Minggu, 31 Januari 2016


  NIKMATNYA BILA KEADILAN DITEGAKKAN

“ Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. I Q.S. Al Maidah 8 )                          

Begitu nikmat indah dan nyaman bila agama dilaksanakan secara kaffah ( total ), artinya tidak hanya dilaksanakan sepotong sepotong saja. Disini pentingnya mendalami agama. Dengan melaksanakan secara kaffah akan banyak hikmah didapatnya, termasuk menegakkan keadilan diantaranya.
Bukankah keadilan merupakan tuntutan tiap manusia ?, bukankah bersikap adil akan mendekatkan kepada taqwa. Bahkan keadilan tetap harus diberlakukan walau terhadap orang yang beda agama. Namun sekarang keadilan banyak diabaikan, sehingga sering terjadi pertikaian usai sidang pengadilan !, lantaran uang pelicin punya peran, sehingga yang salah jadi menang.
Satu kisah ketauladanan terjadi di zaman Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. seorang sahabat, sepupu, sekaligus menantu Rasulullah s.a.w.. yang ‘aliim, bijak, berakhlak mulia dan cerdas, sehingga patut jadi tauladan.  

 ALI DAN SEORANG YAHUDI DI PENGADILAN    
Suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib berjalan jalan di Madinah,  memantau situasi kota, tiba tiba melihat seorang Yahudi memakai baju besinya. Ali sangat mengenal baju besi tersebut adalah miliknya yang hilang saat Perang Shiffin. Kemudian Khalifah Ali mendekati kemudian berkata : “ Baju besi ini kepunyaanku yang jatuh dari untaku saat Perang Shiffin ! ”.

MENGELAK
Si Yahudi menolak sambil mempertahankan baju besi yang dipegangnya dengan argumentasi meyakinkan  : “ Tidak, baju besi ini milikku ! .

KE PENGADILAN
Karena saling bersikukuh, keduanya sepakat membawa perkara ke pengadilan. Hakimnya adalah Syuraih bin Al Harits Al Kindi Rahimahullah, merupakan sahabat dekat Khalifah Ali. Di pengadilan Ali duduk di sisi Syuraih, orang Yahudi duduk di hadapannya agar nampak adil, sebenarnya Ali berkeinginan duduk berdampingan namun enggan.

KHALIFAH MENUNTUT
Kemudian Ali mengadukan permasalahannya : “ Wahai tuan hakim, aku menuntut orang Yahudi ini karena dia telah menguasai baju besi milikku, tanpa sepengetahuanku ”, ujar Ali kepada Syuraih sebagai hakim.

MENGELAK
Syuraih menoleh ke arah si Yahudi dan bertanya : ”  Betulkah tuduhan Ali, bahwa baju besi yang berada di tanganmu itu miliknya ? ”. Orang Yahudi menyanggahnya : Tidak tuan hakim baju besi ini kepunyaanku ! ”.

ALI BERTAHAN
Ali menjawab : Dia bohong baju besi itu milikku aku sangat mengenali baju besi itu ! . Hakim Syuraih pun menengahi : “ Begini saudara Ali bin Abi Thalib, yang jelas baju besi itu kini berada dalam kekuasaan orang Yahudi ini, jika engkau mengklaim baju besi itu milikmu, engkau harus mengajukan 2 saksi atau bukti lainnya . Kemudian Ali mengajukan 2 anaknya Hasan dan Husein menjadi saksi, namun kedua saksi ditolak hakim.

DITOLAK
Kesaksian anak kandung berapa pun jumlahnya tidak syah menurut hukum yang berlaku. Jadi jika  tidak ada bukti bukti lain, tuduhanmu batal dan baju besi ini kembali menjadi milik orang Yahudi ini ! ”, jawab hakim Syuraih dengan tegas.

MENERIMA KEPUTUSAN
Karena tidak bisa menunjukkan bukti lain, Ali menerima vonis hakim.Walau tuduhan Khalifah Ali sebagai kepala negara dibatalkan pengadilan, dan baju besi tetap menjadi milik orang Yahudi. Ali dengan lapang dada menerimanya, meskipun ke 2 saksi sangat mengetahui kasus sebenarnya.

TERSENTUH DAN MEMELUK ISLAM
Menyaksikan sikap Ali yang lapang dada, terketuklah hati orang Yahudi. Dalam benaknya dia tersentuh : “ Bukankah Ali sebagai Khalifah umat Islam, hakim juga sebagai bawahannya, semestinya kan membela Khalifahnya, tetapi mengapa justru dia berfihak kepadanya yang nota bene beragama Yahudi ?, betapa adil dan kosekwennya sang hakim dan Khalifah dalam memegang keadilan ?, padahal sebenarnya baju besi tersebut memang milik Ali yang terjatuh saat Perang Shiffin ! “. Setelah merenung dan mendalami kebenaran ini, akhirnya dia bersyahadat sebagai tanda memeluk agama Islam.

KEADILAN RASULULLAH S.A.W.
Suatu saat terjadilah kasus pencurian yang dilakukan seorang wanita bangsawan suku Makhzun yang mencuri perhiasan dan sejumlah barang. Atas kejadian ini Nabi s.a.w. memerintah agar tangan wanita dipotong. 
Namun kerena pelakunya seorang bangsawan, para sahabat meminta  Usamah bin Zaid ( anak angkat Nabi ) agar memohon pada Nabi s.a.w. untuk membebaskannya.   
Kemudian Nabi s.a.w. bersabda : “ Mengapa kamu keberatan melaksanakan hukuman dari hukum hukum Allah, kemudian beliau berdiri dan berkhutbah : “ Wahai sekalian manusia sesungguhnya orang ( umat ) sebelum kamu itu binasa karena bila orang besar dikalangan mereka mencuri, mereka dibiarkan ( dilepas ), tetapi bila yang lemah dikalangan mereka mencuri mereka menghukumnya “. ( H.R. Bukhari Muslim )   
Begitu tegasnya Nabi dalam memegang keadilan, sehingga tidak tebang pilih.

BETAPA SULITNYA MENEGAKKAN KEADILAN       
Namun lain lubuk lain ikannya begitu pepatah mengatakan. Suatu kasus ditayangkan dalam acara wawancara di T.V One pada 8 Januari malam, dimana terjadi kasus di negara ini di akhir tahun 2015 hinggi kini. Dimana ibu Ratna sebagai kepala sekolah di Jakarta, karena memperjuangkan kebenaran adanya kebocoran ujian. Anehnya justru dipecat !. Dengan dalih karena terlambat datang 1 jam, karena memenuhi panggilan wawancara di studio T.V. One, padahal tugas  sementara sudah di limpahkan ke wakilnya.

IRONIS
Atas keputusan pemecatan yang dilakukan kepala dinas pendidikan, beliau mengajukan gugatan ke P.T.U.N. dan.....dinyatakan menang oleh hakim. Namun anehnya keputusan hakim di kesampingkan, sehingga pemecatan tetap diberlakukann. Dengan tegarnya bu Ratna berkata :  Bagi saya tidak menuntut jabatan, namun bagaimana menegakkan kebenaran harus tetap dilakukan. Saya khawatir kawan kawan saya takut memperjuangkan kebenaran ! “. 
Masyaa Allah, ternyata demikian sulit menegakkan kebenaran di negara yang katanya berlandaskan hukum ini !. Innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’uun.

KISAH TAULADAN
IMAM BUKHARI PAKAR HADITS

Al Bukhari yang dikenal sebagai ahli hadits, ternyata sejak kecil punya kelainan pada indera penglihatannya, sejak kecil tidak bisa melihat lantaran buta.
Namun karena Allah punya rencana lain, rencana yang sangat bermanfaat bagi perkembangan agama Islam, maka atas Kemurahan Nya dinampakkan dan diberikan kepada siapa yang dikehendaki Nya. Suatu malam ibunya bermimpi bertemu Nabi Ibrahim a.s. dan berkata : “ Wahai ibu kini Allah telah mengembalikan penglihatan putramu, karena seringnya ibu menangis dan berdo’a “.
Ternyata pada pagi hari mimpinya menjadi kenyataan, Al Bukhari bisa melihat. Al Bukhari mengisahkan dirinya sebagai berikut : “ Ketika aku di usia menghafal Al Quran aku sudah mulai menghafal hadits.
Saat itu ada yang bertanya kepadaku : “ Ketika itu berapa umurmu ? “.
Aku menjawab : “ 10 tahun atau kurang sedikit, aku sudah menyelesaikan hafalan Al Quran pada usia 10 tahun.
Kecerdasan dan daya ingat Al Bukhari memang luar biasa, kenyataan ini terbukti dari kisah dibawah ini :
Suatu hari seorang Syaikh meriwayatkan sebuah hadits katanya dari Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim, seketika itu aku katakan : “ Sesungguhnya Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan dari Ibrahim !, maka dia mencelaku, kemudian aku katakan kepadanya : “ Coba lihat ulang catatan aslinya ! “. Kemudian beliau masuk ruangan untuk mengecek ulang catatannya, setelah keluar bertanya : “ kepadaku : ‘ Bagaimana yang benar wahai anakku ? “. Aku menjawab : “ Dari Azzubair bin Adi dari Ibrahim “.
Kemudian syaikh tersebut mengambil pena dan menulis periwayatan hadits dariku serta mengoreksi sambil berkata : “ Engkau benar ! “.
Dikala muda Al Bukhari memang luar biasa dalam menguasai ilmu, ini terbukti dari dialog dibawah ini :
Ada yang bertanya kepada Al Bukhari : “ Berapa usiamu ketika membantah Syaikh tersebut  “, aku Jawab : “ 11 tahun, dan menjelang 16 tahun aku telah hafal buku buku karya Ibnul Mubarrak dan Waki’, aku juga menguasai pendapat Ahlu ra’yi .

Hingga suatu ketika, aku, ibuku dan adikku yang bernama Ahmad pergi ke Mekkah setelah selesai menunaikan ibadah Haji, ibu dan adikku pulang ke negeriku, sementara aku tinggal di Mekkah untuk belajar ilmu Hadits “.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar