Sabtu, 04 Februari 2017



SALMAN  ALFARISI MENJAMINKAN DIRINYA  
.        “Dan orang orang yang memelihara amanat amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. (Q.S. Al Mukminun (23) : 8) .
               
Diantara bentuk persaudaraan Muslim adalah menanamkan rasa kepercayaan berdasar amanah dan kejujuran. Kenyataan ini terbukti pada kisah yang terjadi saat Umar bin Khaththab menjabat sebagai kholifah.
Saat Umar bin Khaththab sedang duduk di bawah sebatang kurma, bersama para sahabat diantaranya Abdullah bin ‘Abbas, Salman Al Farisi juga Abu Dzar Al Ghifari. Pembicaraan segera terhenti karena dua pemuda berwajah mirip datang dengan mengapit pemuda yang terikat lengannya. 

MENGHADAP KHOLIFAH
Karena kesederhanaan kholifah sebagai pimpinan yang tidak  terlalu protokoler, maka dengan mudahnya keduanya menghadap dan melapor tentang masalah yang dihadapinya sambil berkata : “Wahai Amirul Mukminin, tegakkan hukum Allah atas pembunuh ayah kami ini !", Ujar salah seorang dari mereka. Umar bangkit : "Takutlah kalian kepada Allah !”, ujar Umar : “Perkara apakah ini ?". Kemudian dua pemuda menjelaskan bahwa pemuda yang mereka bawa adalah pembunuh ayahnya, bahkan dia siap mendatangkan saksi yang menyatakan bahwa si pelaku telah mengaku. 

MENGAKU 
Umar bertanya kepada tertuduh : "Benarkah apa yang mereka dakwakan kepadamu ?", "Benar wahai Amirul Mukminin !". "Engkau tidak menyangkal dan di wajahmu kulihat ada penyesalan, Umar menyelidik dengan teliti “. “Ceritakan kejadiannya !", pinta Umar bin Khaththab. 

BERKISAH JUJUR
"Aku datang dari negeri jauh ”, kata pemuda . “Sesampai di kota ini, aku tambatkan kudaku di sebuah pohon dekat kebun milik keluarga mereka. Ku tingggalkan sejenak untuk mengurus suatu hajat, tanpa kuketahui kudaku makan tanaman yang ada di kebun mereka, saat aku kembali, kulihat seorang lelaki tua yang ternyata ayah kedua pemuda ini sedang memukul kepala kudaku dengan batu hingga tewas. Melihat kejadian itu, aku emosi kemudian kuhunus pedang. Aku khilaf, aku telah membunuh lelaki tua itu. Aku memohon ampun kepada Allah karenanya”. Umar termenung. “Wahai Amirul Mukminin tegakkanlah hukum Allah, kami minta qishash atas orang ini, jiwa harus dibayar dengan jiwa !", kata salah seorang. 
Umar menatap pemuda tertuduh usianya masih sangat muda, pantas bila mudah emosi. Tapi jelas pad wajahnya teduh, akhlaknya santun. Gurat gurat sesal nampak jelas membayang di wajahnya. Umar iba menimbang nimbang betapa sia sianya jika pemuda ini harus mati begitu cepat.

UMAR USUL
"Bersediakah kalian, jika aku membayar diyat (tebusan) untuknya, agar dia bisa bebas ?”, pinta Umar pada kedua pemuda penuntut qishas. Pemuda menjawab : ” Demi Allah, hai Amirul Mukminin sungguh kami sangat mencintai ayah kami, dia telah membesarkan kami dengan penuh cinta. Keberadaannya di tengah kami takkan bisa terganti dengan diyat sebesar apapun. Hati kami baru tenteram jika had ditegakkan !", jawabnya tegas. Umar terhenyak : "Bagaimana menurutmu ?”, tanya Umar kepada pemuda terdakwa. “Aku ridha hukum Allah ditegakkan ke padaku, wahai Amirul Mukminin”, jawabnya yakin. 

MINTA IZIN PULANG
“Namun ada yang menghalangiku, karena ada amanah dari kaumku tentang harta dan perkara yang harus kusampaikan kepadanya. Juga keluargaku, aku bekerja untuk menafkahi mereka. Hasil dari  perjalananku harus kuserahkan dan juga memohon ridla dan ampunan ayah dan ibuku". 

JANJI KEMBALI
Umar merenung iba, tak ada jalan lain, hudud harus ditegakkan, tetapi dia juga memiliki amanah yang harus ditunaikan. “Jadi bagaimana  ?”, tanya Umar. “Jika engkau mengizinkanku aku minta waktu 3 hari untuk pulang guna menunaikan amanah. Demi Allah aku pasti kembali di hari ketiga untuk menerima  hukumanku, wahai putera Al Khattab".

KHOLIFAH MINTA JAMINAN
"Adakah orang yang bisa menjaminmu ?”, tanya Umar, “Aku tidak punya kenalan di kota ini guna kuminta menjadi penjaminku, kecuali Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat". "Tidak Demi Allah, tetap harus ada seseorang yang menjaminmu atau aku tak mengizinkanmu pergi !", jawab Umar bin Khaththab tegas. "Aku bersumpah dengan nama Allah yang keras 'Adzabnya. Aku takkan menyalahi janjiku !", "Aku percaya, tetapi tetap harus ada orang yang menjaminmu !". "Aku tak punya !”.

SALMAN ALFARISI TAMPIL
“Wahai Amirul Mukminin !”, terdengar suara menyela : “Jadikan aku sebagai penjamin anak muda ini, biarkanlah dia pergi menunaikan amanahnya !". Salman Al Farisi tampil mengajukan diri. "Engkau hai Salman, bersedia menjamin anak muda ini ?", "Ya aku bersedia !", "Kalian berdua yang mengajukan gugatan”, panggil Umar : “Apakah kalian bersedia menerima Salman Al Farisi sebagai penjamin ?”. Adapun Salman demi Allah, aku bersaksi tentang dirinya bahwa dia lelaki ksatria yang jujur dan tak berkhianat”. Kedua pemuda saling pandang : Kami menerima, jawabnya.

TEGANG MENANTI SAAT.
Para sahabat berkumpul mendatangi Umar dan Salman. Demi Allah mereka keberatan jika Salman harus dibunuh sebagai badal (ganti). Mereka tak ingin kehilangan sahabat yang pengorbanannya bagi Islam begitu besar. Salman seorang sahabat yang tulus dan rendah hati, dihormati dan  dicintai. 
Satu demi satu mulai Abu Darda’ dan beberapa sahabat mengajukan diri sebagai pengganti Salman. Tetapi Salman menolak. Umar juga menggeleng, waktu terus bergerak mendekati saat yang ditentukan. Kekhawatiran Umar makin memuncak, sahabat makin tegang dan sedih, waktupun terus berlalu. 

DATANG TEPAT WAKTU
Hanya beberapa saat menjelang habisnya batas waktu, nampak seseorang datang dengan berlari bertatih dan terseok. Dia pemuda terhukum sambil berkata : “Maafkan aku”, ujarnya memelas, “Urusan kaumku itu ternyata rumit, sementara untaku tak sempat istirahat, dia kelelahan nyaris sekarat dan terpaksa kutinggal di tengah jalan. Aku harus berlari agar  cepat sampai ke mari hingga nyaris terlambat".  Semua yang melihat nya  pada menatap iba,  tak rela jika dia harus berakhir hidupnya pada hari itu.

UMAR TAKJUB
"Pemuda yang jujur”, ujar Umar dengan mata berkaca kaca, “Mengapa kau datang kembali padahal bagimu ada kesempatan untuk lari dan tak harus mati menanggung qishash ?". Pemuda menjawab dengan tenangnya : Sungguh jangan sampai ada orang mengatakan tidak ada lagi orang yang menepat janji. Dan jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa tidak ada lagi kejujuran di kalangan kaum Muslimin.

KEPERCAYAAN DAN PERSAUDARAAN
"Dan kau Salman”, kata Umar bergetar : “Untuk apa kau susah susah menjadikan dirimu penanggung kesalahan orang yang tak kau kenal sama sekali, bagaimana kau bisa mempercayainya ?". 
Sungguh jangan sampai orang mengatakan bahwa tidak ada lagi orang yang mau saling berbagi beban dengan saudaranya. Atau jangan sampai ada yang merasa bahwa tidak ada lagi rasa saling percaya di antara orang orang Muslim. Jawab Salman dengan tulus dan mantap.

BERKAT KOKOHNYA IMAN
"Allaahu Akbar !”, seru Umar : “Segala puji bagi Allah. Kalian telah membesarkan hati umat ini dengan kemuliaan sikap dan agungnya iman kalian. Tetapi bagaimanapun wahai pemuda, had untukmu harus kami tegakkan !". Pemuda terdakwa mengangguk pasrah. 

MEMAAFKAN
Tiba tiba ……terdengar suara para penggugat : Kami sepakat memutuskan untuk memaafkannya !“, sambil tersedu sedan penuh haru. “Kami melihatnya sebagai orang yang berbudi dan menepati janji. Demi Allah, pasti benar benar sebuah kekhilafan yang tak disengaja, jika dia sampai membunuh ayah kami. Dia telah menyesal dan beristighfar kepada Allah atas dosanya. Kami memaafkannya, janganlah menghukumnya wahai Amirul Mukminin !”. “Alhamdulillah !”, ujar Umar. Pemuda terhukum sujud syukur, diikuti Salman Al farisi, dan semua hadirin. 

IBA DAN KASIH SAYANG
“Mengapa kalian tiba tiba berubah fikiran ?”, tanya Umar pada kedua ahli waris korban. Agar jangan sampai ada yang mengatakan bahwa di kalangan kaum Muslimin tidak ada lagi kemaafan, pengampunan, iba hati dan kasih sayang", jawab mereka kompak penuh haru. Subhaanallaah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar