Rabu, 18 Juli 2018


      
Kematian pasti terjadi pada tiap diri manusia, datangnya pasti tepat waktu atas ketetapan Yang Maha Kuasa. Kematian adalah terpisahnya ruh dari jasad (tubuh) manusia. Karena ruh telah menyatu dan melekat lama dengan jasad, dengan demikian bisa dibayangkan betapa berat dan susahnya bila ruh dicabut oleh Malaikat pencabut nyawa (Izrail),

MENGERIKAN
Begitu dahsyat pencabutannya sampai Allah berfirman : “dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan). Kalimat yang jelas menggambarkan betapa susah dan sakitnya sakarotul maut, sehingga kedua betis dipertautkan, orang Jawa menyebutnya “nggebek atau ngosek”.    
KEMATIAN YANG INDAH
Ustad Qomaruddin adalah petugas bagian rohani di Rumah sakit Islam Jakarta, beliau selalu dipanggil ketika ada pasien yang sedang menghadapi ajal, menurut pengalaman beliau dari 1000 pasien yang akan wafat dan bisa melafadzkan kalimat tahlil (laa ilaaha illallaah) hanya sekitar 70 orang..

KESHOLIHAN SEBAGAI BEKAL
Kemudian beliau meneliti kepada keluarga almarhum / almarhumah (yang mampu mengucapkan kalimat tahlil) tentang amal yang telah diperbuatnya ketika hidup, ternyata diperoleh hasil : 1.Mereka biasa menjaga sholatnya. 2. Biasa bershodaqah. 3. Menjaga tali shilaturrahim. 4. Tidak makan dengan cara bathil. 5. Selalu membaca al Quran

KHUSNUL KHOTHIMAH           
Ternyata tidak mudah mengucapkan kalimat tahlil, walau hanya pendek dan sederhana. Ternyata amal ketika hidup sangat menentukan bisa tidaknya mengucapkan diakhir hayat !.
Oleh karena itu mari di isi sisa sisa hidup dengan kesholihan.   Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah Nya agar kita selalu dan suka beramal sholih agar kelak bisa berakhir dengan khusnul khothimah. “Ya Allah jadikan di akhir hayat kami dalam keadaan khusnul khothimah”. Amiin.


KISAH TAULADAN
WAFAT DENGAN TENANG
Pada 15 November 1989 kami (penulis) dipanggil ibu saya (Hj. Sa’diyah Anwar) yang tinggal di kampung Ampel Melati 1 no 25, beliau berkata secara meyakinkan : "Farid ayahmu sudah mendekati ajalnya, dampingi dan talqinkan !".              
Sambil ibu menjelaskan tentang tanda tanda ciri kematian : bahwa suhu tubuh ayah (H. Anwar murtolo) sudah mulai mendingin. Sedangkan ibu dengan tegarnya tetap diatas sajadah sambil menuntaskan wirid seusai sholat maghrib.
Ahirnya ayah kami talqin dengan kalimat sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah s.a.w. : "Talqinkan orang yang akan mati dengan kalimat laa ilaaha illalloh". (H.R. Muslim)
Kemudian ayah kami tuntun dengan kalimat tahlil dan beliau melafadzkan dengan lancar, kemudian makin lama suaranya makin lirih, suaranya makin lenyap tinggal gerakan bibirnya saja, diiringi pandangan mata mulai meredup pertanda pencabutan ruh akan berakhir.
Bukankah Nabi s.a.w. bersabda : “Pencabutan ruh diikuti mata”. (H.R. Muslim)
Akhirnya ayah menutup mata dengan tenangnya, tanpa ada gerakan sesuatu yang mengganjal dan menyengsarakan.    
Diantara amal yang selalu beliau lakukan adalah : Dalam sehari hari beliau sabar, pendiam, suka menyapa terhadap siapa saja yang dijumpainya dan suka shilaturrahim kesanak famili.
Bukankah itu semua merupakan kesholihan, merupakan ujud dari hasil peribatan Hablum minallah (hubungan dengan Allah), sehingga menghasilkan akhlak yang mulia dalam berhablumminannas (hubungan dengan manusia), bukan kedzaliman yang menyengsarakan orang.
Sehingga sangat pantas bila Allah memanggilnya ketika menjelang ajal : "Hai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Maka masuklah kedalam jama'ah hamba hamba Ku dan masuklah kedalam syurga Ku".  ( Q.S. Al Fajr 27- 30 )    
Betapa indahnya kewafatan ayah kami tercinta, Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar