Rabu, 18 Juli 2018




INDAHNYA ETIKA PERANG DALAM ISLAM

“Dan perangilah di jalan Allah orang orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang melampaui batas”. (Q.S. Al Baqarah (2) : 190)            

Islam merupakan agama rahmat, mengajarkan nilai nilai kemanusiaan, kesantunan, kelembutan dan kasih sayang, bukan kekasaran apalagi kekerasan, sangat menghargai dan menjujung tinggi nilai dan martabat manusia.
Dari perintah firman tersebut jelas perang dilakukan karena musuh hendak menyerang, karena umat Islam bukan umat yang bengis, sadis, suka berperang, suka membunuh, apalagi mendzalimi.
Walau perang saling membunuh, namun agama Islam tetap menghargai harkat manusia, sehingga memberikan rambu atau etika dalam pelaksanaannya.

BEBERAPA LARANGAN
Dalam peperangan sportifitas sangat dipegang dan dijunjung tinggi, sehingga saling membunuh hanya diberlakukan terhadap lawan di medan perang saja. Agar tidak berdampak buruk terhadap yang lain agama memberikan larangan diantaranya :        

1.DILARANG MEMBUNUH ANAK, WANITA DAN ORANGG TUA
Karena peperangan mengandalkan kekuatan dan keahlian bertarung, maka Nabi memberikan wasiat agar selalu berpegang kepada ketaqwaan, agar tidak sampai melampaui batas.
Dari Buraidah r.a. ia berkata : “Rasulullah s.a.w. mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan yang pertama agar ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah. Di antara yang beliau katakan adalah “…jangan kalian membunuh anak anak…” (H.R. Muslim).
Diantara pesan beliau agar tidak membunuh orang tua dan anak, karena mereka makhluk yang lemah dan bukan musuh yang ikut berperang.
Rasulullah s.a.w. bersabda : Janganlah kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak anak dan wanita…”. (H.R. Abu Dawud, Baihaqi).

2.TIDAK MEMBUNUH RAHIB
Walau dalam peperangan musuh yang dihadapi adalah orang kafir, namun membunuh para rahib tetap dilarang. Sebagaimana pesan Rasulullah s.a.w. ketika memberangkatkan pasukan beliau bersabda : “Janganlah kalian membunuh pemilik bihara (rahib)”.
Ketika beliau memberangkatkan pasukan menuju Mu’tah, berpesan :     “Berangkatlah berperang di jalan Allah dengan menyebut nama Allah. Bunuhlah orang orang kafir. Perangilah mereka, jangan kamu berbuat curang dan jangan melanggar perjanjian dan jangan pula kalian memutilasi  mayat”. (H.R. Muslim).
Walau emosi dan nafsu sangat mendominasi dalam peperangan, namun Nabi tetap berpesan agar selalu berpegang teguh pada tuntunan agama, sehingga tidak berlebihan dalam peperangan termasuk menyayat atau memotong motong tubuh mayat (mutilasi) 
“Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah. Berperanglah jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak anak, perempuan, orang tua yang sepuh dan rahib di tempat ibadahnya”. (H.R. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Baihaqi).

3. TIDAK MEMBUNUH YANG TERDESAK
Karena santunnya ajaran Islam sehingga  Rasulullah s.a.w. wasiat kepada para sahabatnya agar tidak bersifat dzalim kepada yang telah meyerah.
Rasulullah bersabda : “Seorang non muslim yang dijamin darahnya (dijanjikan tidak diperangi), lalu (seorang muslim) membunuhnya, maka aku berlepas diri dari si pembunuh walaupun yang ia bunuh adalah orang non muslim”. (H.R. Bukhari).
Di masa Khalifah Umar bin Khattab, ada seorang pejuang berkata kepada pasukan Persia : “Jangan takut”, kemudian ia membunuhnya. Kemudian Umar menulis surat kepada pimpinan pasukan : “Telah sampai kabar kepadaku bahwa salah seorang dari kalian mengincar seorang non muslim, di saat non muslim tersebut terdesak di atas gunung untuk membela diri, si muslim berkata : “Jangan takut”, tetapi kemudian ia membunuhnya. Demi Allah janganlah sampai kepadaku kabar demikian kecuali aku penggal lehernya”.

4.TIDAK MERUSAK
Perintah Abu Bakar ash Shiddiq kepada pasukan yang diberangkatkan ke Syam : “Jangan membuat kerusakan di muka bumi…”. Pesannya yang lain kepada pasukannya : “Jangan sekali kali menebang pohon kurma, jangan  membakarnya, jangan membunuh hewan hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, jangan kalian merobohkan bangunan,…”. (H.R.  Baihaqi).

5.MEMPERLAKUKAN TAWANAN DENGAN SANTUN               
Karena ajaran Islam sangat menghargai nilai nilai kemanusiaan, sehingga  Nabi s.a.w. mengeluarkan instruksi untuk memberikan perawatan terhadap tawanan perang, usai Perang Badar 624 Masehi, sebanyak 70 orang tawanan Makkah yang ditangkap dibebaskan dengan atau tanpa tebusan.

BERBAGI MAKAN
"Pagi dan Malam mereka memberikanku roti, jika ada seorang Muslim memiliki sepotong roti ia berbagi denganku". Tulis Ibnu Ishaq seorang penulis biografi awal Nabi Muhammad s.a.w., ketika mengutip pengakuan seorang tawanan perang.

MENGHARGAI KEYAKINAN
Karena agama Islam sangat menghargai keyakinan dan ttidak suka memaksakan keyakinan seseorang, sehingga Nabi Muhammad s.a.w. memberi perintah agar tidak memaksa tawanan perang berpindah agama. Nabi memberi kebebasan penyembah berhala Thamamah Al Hanafi yang tertangkap dalam pertempuran, agar tidak berpindah agama. Nabi lebih memilih meminta para sahabat untuk berdialog bersama Al Hanafi (penyembah berhala) hingga ia merasa terjamin keselamatannya.
Rasulullah s.a.w. pernah memarahi Usamah bin Zaid, yang meneruskan hujaman pedangnya kepada seseorang yang telah mengucapkan : “laa ilaaha illallaah. Orang tersebut mengucapkan kalimat tauhid saat terdesak, namun Usamah tetap saja menghujamkan pedangnya. Sehingga Rasulullah s.a.w. marah mendengarnya, meskipun Usamah merupakan anak angkat kesayangannya..

MEMBERI PAKAIAN
Dalam pertempuran Badar, Nabi Muhammad s.a.w. tidak membiarkan para tawanan berpakaian lusuh. Nabi memerintahkan para sahabat untuk memberikan pakaian layak. "Setelah perang Badar para tawanan dibawa, di antara mereka adalah Al Abbas bin Abdul Muthalib dia tidak memiliki baju, kemudian Nabi  mencari kemeja untuknya, ternyata kemeja Abdullah bin Ubayy memiliki ukuran yang sama, kemudian Nabi s.a.w. memberikannya kepada Al Abbas untuk dipakai". (H.R. Bukhari).
Demikian tinggi dan mulianya agama memberikan tuntunan tentang kemanusiaan, sehingga walau terhadap musuhpun tetap dihormati dan dihargainya pula.

KISAH TAULADAN
PARA TAWANAN DIPERLAKUKAN DENGAN SANTUN
Abu Aziz bin Umair, saudara kandung Mush’ab bin Umair, adalah anggota pasukan kafir Quraisy yang ditawan kaum muslimin dalam perang Badar. Abu Aziz bin Umair berkata : “Saya salah seorang tawanan perang Badar. Ketika itu Rasulullah bersabda : “Perlakukanlah para tawanan dengan baik !”. Saya ditawan sejumlah orang Anshar, jika mereka makan pagi sore, mereka hanya makan kurma, mereka memberikan bubur halus (makanan enak) kepadaku karena wasiat Rasulullah tersebut”. (H.R. Thabarani)
Abul Ash bin Rabi’ bercerita : “Saya adalah tawanan orang Anshar, semoga Allah membalas kebaikan mereka. Jika kami sedang makan malam atau pagi, mereka lebih mengutamakan aku dengan memberikan roti. Mereka sendiri hanya makan kurma. Roti mereka hanya sedikit dan kurma adalah perbekalan mereka. Terkadang salah seorang di antara mereka hanya memiliki setengah potong roti, namun ia memberikannya kepadaku.
Walid bin Mughirah juga menceritakan pengalamannya, dalam perjalanan mereka menaikkan ke atas kendaraan, mereka justru berjalan kaki”.
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi menawan ribuan tentara salib, namun beliau sama sekali tidak memaksa mereka memeluk Islam. Mereka tetap diperkenankan beribadah menurut ajaran agama Nasrani.
Bahkan terhadap panglima perang Persia bernama Hurmuzan, kaum muslimin memperlakukan dengan baik. Padahal Hurmuzan berulang kali mencederai perjanjian damai dengan pasukan Islam, memimpin pasukan Persia memerangi pasukan Islam dan membunuh dua orang sahabat Barra’ bin Malik dan Majza’ah bin Tsaur r.a.
Saat Hurmuzan tertawan dalam perang Tustar II tahun 16 H, ia dibawa menghadap khalifah Umar bin Khathab di Madinah, dia sama sekali tidak mengalami intimidasi dan penyiksaan, bahkan mendapat jaminan keamanan dari khalifah, diberi uang 2000 dirham dan diberi tempat tinggal di Madinah.
Sangat bertolak belakang dengan orang kafir saat menawan kaum muslimin. Mereka melakukan penyiksaan secara biadab, tidak memberi kesempatan kaum muslimin untuk beribadah, bahkan memaksa kaum muslimin murtad jika tidak disiksa dan dibunuh. Sebagaimana dilakukan Raja Ferdinand dan Ratu Isabela yang membantai jutaan umat Islam Andalusia dan memurtadkan jutaan kaum Muslimin. 


      
Kematian pasti terjadi pada tiap diri manusia, datangnya pasti tepat waktu atas ketetapan Yang Maha Kuasa. Kematian adalah terpisahnya ruh dari jasad (tubuh) manusia. Karena ruh telah menyatu dan melekat lama dengan jasad, dengan demikian bisa dibayangkan betapa berat dan susahnya bila ruh dicabut oleh Malaikat pencabut nyawa (Izrail),

MENGERIKAN
Begitu dahsyat pencabutannya sampai Allah berfirman : “dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan). Kalimat yang jelas menggambarkan betapa susah dan sakitnya sakarotul maut, sehingga kedua betis dipertautkan, orang Jawa menyebutnya “nggebek atau ngosek”.    
KEMATIAN YANG INDAH
Ustad Qomaruddin adalah petugas bagian rohani di Rumah sakit Islam Jakarta, beliau selalu dipanggil ketika ada pasien yang sedang menghadapi ajal, menurut pengalaman beliau dari 1000 pasien yang akan wafat dan bisa melafadzkan kalimat tahlil (laa ilaaha illallaah) hanya sekitar 70 orang..

KESHOLIHAN SEBAGAI BEKAL
Kemudian beliau meneliti kepada keluarga almarhum / almarhumah (yang mampu mengucapkan kalimat tahlil) tentang amal yang telah diperbuatnya ketika hidup, ternyata diperoleh hasil : 1.Mereka biasa menjaga sholatnya. 2. Biasa bershodaqah. 3. Menjaga tali shilaturrahim. 4. Tidak makan dengan cara bathil. 5. Selalu membaca al Quran

KHUSNUL KHOTHIMAH           
Ternyata tidak mudah mengucapkan kalimat tahlil, walau hanya pendek dan sederhana. Ternyata amal ketika hidup sangat menentukan bisa tidaknya mengucapkan diakhir hayat !.
Oleh karena itu mari di isi sisa sisa hidup dengan kesholihan.   Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah Nya agar kita selalu dan suka beramal sholih agar kelak bisa berakhir dengan khusnul khothimah. “Ya Allah jadikan di akhir hayat kami dalam keadaan khusnul khothimah”. Amiin.


KISAH TAULADAN
WAFAT DENGAN TENANG
Pada 15 November 1989 kami (penulis) dipanggil ibu saya (Hj. Sa’diyah Anwar) yang tinggal di kampung Ampel Melati 1 no 25, beliau berkata secara meyakinkan : "Farid ayahmu sudah mendekati ajalnya, dampingi dan talqinkan !".              
Sambil ibu menjelaskan tentang tanda tanda ciri kematian : bahwa suhu tubuh ayah (H. Anwar murtolo) sudah mulai mendingin. Sedangkan ibu dengan tegarnya tetap diatas sajadah sambil menuntaskan wirid seusai sholat maghrib.
Ahirnya ayah kami talqin dengan kalimat sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah s.a.w. : "Talqinkan orang yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha illalloh". (H.R. Muslim)
Kemudian ayah kami tuntun dengan kalimat tahlil dan beliau melafadzkan dengan lancar, kemudian makin lama suaranya makin lirih, suaranya makin lenyap tinggal gerakan bibirnya saja, diiringi pandangan mata mulai meredup pertanda pencabutan ruh akan berakhir.
Bukankah Nabi s.a.w. bersabda : “Pencabutan ruh diikuti mata”. (H.R. Muslim)
Akhirnya ayah menutup mata dengan tenangnya, tanpa ada gerakan sesuatu yang mengganjal dan menyengsarakan.    
Diantara amal yang selalu beliau lakukan adalah : Dalam sehari hari beliau sabar, pendiam, suka menyapa terhadap siapa saja yang dijumpainya dan suka shilaturrahim kesanak famili.
Bukankah itu semua merupakan kesholihan, merupakan ujud dari hasil peribatan Hablum minallah (hubungan dengan Allah), sehingga menghasilkan akhlak yang mulia dalam berhablumminannas (hubungan dengan manusia), bukan kedzaliman yang menyengsarakan orang.
Sehingga sangat pantas bila Allah memanggilnya ketika menjelang ajal : "Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Maka masuklah kedalam jama'ah hamba hamba Ku dan masuklah kedalam syurga Ku".  ( Q.S. Al Fajr 27- 30 )    
Betapa indahnya kewafatan ayah kami tercinta, Alhamdulillah


ISLAM ITU RAMAH
LEMAH LEMBUT BUKAN KASAR APALAGI RADIKAL !

            Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu……”. (Q.S. Ali Imran (3) : 159)

Sebagai buah beribadah seharusnya memiliki sifat Ar Rifq (lemah lembut) dalam segala tindakan, serta memilih melakukan cara paling mudah.                              
Demikian halnya yang telah dilkukan Rasulullah s.a.w. dalam prilakunya sehari hari. “Dan sesungguhnya kamu benar benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S. Al Qalam (68) : 4)
Bahkan telah dilakukan pula oleh  Nabi Musa dan Harun agar mereka berdakwah kepada Fir’aun dengan lemah lembut. "Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata kata yang lemah lembut, mudah mudahan ia ingat sadar takut”. (Q.S. Thaha (20) : 43-44)

ALLAH MENYUKAI KELEMBUTAN
Disamping Allah sebagai Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, namun Allah memiliki juga sifat Maha lembut dan suka kepada kelembutan.
Rasulullah s.a.w.  bersabda kepada ‘Aisyah :Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam segala perkara. (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

ORANG BERIMAN BERSIKAP RAMAH
Maka selayaknya sebagai seorang hamba dari Yang Maha Lembut, juga mensifati sebagaimana sifat Dzat yang diibadahinya. Artinya dalam keseharian harus bersikap lemah lembut, ramah tamah, kerena dengan keramahan akan menimbulkan kebaikan.    
Bukankah dengan berlaku baik akan membuahkan manfaat bagi menusia. Dari Jabir r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda : "Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia". (H.R. Thabrani dan Daraquthni).       

DENGAN KELEMBUTAN JADI INDAH
Fithrah jiwa manusia pada hakekatnya sangat suka pada kelembutan bukan kekasaran apalagi kekerasan, oleh karena itu ajaran agama mengembalikan kepada fithrah asalnya yakni kelembutan, dengan kelembutan akan membuahkan keindahan, demikian pula sebaliknya.  
Dari Aisyah  r.a.  bahwa Rasulullah  s.a.w.  bersabda : “Sesungguhnya tidaklah kelemah lembutan itu ada pada sesuatu melainkan ia akan memperindahnya dan tidaklah kelemah lembutan itu dicabut dari sesuatu melainkan akan memperburuknya”. (H.R. Muslim)
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan”. (H.R. Muslim)

SELAMAT DARI PRILAKUNYA
Dari Jabir r.a. dikatakan : "Wahai Rasulullah Islam bagaimanakah yang paling utama ?". Rasulullah s.a.w. menjawab : "(Yaitu) mereka yang umat Islam yang lain selamat dari tutur kata dan tindak perbuatannya". (H.R. Tirmidzi)
Seorang muslim memiliki identitas khusus, identitas yang menyelamatkan bukan membahayakan, identitas yang menyejukkan bukan membuat keonaran, sehingga membuat orang sama resah dan ketakutan, sampai membuat orang sama tidak simpati terhadap agama islam, karena tindakan radikal, kasar dan kebrutalannya.
Betapa fatal akibatnya bila tidak melaksanakan tuntunan agama secara total, sehingga nama agamapun ikut jadi rusak dan dibenci.   .    

SIKAP LEMBUT PADA HEWAN
Agama tidak hanya mengajarkan berbuat baik dan lemah lembut terhadap manusia saja, bahkan terhadap hewanpun harus diberlakukan juga.   
Sesungguhnya Allah s.w.t.  mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih) dan menyenangkan sembelihannya. (H.R. Muslim)
Betapa mulia, indah dan tingginya ajaran agama, sehingga terhadap hewan bersikap lembutpun diajarkan pula agar hewan tidak tersiksa. 

JANGAN MEMPERSULIT
Karena cintanya pada dunia dan kurangnya memahami agama, sehingga suka mempersulit urusan manusia, dengan bermotto : “Bila bisa dipersulit mengapa dipermudah”, betapa jahat sikapnya padahal Nabi s.a.w. bersabda : “Mudahkanlah dan jangan mempersulit, sampaikan kabar gembira dan jangan menakut nakuti”. (H.R. Bukhari & Muslim)
Betapa indah dan mulia bila ajaran agama dikembalikan pada tuntunan aslinya, sehingga suka mempemudah urusan bukan mempersulit, apalagi dengan menakut nakuti. Dengan demikian akan membuahkan sikap simpati bukan membenci, akan membuat rasa nyaman bukan ketakutan.      

MENDAPAT PERTOLONGAN ALLAH
Iman yang sempurna akan membuahkan sikap saling menyayangi dan membenci karena Allah, sikap demikian akan mendapatkan pertolongan Allah. Betapa mulianya sikap ini sehingga seorang hamba tidak akan bisa merasakan kenikmatan iman walaupun banyak melakukan shalat dan puasa !.          
Ibnu ‘Abbas berkata : “Siapa yang mencintai dan benci karena Allah, berteman dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya pertolongan Allah itu diperoleh dengan demikian itu. Seorang hamba tidak akan bisa merasakan kenikmatan iman walaupun banyak melakukan shalat dan puasa sampai dirinya berbuat demikian itu. Sungguh kebanyakan persahabatan seseorang itu hanya dilandaskan karena kepentingan dunia. Persahabatan seperti itu tidaklah bermanfaat bagi mereka”. (H.R. Ibnu Jarir)

DIHARAMKAN NERAKA
Begitu tinggi penghargaan Allah terhadap hamba Nya yang suka bersikap akrab (dekat dengan manusia), lemah lembut dan suka mempermudah urusan bukan mempersulit. Sehingga kelak diharamkan masuk neraka !. Subhaanallaah. 
Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya ?. Yaitu atas setiap orang yang dekat (dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan. (H.R. Tirmidzi)
Semoga Allah senantiasa melimpahkan hidayah Nya, agar dalam keseharain kita menyukai kelemah lembutan, ramah, santun, akrab kepada siapapun sebagai bukti keimanan. Sehingga menimbulkan rasa simpati pada agama Islam, bukan pada membenci karena sikap yang keras, kasar, radikal apalagi kekerasan !. Na’udzu billaahi min dzaalik.



KISAH TAULADAN
BADUI KENCING DI MASJID
Kelembutan adalah sifat yang mulia walau berat dalam pelaksanaannya, namun itulah tuntunan yang diajarkan agama, dengan kelembutan sikap, segala urusan akan terselesaikan dengan enak dan nyaman.
Sikap ramah dan lembut inilah yang selalu dilakukan Rasulullah s.a.w. dalam segala hal, termasuk ketika beliau menghadapi seorang badui yang kencing di masjid. Sehingga si badui faham dan urusan bisa terselesaikan dengan aman tanpa keributan
Suatu ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka dengan serta merta bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid menghampiri seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah s.a.w.  melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintah untuk membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai beliau s.a.w. meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (H.R. Al Bukhari)
Kemudian beliau s.a.w. Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau s.a.w. pun menasehatinya dengan lemah lembut : Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (kencing) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur’an. (H.R. Muslim)
Melihat sikap Rasulullah s.a.w. yang demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada beliau s.a.w.. Maka ia pun berdoa : “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua”. Mendengar doa tersebut Rasulullah s.a.w. tertawa dan berkata kepadanya : Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah)”. (H.R. Al Bukhari dan lainnya)
Demikian indah dan mulianya bila segala urusan disikapi dengan kelembutan bukan dengan kekasaran apalagi kekerasan, sehingga masalah bisa terselesaikan dengan aman.  Subhaanallaah.