam hati.
MEMANG MENAWAN
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
kepada apa apa yang diingini yakni kepada wanita wanita, anak anak, harta yang
banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik (Syurga) “. (
Q. S. Ali Imran (3) :
14 )
Harta memang menawan karena merupakan fithrah
manusia, sehingga membuat kecintaan pada wanita, anak, harta, emas, perak,
kuda, binatang ternak, sawah ladang, sebagai kesenangan hidup di dunia.
Namun akankah dengan harta
berlimpah jiwa akan terpuaskan ?, jawabannya bisa ya bisa tidak, ini tergantung
pada jiwa dalam menyikapinya. Karena mencari harta bagai minum air laut,
semakin diminum semakin dahaga.
HAUS AKAN HARTA
“ Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Andaikata
manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin
untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat
mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah ( maut ). Dan Allah
menerima taubat orang yang taubat kepada Nya “. ( H.R. Muslim )
Kiranya
pernyataan Nabi s.a.w. ini tidak berlebihan, bukankah ketika manusia berusaha
mulai dari bawah kemudian berhasil sampai mendirikan perusahaan, ia ingin terus
berusaha mendirikan lagi yang lebih besar agar terus berkembang, bahkan meluas
sampai mendunia. Ingat perusahaan minuman : Coca cola. Bidang makanan : K.F.C.
Bidang kendaraan : Toyota, Mitsubisi, Honda. Bidang elektronik : Sony, Nasional, Samsung dan sebagainya.
Itulah
naluri manusia dalam mengumpulkan harta, takkan ada puasnya kecuali sampai ajal
menjemputnya !.
MAKNA KAYA
Orang
banyak harta disebut kaya, namun batasan kaya sulit dicari patokan dan
ukurannya, karena kaya bersifat relatif. Orang yang punya mobil biasanya
disebut kaya, namun bagi pemilik mobil justru merasa belum kaya, bahkan mungkin masih merasa belum apa apa, karena
berpatokan dengan yang berada diatasnya, orang jadi heran orang kaya kok masih
merasa belum punya ?, masih merasa belum apa apa !.
Ternyata
bila berpatokan pada materi sulit mengukurnya, karena memang tidak ada standard
atau parameter ukurannya, bahkan jiwa bisa dibuat merana dan kecewa !, namun
bila mengacu pada jiwa maka akan ditemukan jawabannya, sebagaimana dinyatakan
Nabi s.a.w. :
JIWA JADI ACUAN
“
Dari Abu Hurairah r.a. katanya : Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Yang disebut
kaya bukanlah kaya harta benda duniawi, tetapi yang dikatakan kaya ialah kaya
jiwa “. ( H.R. Muslim )
Ternyata ukurannya
kembali kepada hati, kepada jiwa yang bisa menjawabnya, dengan berpatokan
pada jiwa, mensyukuri apa yang diperolehnya, dengan merasa puas dan ridlo
kepada pemberi Nya, jiwa terasa puas dan nikmat dibuatnya. Ini makna kaya
sesungguhnya !.
Bukankah
puas dan tidak puas ukurannya kembali kepada jiwa bukan pada materi belaka,
dengan demikian bila berpatokan pada sabda Nabi s.a.w. maka takkan kecewa dibuatnya, karena selalu merasa
bersyukur terhadap apa yang telah diterimanya dari yang Maha Kuasa.
PERPECAHAN
AKIBAT HARTA
Ternyata
ketidak puasan terhadap harta itulah penyebabnya, sehingga dicarinya dengan
berbagai cara, halal haram tak diperdulikannya yang penting harta banyak
diperolehnya.
Bukankah
banyak terjadi kasus dimana hubungan persaudaraan jadi terpecah gara gara
perusahaan makin berkembang, sehingga perusahaan harus dibagi dua, persudaraan
yang semula akrab jadi berantakan dibuatnya.
ANAK MENGGUGAT IBU KANDUNGNYA DI
PENGADILAN
Bahkan di
kota Malang pada bulan Desember 2014, ada seorang anak dengan teganya menggugat ibunya 5 milliard
rupiah di pengadilan, hanya lantaran harta belaka bisa lupa pada sang orang tua
yang telah mendidik dan membesarkannya dengan susah payah. Begini jadinya bila
terlampau mencintai harta bisa lupa segalanya.
“
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda beda. Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik ( syurga ). Maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan
adapun orang orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan
pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada Nya). Serta mendustakan pahala
terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan
hartanya tidak bermanfaat baginya
apabila ia telah binasa “. (Q.S. Al Lail 4-11)
Ternyata kaya harta bukan
jadi ukuran, kaya
harta takkan pasti memuaskan jiwa, namun kaya hati dan
kebarokahanlah yang jadi ukuran, kebarokahan yang berdasar kejujuran, kebenaran, dan
rasa syukur pada Sang Pemberi Nya !.
DISEGANI MALAIKAT
Rasulullah s.a.w. diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan
akhlak. Aisyah r.a istrinya berkata : ” Akhlak Rasulullah s.a.w.adalah Al Quran
”. Rasulullah adalah Al Quran berjalan. Meskipun musuh musuhnya dari kaum kafir
Quraisy selalu memusuhinya namun bila mereka pergi keluar negeri untuk
berdagang mereka selalu menitipkan barang titipan mereka kepada Rasulullah s.a.w.
Demikian tinggi akhlak Rasulullah s.a.w. sampai musuhpun masih
percayanya untuk mengurusi harta mereka. Demikian juga seorang sahabat Nabi s.a.w.
yang satu ini, dia sangat pemalu, dia adalah Utsman bin Affan r.a.
Aisyah r.a meriwayatkan bahwa suatu hari ayahnya Abu Bakar As
Shiddiq r.a minta izin bertemu Rasulullah s.a.w. yang sedang beristirahat dan
berbaring serta bajunya terangkat sehingga salah satu betisnya terlihat
Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar r.a pun segera pulang. Kemudian datanglah Umar bin Khattab r.a dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya Umar r.a pun pulang.
Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar r.a pun segera pulang. Kemudian datanglah Umar bin Khattab r.a dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya Umar r.a pun pulang.
Tak berapa lama kemudian datanglah Utsman bin Affan r.a. minta
izin bertemu dengan beliau . Mendengar Utsman r.a datang, Rasulullah s.a.w.
tiba tiba beliau memperbaiki posisinya dan duduk serta merapikan pakaiannya,
kemudian menutupi betisnya yang terbuka.
Selepas berbincang beberapa waktu lamanya Utsman r.a pun pulang.
Setelah Utsman r.a pulang, Aisyah r.a. bertanya : “ Ya Rasulullah tadi saya
melihat bahwa engkau tidak bersiap siap menerima sahabatamu Abu Bakar r.a dan
Umar r.a tetapi kenapa engkau bersiap siap menyambut kedatangan Utsman r.a ? ”.
Rasulullah s.a.w. menjawab : “ Utsman seorang pemalu. Kalau dia masuk sedang
aku masih berbaring, dia pasti malu untuk masuk dan akan cepat cepat pulang
sebelum menyelesaikan hajatnya. Hai Aisyah tidakkah aku patut malu kepada
seorang yang disegani malaikat ? ”. ( Hadis Riwayat Ahmad )
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. sendiri adalah seorang pemalu,
bahkan lebih malu dari gadis pingitan. Sifat malu adalah sebagian dari iman.
Rasulullah juga bersabda : “ Sifat malu tiada menimbulkan kecuali kebaikan ”.