INDAHNYA ETIKA PERANG
DALAM ISLAM
“Dan perangilah di jalan Allah
orang orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang melampaui batas”.
(Q.S. Al Baqarah (2) : 190)
Islam merupakan agama rahmat, mengajarkan nilai
nilai kemanusiaan, kesantunan, kelembutan dan kasih sayang, bukan kekasaran
apalagi kekerasan, sangat menghargai dan menjujung tinggi nilai dan martabat
manusia.
Dari perintah firman tersebut jelas
perang dilakukan karena musuh hendak menyerang, karena umat Islam bukan umat
yang bengis, sadis, suka berperang, suka membunuh, apalagi mendzalimi.
Walau perang saling membunuh, namun
agama Islam tetap menghargai harkat manusia, sehingga memberikan rambu atau
etika dalam pelaksanaannya.
BEBERAPA LARANGAN
Dalam
peperangan sportifitas sangat dipegang dan dijunjung tinggi, sehingga saling
membunuh hanya diberlakukan terhadap lawan di medan perang saja. Agar tidak
berdampak buruk terhadap yang lain agama memberikan larangan diantaranya :
1.DILARANG MEMBUNUH
ANAK, WANITA DAN ORANGG TUA
Karena peperangan mengandalkan kekuatan dan
keahlian bertarung, maka Nabi memberikan wasiat agar selalu berpegang kepada
ketaqwaan, agar tidak sampai melampaui batas.
Dari
Buraidah r.a. ia berkata : “Rasulullah s.a.w. mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan yang pertama agar
ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah. Di antara yang beliau katakan adalah
“…jangan kalian membunuh anak anak…” (H.R. Muslim).
Diantara pesan beliau agar tidak membunuh
orang tua dan anak, karena mereka makhluk yang lemah dan bukan musuh yang ikut
berperang.
Rasulullah s.a.w. bersabda : “Janganlah
kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak anak dan wanita…”. (H.R. Abu Dawud, Baihaqi).
2.TIDAK MEMBUNUH RAHIB
Walau dalam peperangan musuh yang
dihadapi adalah orang kafir, namun
membunuh para rahib tetap dilarang. Sebagaimana pesan Rasulullah s.a.w. ketika memberangkatkan
pasukan beliau bersabda : “Janganlah kalian membunuh
pemilik bihara (rahib)”.
Ketika beliau memberangkatkan pasukan menuju Mu’tah, berpesan : “Berangkatlah
berperang di jalan Allah dengan menyebut nama Allah. Bunuhlah orang orang kafir. Perangilah mereka, jangan kamu berbuat
curang dan jangan melanggar perjanjian dan jangan pula kalian memutilasi mayat”. (H.R. Muslim).
Walau emosi dan nafsu sangat mendominasi dalam peperangan, namun Nabi
tetap berpesan agar selalu berpegang teguh pada tuntunan agama, sehingga tidak
berlebihan dalam peperangan termasuk menyayat atau memotong motong tubuh mayat
(mutilasi)
“Berperanglah dengan menyebut nama
Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah.
Berperanglah jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari
medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak anak, perempuan, orang tua yang sepuh dan rahib di tempat
ibadahnya”. (H.R. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Baihaqi).
3. TIDAK
MEMBUNUH YANG TERDESAK
Karena santunnya ajaran Islam
sehingga Rasulullah s.a.w. wasiat kepada
para sahabatnya agar tidak bersifat dzalim kepada yang telah meyerah.
Rasulullah ﷺ bersabda : “Seorang non muslim yang dijamin darahnya
(dijanjikan tidak diperangi), lalu (seorang muslim) membunuhnya, maka aku
berlepas diri dari si pembunuh walaupun yang ia bunuh adalah orang non muslim”.
(H.R. Bukhari).
Di masa Khalifah Umar bin Khattab, ada seorang pejuang berkata
kepada pasukan Persia : “Jangan takut”, kemudian ia
membunuhnya. Kemudian Umar menulis surat kepada pimpinan pasukan : “Telah
sampai kabar kepadaku bahwa salah seorang dari kalian mengincar seorang non
muslim, di saat non muslim tersebut terdesak di atas gunung untuk membela diri,
si muslim berkata : “Jangan takut”, tetapi kemudian ia membunuhnya. Demi Allah
janganlah sampai kepadaku kabar demikian kecuali aku penggal lehernya”.
4.TIDAK
MERUSAK
Perintah Abu Bakar
ash Shiddiq kepada pasukan yang diberangkatkan ke Syam : “Jangan
membuat kerusakan di muka bumi…”. Pesannya yang lain kepada pasukannya : “Jangan
sekali kali menebang pohon kurma, jangan
membakarnya, jangan membunuh hewan hewan ternak, jangan tebang pohon
yang berbuah, jangan kalian merobohkan bangunan,…”. (H.R. Baihaqi).
5.MEMPERLAKUKAN
TAWANAN DENGAN SANTUN
Karena ajaran Islam
sangat menghargai nilai nilai kemanusiaan, sehingga Nabi s.a.w.
mengeluarkan instruksi untuk memberikan perawatan terhadap
tawanan perang, usai Perang Badar 624
Masehi, sebanyak 70 orang tawanan Makkah yang
ditangkap dibebaskan dengan atau tanpa tebusan.
BERBAGI
MAKAN
"Pagi dan Malam mereka
memberikanku roti, jika ada seorang Muslim memiliki sepotong roti ia berbagi
denganku". Tulis Ibnu Ishaq seorang penulis
biografi awal Nabi Muhammad s.a.w., ketika mengutip pengakuan seorang tawanan
perang.
MENGHARGAI
KEYAKINAN
Karena agama Islam sangat
menghargai keyakinan dan ttidak suka memaksakan keyakinan seseorang, sehingga Nabi
Muhammad s.a.w. memberi perintah agar tidak memaksa tawanan perang berpindah
agama. Nabi memberi kebebasan penyembah berhala
Thamamah Al Hanafi yang tertangkap dalam
pertempuran, agar tidak berpindah
agama. Nabi lebih memilih meminta para sahabat untuk berdialog bersama Al Hanafi (penyembah berhala) hingga ia merasa terjamin keselamatannya.
Rasulullah s.a.w. pernah
memarahi Usamah bin Zaid, yang meneruskan hujaman pedangnya kepada seseorang
yang telah mengucapkan : “laa ilaaha illallaah”. Orang tersebut mengucapkan kalimat tauhid saat terdesak, namun Usamah tetap saja menghujamkan pedangnya. Sehingga Rasulullah
s.a.w. marah mendengarnya, meskipun Usamah merupakan anak angkat kesayangannya..
MEMBERI PAKAIAN
Dalam pertempuran Badar, Nabi Muhammad s.a.w.
tidak membiarkan para tawanan berpakaian lusuh. Nabi memerintahkan para sahabat
untuk memberikan pakaian layak. "Setelah perang Badar para tawanan
dibawa, di antara mereka adalah Al Abbas bin Abdul Muthalib dia tidak memiliki baju,
kemudian Nabi mencari kemeja untuknya, ternyata kemeja Abdullah bin Ubayy
memiliki ukuran yang sama, kemudian Nabi s.a.w. memberikannya kepada Al Abbas
untuk dipakai". (H.R. Bukhari).
Demikian tinggi dan mulianya agama memberikan tuntunan tentang
kemanusiaan, sehingga walau terhadap musuhpun tetap dihormati dan dihargainya
pula.
KISAH TAULADAN
PARA TAWANAN
DIPERLAKUKAN DENGAN SANTUN
Abu Aziz bin Umair, saudara kandung Mush’ab bin Umair, adalah anggota
pasukan kafir Quraisy yang ditawan kaum muslimin dalam perang Badar. Abu Aziz
bin Umair berkata : “Saya salah seorang tawanan perang Badar. Ketika itu
Rasulullah bersabda : “Perlakukanlah
para tawanan dengan baik !”. Saya
ditawan sejumlah orang Anshar, jika mereka makan pagi sore, mereka hanya makan
kurma, mereka memberikan bubur halus (makanan enak) kepadaku karena wasiat
Rasulullah tersebut”. (H.R.
Thabarani)
Abul Ash bin Rabi’ bercerita : “Saya adalah tawanan orang Anshar,
semoga Allah membalas kebaikan mereka. Jika kami sedang makan malam atau pagi,
mereka lebih mengutamakan aku dengan memberikan roti. Mereka sendiri hanya makan
kurma. Roti mereka hanya sedikit dan kurma adalah perbekalan mereka. Terkadang
salah seorang di antara mereka hanya memiliki setengah potong roti, namun ia
memberikannya kepadaku.
Walid bin Mughirah juga menceritakan pengalamannya, dalam perjalanan mereka menaikkan ke atas kendaraan, mereka justru berjalan kaki”.
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi
menawan ribuan tentara salib, namun beliau sama sekali tidak memaksa mereka
memeluk Islam. Mereka tetap diperkenankan beribadah menurut ajaran agama
Nasrani.
Bahkan terhadap panglima perang
Persia bernama Hurmuzan, kaum muslimin memperlakukan dengan baik. Padahal
Hurmuzan berulang kali mencederai perjanjian damai dengan pasukan Islam,
memimpin pasukan Persia memerangi pasukan Islam dan membunuh dua orang sahabat
Barra’ bin Malik dan Majza’ah bin Tsaur r.a.
Saat
Hurmuzan tertawan dalam perang Tustar II tahun 16 H, ia dibawa menghadap
khalifah Umar bin Khathab di Madinah, dia sama sekali tidak mengalami
intimidasi dan penyiksaan, bahkan mendapat jaminan keamanan dari khalifah,
diberi uang 2000 dirham dan diberi tempat tinggal di Madinah.
Sangat bertolak belakang dengan orang kafir saat menawan kaum muslimin.
Mereka melakukan penyiksaan secara biadab, tidak memberi kesempatan kaum
muslimin untuk beribadah, bahkan memaksa kaum muslimin murtad jika tidak disiksa
dan dibunuh. Sebagaimana dilakukan Raja Ferdinand dan Ratu Isabela yang
membantai jutaan umat Islam Andalusia dan memurtadkan jutaan kaum Muslimin.