Minggu, 03 Juli 2016



PUASKAH JIWA DENGAN HARTA BERLIMPAH ?

“ Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali kali tidak !. Sesungguhnya dia benar benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu ?. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang tiang yang panjang “. (Q.S. Al Humazah 1-9) 
                                                                                         
Harta memang menarik dan menggiurkan, namun akankah bisa memuaskan dan mengekalkannya ?.
Ayat tersebut mengingatkan akan sikap orang bakhil yang giat  mengumpulkan harta dan selalu sibuk menghitungnya, sehingga lupa menyedahkannya kepada yang memerlukannya, dikira dengan harta akan bisa mengekalkannya, betapa bodoh dan hina prilakunya.
Justru dengan kebakhilannya akan membuat dicampakkan kedalam api neraka khuthamah, neraka yang apinya bisa membakar bahkan sampai bisa menembus ke dalam hatinya.
Demikian canggih dan dahsyat teknologi akherat, di dunia saja kebakaran yang hebat tidak sampai api bisa membakar sampai ke dalam hati.  

MEMANG MENAWAN
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini yakni kepada wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik (Syurga) “.  ( Q. S. Ali Imran (3) : 14 )
Harta memang menawan karena merupakan fithrah manusia, sehingga membuat kecintaan pada wanita, anak, harta, emas, perak, kuda, binatang ternak, sawah ladang, sebagai kesenangan hidup di dunia.
Namun akankah dengan harta berlimpah jiwa akan terpuaskan ?, jawabannya bisa ya bisa tidak, ini tergantung pada jiwa dalam menyikapinya. Karena mencari harta bagai minum air laut, semakin diminum semakin dahaga.

HAUS AKAN HARTA
“ Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Andaikata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah ( maut ). Dan Allah menerima taubat orang yang taubat kepada Nya “. ( H.R. Muslim )
Kiranya pernyataan Nabi s.a.w. ini tidak berlebihan, bukankah ketika manusia berusaha mulai dari bawah kemudian berhasil sampai mendirikan perusahaan, ia ingin terus berusaha mendirikan lagi yang lebih besar agar terus berkembang, bahkan meluas sampai mendunia. Ingat perusahaan minuman : Coca cola. Bidang makanan : K.F.C. Bidang kendaraan : Toyota, Mitsubisi, Honda. Bidang elektronik : Sony, Nasional, Samsung dan sebagainya.
Itulah naluri manusia dalam mengumpulkan harta, takkan ada puasnya kecuali sampai ajal menjemputnya !.   

MAKNA KAYA
Orang banyak harta disebut kaya, namun batasan kaya sulit dicari patokan dan ukurannya, karena kaya bersifat relatif. Orang yang punya mobil biasanya disebut kaya, namun bagi pemilik mobil justru merasa belum kaya, bahkan  mungkin masih merasa belum apa apa, karena berpatokan dengan yang berada diatasnya, orang jadi heran orang kaya kok masih merasa belum punya ?, masih merasa belum apa apa !.
Ternyata bila berpatokan pada materi sulit mengukurnya, karena memang tidak ada standard atau parameter ukurannya, bahkan jiwa bisa dibuat merana dan kecewa !, namun bila mengacu pada jiwa maka akan ditemukan jawabannya, sebagaimana dinyatakan Nabi s.a.w. :    

JIWA JADI ACUAN
“ Dari Abu Hurairah r.a. katanya : Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Yang disebut kaya bukanlah kaya harta benda duniawi, tetapi yang dikatakan kaya ialah kaya jiwa “.   ( H.R. Muslim )
Ternyata ukurannya kembali kepada hati, kepada jiwa yang bisa menjawabnya, dengan berpatokan pada jiwa, mensyukuri apa yang diperolehnya, dengan merasa puas dan ridlo kepada pemberi Nya, jiwa terasa puas dan nikmat dibuatnya. Ini makna kaya sesungguhnya !.
Bukankah puas dan tidak puas ukurannya kembali kepada jiwa bukan pada materi belaka, dengan demikian bila berpatokan pada sabda Nabi s.a.w. maka  takkan kecewa dibuatnya, karena selalu merasa bersyukur terhadap apa yang telah diterimanya dari yang Maha Kuasa.

PERPECAHAN AKIBAT HARTA
Ternyata ketidak puasan terhadap harta itulah penyebabnya, sehingga dicarinya dengan berbagai cara, halal haram tak diperdulikannya yang penting harta banyak diperolehnya.                                              
Bukankah banyak terjadi kasus dimana hubungan persaudaraan jadi terpecah gara gara perusahaan makin berkembang, sehingga perusahaan harus dibagi dua, persudaraan yang semula akrab jadi berantakan dibuatnya.

ANAK MENGGUGAT IBU KANDUNGNYA DI PENGADILAN
Bahkan di kota Malang pada bulan Desember 2014, ada seorang anak dengan teganya menggugat ibunya 5 milliard rupiah di pengadilan, hanya lantaran harta belaka bisa lupa pada sang orang tua yang telah mendidik dan membesarkannya dengan susah payah. Begini jadinya bila terlampau mencintai harta bisa lupa segalanya. 
“ Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik ( syurga ).  Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.  Dan adapun orang orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada Nya). Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa “. (Q.S. Al Lail 4-11) 
Ternyata kaya harta bukan jadi ukuran, kaya harta takkan pasti memuaskan jiwa, namun kaya hati dan kebarokahanlah yang jadi ukuran, kebarokahan yang berdasar kejujuran, kebenaran, dan rasa syukur pada Sang Pemberi Nya !.                     


DISEGANI MALAIKAT

Rasulullah s.a.w. diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak. Aisyah r.a istrinya berkata : ” Akhlak Rasulullah s.a.w.adalah Al Quran ”. Rasulullah adalah Al Quran berjalan. Meskipun musuh musuhnya dari kaum kafir Quraisy selalu memusuhinya namun bila mereka pergi keluar negeri untuk berdagang mereka selalu menitipkan barang titipan mereka kepada Rasulullah s.a.w.
Demikian tinggi akhlak Rasulullah s.a.w. sampai musuhpun masih percayanya untuk mengurusi harta mereka. Demikian juga seorang sahabat Nabi s.a.w. yang satu ini, dia sangat pemalu, dia adalah Utsman bin Affan r.a.
Aisyah r.a meriwayatkan bahwa suatu hari ayahnya Abu Bakar As Shiddiq r.a minta izin bertemu Rasulullah s.a.w. yang sedang beristirahat dan berbaring serta bajunya terangkat sehingga salah satu betisnya terlihat
Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar r.a pun segera pulang. Kemudian datanglah Umar bin Khattab r.a dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya Umar r.a pun pulang.
Tak berapa lama kemudian datanglah Utsman bin Affan r.a. minta izin bertemu dengan beliau . Mendengar Utsman r.a datang, Rasulullah s.a.w. tiba tiba beliau memperbaiki posisinya dan duduk serta merapikan pakaiannya, kemudian menutupi betisnya yang terbuka.
Selepas berbincang beberapa waktu lamanya Utsman r.a pun pulang. Setelah Utsman r.a pulang, Aisyah r.a. bertanya : “ Ya Rasulullah tadi saya melihat bahwa engkau tidak bersiap siap menerima sahabatamu Abu Bakar r.a dan Umar r.a tetapi kenapa engkau bersiap siap menyambut kedatangan Utsman r.a ? ”. Rasulullah s.a.w. menjawab : “ Utsman seorang pemalu. Kalau dia masuk sedang aku masih berbaring, dia pasti malu untuk masuk dan akan cepat cepat pulang sebelum menyelesaikan hajatnya. Hai Aisyah tidakkah aku patut malu kepada seorang yang disegani malaikat ? ”. ( Hadis Riwayat Ahmad )
Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. sendiri adalah seorang pemalu, bahkan lebih malu dari gadis pingitan. Sifat malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah juga bersabda : “ Sifat malu tiada menimbulkan kecuali kebaikan ”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar