Kematian
pasti terjadi pada tiap diri manusia, datangnya pasti tepat waktu atas ketetapan
Yang Maha Kuasa. Kematian adalah terpisahnya ruh dari jasad (tubuh) manusia.
Karena ruh telah menyatu dan melekat lama dengan jasad, dengan demikian bisa
dibayangkan betapa berat dan susahnya bila ruh dicabut oleh Malaikat pencabut
nyawa (Izrail),
MENGERIKAN
Begitu dahsyat
pencabutannya sampai Allah berfirman : “dan bertaut betis (kiri) dan
betis (kanan)”. Kalimat yang jelas menggambarkan betapa susah dan
sakitnya sakarotul maut, sehingga kedua betis dipertautkan, orang Jawa
menyebutnya “nggebek atau ngosek”.
KEMATIAN
YANG INDAH
Ustad Qomaruddin adalah petugas bagian rohani di Rumah
sakit Islam Jakarta, beliau selalu dipanggil ketika ada pasien yang sedang
menghadapi ajal, menurut pengalaman beliau dari 1000 pasien yang akan wafat dan
bisa melafadzkan kalimat tahlil (laa ilaaha illallaah) hanya sekitar 70 orang..
KESHOLIHAN
SEBAGAI BEKAL
Kemudian beliau meneliti kepada keluarga
almarhum / almarhumah (yang mampu mengucapkan kalimat tahlil) tentang amal yang
telah diperbuatnya ketika hidup, ternyata diperoleh hasil : 1.Mereka biasa
menjaga sholatnya. 2. Biasa bershodaqah. 3. Menjaga tali
shilaturrahim. 4. Tidak makan dengan cara bathil. 5. Selalu membaca al Quran
KHUSNUL KHOTHIMAH
Ternyata tidak mudah mengucapkan kalimat tahlil, walau hanya pendek dan
sederhana. Ternyata amal ketika hidup sangat
menentukan bisa tidaknya mengucapkan diakhir hayat !.
Oleh
karena itu mari di isi sisa sisa hidup dengan kesholihan. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah
Nya agar kita selalu dan suka beramal sholih agar kelak bisa berakhir dengan
khusnul khothimah. “Ya Allah jadikan di akhir
hayat kami dalam keadaan khusnul khothimah”. Amiin.
KISAH TAULADAN
WAFAT DENGAN TENANG
Pada 15 November 1989 kami (penulis)
dipanggil ibu saya (Hj. Sa’diyah Anwar) yang tinggal di kampung Ampel Melati 1
no 25, beliau berkata secara meyakinkan : "Farid ayahmu sudah mendekati
ajalnya, dampingi dan talqinkan !".
Sambil ibu menjelaskan tentang
tanda tanda ciri kematian : bahwa suhu tubuh ayah (H. Anwar murtolo) sudah
mulai mendingin. Sedangkan ibu dengan tegarnya tetap diatas sajadah sambil
menuntaskan wirid seusai sholat maghrib.
Ahirnya ayah kami talqin dengan
kalimat sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah s.a.w. : "Talqinkan
orang yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha illalloh". (H.R. Muslim)
Kemudian ayah kami tuntun dengan
kalimat tahlil dan beliau melafadzkan dengan lancar, kemudian makin lama
suaranya makin lirih, suaranya makin lenyap tinggal gerakan bibirnya saja,
diiringi pandangan mata mulai meredup pertanda pencabutan ruh akan berakhir.
Bukankah Nabi s.a.w. bersabda : “Pencabutan
ruh diikuti mata”. (H.R. Muslim)
Akhirnya ayah menutup mata dengan
tenangnya, tanpa ada gerakan sesuatu yang mengganjal dan menyengsarakan.
Diantara amal yang selalu beliau
lakukan adalah : Dalam sehari hari beliau sabar, pendiam, suka menyapa
terhadap siapa saja yang dijumpainya dan suka shilaturrahim kesanak famili.
Bukankah itu semua merupakan kesholihan, merupakan
ujud dari hasil peribatan Hablum minallah (hubungan dengan Allah), sehingga menghasilkan
akhlak yang mulia dalam berhablumminannas (hubungan dengan manusia), bukan
kedzaliman yang menyengsarakan orang.
Sehingga sangat pantas bila Allah
memanggilnya ketika menjelang ajal : "Hai jiwa yang tenang kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Maka masuklah kedalam
jama'ah hamba hamba Ku dan masuklah kedalam syurga Ku". ( Q.S. Al Fajr 27- 30 )
Betapa
indahnya kewafatan ayah kami tercinta, Alhamdulillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar