Rabu, 19 Desember 2018



SIASAT UKASYAH YANG CERDAS

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat Malaikat Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang orang yang beriman bershalawatlah kamu untuk Nabidan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS Al Ahzab   (33): 56)

Shalawat dari Allah artinya memberi rahmat, dari Malaikat berarti memintakan ampun, dan orang mukmin berarti berdo’a agar diberi rahmat seperti dengan mengucapkan : Allahuma shalli ‘ala Muhammad.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa menjelang dekatnya kewafatan
Rasulullah s.a.w. beliau memerintah Bilal agar mengumandangkan adzan. Maka berkumpulah kaum Muhajirin dan Anshor
sholat ke Masjid Rasulullah s.a.w.  
Setelah selesai sholat berjama’ah beliau naik ke mimbar, mengucapkan puji dan sanjung kepada Allah, kemudian membawakan khutbah yang berkesan dan mengharukan.

KHUTBAH
Beliau bersabda : ”Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i yang menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin Nya. Aku ini bagimu bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit
berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia
melakukannya di hari Kiamat nanti”

‘UKASYAH BANGKIT
Sampai dua kali beliau mengulangi kata kata itu, dan…….pada ketiga
kalinya berdiri ‘Ukasyah Ibnu Muhsin’ sambil berkata : “Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasulullah. Kalau tidak karena engkau telah berkali kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu.
Dulu aku pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun turun
dari atas untaku untuk menghampirimu, kemudian aku mencium
pahamu. Kemudian engkau mengangkat cambuk memukul untamu agar
berjalan cepat, tetapi engkau telah memukul lambung sampingku, saya tidak tahu apakah itu engkau sengaja atau tidak, atau barangkali maksudmu melecut untamu sendiri ?”

MEMERINTAH MENGAMBIL CEMETI
Kemudian Nabi meminta tolong Bilal agar ke rumah Fatimah untuk mengambil cambuk Rasulullah s.a.w. Kemudian Bilal segera ke rumah Fathimah. Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menjawab dari dalam : “Siapakah diluar ?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil cambuk Rasullah”, jawab Bilal.
Hai Bilal apa yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini ?”,
 
Tanya Fatimah. “Ya Fatimah ayahmu memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengambil qishas terhadap dirinya”, Bilal menegaskan.

FATHIMAH SIAP MENGGANTIKAN
“Siapakah gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas Rasulullah ?”, tanya Fatimah keheranan : “Biarlah hamba saja yang menjadi ganti untuk dicambuk”.
Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu diberikan kepada Rasulullah dan Rasulullah pun menyerahkannya ke tangan ‘Ukasyah.

TEGANG
Suasana nampak tegang… semua sahabat bergerak…. semua berdiri…..Jangankan dicambuk, dicolek saja, ia akan berhadapan dengan kami.
Mungkin begitu mereka bicara dalam hati. Semua mata melotot memandang
Ukasyah dan sebilah cambuk.

ABU BAKAR DAN UMAR TAMPIL
Saat itulah Abu Bakar dan Umar r.a. bicara : “Hai ‘Ukasyah ! kami sekarang berada di hadapanmu, pukul qishas lah kami berdua dan jangan sekali kali engkau mencambuk Rasulullah s.a.w !”
Rasulullah menahan dua sahabatnya kemudian bersabda : “Wahai sahabatku, duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui kedudukan kamu berdua !”.

ALI TAMPIL
Kemudian berdiri pula Ali bin Abi Tholib sambil berkata : ”Hai Ukasyah Aku sekarang masih ada di hadapan Nabi s.a.w. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qishas mencambuk Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu !”. Ali tampil sambil menyiapkan punggungnya sebagai bukti kecintaan
 nya kepada Rasulullah.

NABI MENCEGAH
Nabi kemudian mencegah : ”Allah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali !”. Ali surut. Kemudian menyusul tampil dua kakak beradik, Hasan dan
Husein, cucu Rasulullah : ”Hai Ukasyah bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah cucu kandung Rasulullah, qishaslah kami dan itu berarti sama juga dengan menqishas Rasulullah sendiri !”.
Tetapi Rasulullah menegur pula kedua cucunya dengan berkata “Duduklah kalian berdua, duhai penyejuk mataku!”

NABI TAMPIL
Akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah pukullah aku jika engkau
berhasrat mengambil qishas !”.  “Ya Rasul Allah sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak memakai baju !”
, kata Ukasyah dengan lantang..     
Kembali suasana semakin panas dan tegang. Betapa tidak ?. Nabi  sudah bersedia dicambuk, namun Ukasyah masih menuntut lagi dengan meminta Rasul membuka bajunya.

NABI MEMBUKA BAJU
Kemudian Rasulullah dengan spontan membuka bajunya. Semua yang hadir menahan napas… Banyak yang berteriak sambil menangis… Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah.

MENDEKAP TUBUH RASULULLAH
Tatkala ‘Ukasyah melihat putihnya tubuh Rasulullah dan tanda kenabian di punggungnya, ia dengan segera mendekap tubuh Nabi sepuas puasnya sambil berkata : “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulullah, siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan mengqishas engkau ya Rasul Allah ?”.

PENGAKUAN DAN SIASAT YANG CERDAS
“Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia dan supaya Allah dengan kehormatanmu dapat menjagaku dari sentuhan api neraka !”
Akhirnya Nabi s.a.w. bersabda : “Ketahuilah wahai para sahabat ! barang siapa yang ingin melihat penduduk syurga, maka melihatlah kepada pribadi laki laki ini !”.

PADA TAKJUB
Kemudian bangkit dan berdirilah kaum Muslimin beramai ramai mencium ‘Ukasyah di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah menjadi kekaguman luar biasa. Mereka pada berkata : “Berbahagialah engkau yang telah mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah s.a.w di syurga kelak !”.

KISAH TAULADAN
SAHABAT PEMBERANI DAN CERDAS
Ukasyah bin Mihshan al Asadi adalah seorang sahabat Muhajirin berasal dari Bani Abdu Syams, memeluk Islam di masa awal (as Sabiqunal Awwalin).
Nabi s.a.w. menceritakan kepada para sahabatnya, bahwa kelak di hari kiamat beliau akan memamerkan umatnya di hadapan para pemimpin (Nabi nabi terdahulu). Dengan bangganya beliau akan memperlihatkan umatnya yang  banyak hingga memenuhi dataran dan bukit. Lalu Allah berfirman kepada Nabi :  “Ridhakah engkau Muhammad ?”. Maka Nabi akan menjawab : “Aku ridha ya Tuhanku !”. Kemudian Allah berfirman lagi : “Sesungguhnya ada tujuh 70.000.  umatmu yang masuk syurga tanpa hisab dengan wajah seperti bulan purnama".  
Para sahabat kagum dengan cerita Nabi, tiba tiba Ukasyah mendekati beliau dan berkata : "Ya Rasulullah doakanlah aku termasuk golongan itu !". "Engkau termasuk golongan mereka !", kata Nabi s.a.w..
Melihat sikap Ukasyah beberapa sahabat mendekati beliau dan meminta didoakan seperti halnya Ukasyah. Beliau tersenyum melihat reaksi para sahabat tersebut dan bersabda : "Kalian sudah didahului Ukasyah."
Perang Badar merupakan perang pertama yang banyak melahirkan  pahlawan Islam. 313 orang yang belum berpengalaman dengan persenjataan terbatas dan perbekalan seadanya, ternyata mampu mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy dibawah pimpinan Abu Jahal, dengan persenjataan lengkap dan perbekalan yang lebih banyak.
Salah seorang pahlawan yang lahir di medan perang Badar ini adalah Ukasyah bin Mihshan bin Harsan  Al Asadi. Begitu semangatnya ia bertempur sampai pedangnya pun patah. Kemudian Rasulullah sambil membawa sebuah ranting pohon dan bersabda : "Berperanglah dengan ini wahai Ukasyah !".
Setelah diterima dan digerak gerakkan, ranting pohon berubah menjadi sebuah pedang. Ukasyah meneruskan pertempurannya hingga Allah memberikan kemenangan pada umat Islam. Pedang ini kemudian diberi nama "Al 'Aun", menjadi senjata Ukasyah sampai dia menjemput syahidnya di Perang Riddah.

Pembunuh Ukasyah adalah Thulaihah al Asadi (Nabi palsu), kemudian sadar dan kembali kepada Islam. Ketika Umar bertemu dengan Thulaihah, ia berkata : "Apakah engkau yang telah membunuh orang yang saleh, Ukasyah bin Mihshan?". Thulaihah menjawab : "Ukasyah menjadi orang yang bahagia (menjadi syahid) karena diriku dan aku menjadi orang celaka karena dirinya. Tetapi aku memohon ampun kepada Allah". Umar bin Khaththab tersenyum dan membenarkan Thulaihah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar