NIKMATNYA BILA KEADILAN DITEGAKKAN
“ Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. I Q.S. Al Maidah 8 )
Begitu nikmat indah dan nyaman
bila agama dilaksanakan secara kaffah ( total ), artinya tidak hanya
dilaksanakan sepotong sepotong saja.
Disini pentingnya mendalami agama.
Dengan melaksanakan secara kaffah akan
banyak hikmah didapatnya, termasuk
menegakkan keadilan diantaranya.
Bukankah
keadilan merupakan tuntutan tiap manusia ?, bukankah bersikap adil akan mendekatkan kepada taqwa. Bahkan keadilan tetap harus diberlakukan walau terhadap
orang yang beda agama. Namun sekarang keadilan banyak diabaikan, sehingga sering terjadi
pertikaian usai sidang pengadilan !, lantaran
uang pelicin punya peran, sehingga yang salah jadi menang.
Satu kisah ketauladanan terjadi di
zaman Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. seorang sahabat, sepupu, sekaligus
menantu Rasulullah s.a.w.. yang ‘aliim, bijak, berakhlak mulia dan cerdas, sehingga patut jadi tauladan.
ALI DAN SEORANG YAHUDI DI PENGADILAN
Suatu hari
Khalifah Ali bin Abi Thalib berjalan jalan di Madinah, memantau situasi kota, tiba tiba melihat seorang
Yahudi memakai baju besinya. Ali sangat mengenal baju besi tersebut adalah
miliknya yang hilang saat Perang Shiffin. Kemudian Khalifah Ali mendekati kemudian
berkata : “ Baju besi ini kepunyaanku yang jatuh dari untaku saat Perang Shiffin ! ”.
MENGELAK
Si Yahudi menolak sambil mempertahankan
baju besi yang dipegangnya dengan
argumentasi meyakinkan : “ Tidak, baju besi ini milikku ! “.
KE PENGADILAN
Karena saling bersikukuh,
keduanya sepakat membawa perkara ke pengadilan. Hakimnya adalah Syuraih bin Al
Harits Al Kindi Rahimahullah, merupakan sahabat dekat Khalifah Ali. Di pengadilan
Ali duduk di sisi Syuraih, orang Yahudi duduk di hadapannya agar nampak adil,
sebenarnya Ali berkeinginan duduk berdampingan namun enggan.
KHALIFAH MENUNTUT
Kemudian Ali mengadukan
permasalahannya : “ Wahai tuan hakim, aku menuntut orang Yahudi ini karena dia
telah menguasai baju besi milikku, tanpa sepengetahuanku ”, ujar Ali kepada
Syuraih sebagai hakim.
MENGELAK
Syuraih menoleh
ke arah si Yahudi dan bertanya : ” Betulkah tuduhan Ali, bahwa baju
besi yang berada di tanganmu itu miliknya ? ”. Orang Yahudi
menyanggahnya : ” Tidak tuan hakim baju besi ini kepunyaanku ! ”.
ALI
BERTAHAN
Ali menjawab : “ Dia bohong baju besi itu milikku aku sangat mengenali baju
besi itu ! ”. Hakim Syuraih pun
menengahi : “ Begini saudara Ali bin Abi
Thalib, yang jelas baju besi itu kini berada dalam kekuasaan orang Yahudi ini,
jika engkau mengklaim baju besi itu milikmu, engkau harus mengajukan 2 saksi atau bukti lainnya ”. Kemudian Ali mengajukan
2 anaknya Hasan dan Husein menjadi saksi, namun kedua saksi ditolak hakim.
DITOLAK
” Kesaksian anak kandung berapa pun jumlahnya tidak syah menurut hukum yang
berlaku. Jadi jika tidak ada bukti bukti lain, tuduhanmu batal dan baju besi ini kembali menjadi milik orang Yahudi ini ! ”, jawab hakim Syuraih
dengan tegas.
MENERIMA KEPUTUSAN
Karena tidak bisa menunjukkan bukti
lain, Ali menerima vonis hakim.Walau tuduhan Khalifah Ali sebagai kepala negara
dibatalkan pengadilan, dan baju besi tetap menjadi milik orang Yahudi. Ali
dengan lapang dada menerimanya, meskipun ke 2 saksi sangat mengetahui kasus
sebenarnya.
TERSENTUH
DAN MEMELUK ISLAM
Menyaksikan sikap Ali yang lapang
dada, terketuklah hati orang Yahudi. Dalam benaknya dia tersentuh : “ Bukankah Ali sebagai Khalifah umat
Islam, hakim juga sebagai bawahannya, semestinya kan membela Khalifahnya,
tetapi mengapa justru dia berfihak kepadanya yang nota bene beragama Yahudi ?,
betapa adil dan kosekwennya sang hakim dan Khalifah dalam memegang keadilan ?,
padahal sebenarnya baju besi tersebut memang milik Ali yang terjatuh saat
Perang Shiffin ! “. Setelah merenung dan mendalami kebenaran ini, akhirnya dia bersyahadat
sebagai tanda memeluk agama Islam.
KEADILAN RASULULLAH S.A.W.
Suatu saat terjadilah kasus
pencurian yang dilakukan seorang wanita bangsawan suku Makhzun yang mencuri
perhiasan dan sejumlah barang. Atas kejadian ini Nabi s.a.w. memerintah agar
tangan wanita dipotong.
Namun kerena pelakunya seorang
bangsawan, para sahabat meminta Usamah
bin Zaid ( anak angkat Nabi ) agar memohon pada Nabi s.a.w. untuk
membebaskannya.
Kemudian Nabi s.a.w. bersabda : “ Mengapa kamu keberatan melaksanakan
hukuman dari hukum hukum Allah, kemudian beliau berdiri dan berkhutbah : “
Wahai sekalian manusia sesungguhnya orang ( umat ) sebelum kamu itu binasa
karena bila orang besar dikalangan mereka mencuri, mereka dibiarkan ( dilepas
), tetapi bila yang lemah dikalangan mereka mencuri mereka menghukumnya “. (
H.R. Bukhari Muslim )
Begitu tegasnya Nabi dalam memegang keadilan, sehingga
tidak tebang pilih.
BETAPA SULITNYA MENEGAKKAN KEADILAN
Namun lain lubuk
lain ikannya begitu pepatah mengatakan. Suatu kasus ditayangkan dalam acara
wawancara di T.V One pada 8 Januari malam, dimana terjadi kasus di negara ini
di akhir tahun 2015 hinggi kini. Dimana ibu Ratna sebagai kepala sekolah di
Jakarta, karena memperjuangkan kebenaran adanya kebocoran ujian. Anehnya justru
dipecat !. Dengan dalih karena terlambat datang 1 jam, karena memenuhi
panggilan wawancara di studio T.V. One, padahal tugas sementara sudah di limpahkan ke wakilnya.
IRONIS
Atas keputusan
pemecatan yang dilakukan kepala dinas pendidikan, beliau mengajukan gugatan ke
P.T.U.N. dan.....dinyatakan menang oleh hakim. Namun anehnya keputusan hakim di
kesampingkan, sehingga pemecatan tetap diberlakukann. Dengan tegarnya bu Ratna
berkata : “ Bagi saya tidak menuntut jabatan, namun bagaimana menegakkan
kebenaran harus tetap dilakukan. Saya khawatir kawan kawan saya takut memperjuangkan
kebenaran ! “.
Masyaa Allah, ternyata demikian sulit menegakkan kebenaran di
negara yang katanya berlandaskan hukum ini !. Innaa lillahi wa innaa ilaihi
rooji’uun.
KISAH TAULADAN
IMAM BUKHARI PAKAR HADITS
Al Bukhari yang dikenal sebagai ahli hadits, ternyata
sejak kecil punya kelainan pada indera penglihatannya, sejak kecil tidak bisa
melihat lantaran buta.
Namun karena Allah punya rencana lain, rencana yang sangat bermanfaat
bagi perkembangan agama Islam, maka atas Kemurahan Nya dinampakkan dan
diberikan kepada siapa yang dikehendaki Nya. Suatu malam ibunya bermimpi
bertemu Nabi Ibrahim a.s. dan berkata : “ Wahai ibu kini Allah telah
mengembalikan penglihatan putramu, karena seringnya ibu menangis dan berdo’a “.
Ternyata pada pagi hari mimpinya menjadi kenyataan, Al
Bukhari bisa melihat. Al Bukhari mengisahkan dirinya sebagai berikut : “ Ketika
aku di usia menghafal Al Quran aku sudah mulai menghafal hadits.
Saat itu ada yang bertanya kepadaku : “ Ketika itu berapa umurmu ? “.
Aku menjawab : “ 10 tahun atau kurang sedikit, aku sudah
menyelesaikan hafalan Al Quran pada usia 10 tahun.
Kecerdasan dan daya ingat Al Bukhari memang luar biasa,
kenyataan ini terbukti dari kisah dibawah ini :
Suatu hari seorang Syaikh meriwayatkan sebuah hadits katanya dari Sufyan,
dari Abu Zubair dari Ibrahim, seketika itu aku katakan : “ Sesungguhnya Abu
Zubair tidak pernah meriwayatkan dari Ibrahim !, maka dia mencelaku, kemudian
aku katakan kepadanya : “ Coba lihat ulang catatan aslinya ! “. Kemudian beliau
masuk ruangan untuk mengecek ulang catatannya, setelah keluar bertanya : “
kepadaku : ‘ Bagaimana yang benar wahai anakku ? “. Aku menjawab : “ Dari
Azzubair bin Adi dari Ibrahim “.
Kemudian syaikh tersebut mengambil pena dan menulis periwayatan hadits
dariku serta mengoreksi sambil berkata : “ Engkau benar ! “.
Dikala muda Al Bukhari memang luar biasa dalam menguasai ilmu, ini
terbukti dari dialog dibawah ini :
Ada yang bertanya kepada Al Bukhari : “ Berapa usiamu ketika membantah
Syaikh tersebut “, aku Jawab : “ 11
tahun, dan menjelang 16 tahun aku telah hafal buku buku karya Ibnul Mubarrak
dan Waki’, aku juga menguasai pendapat Ahlu ra’yi .