Senin, 01 Mei 2017







                         BAHAYA BAKHIL
                                                     
“ Dan orang orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka ( Anshor ) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barang siapa yang 
   dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung “. (Q.S. Al Hasyr (59) : 9)

Ayat tersebut turun usai Abu Thalkah menjamu tamu Rasulullah s.a.w, dimana saat itu Rasulullah kedatangan tamu padahal beliau ketiadaan makanan, maka Abu Thalkhah segera tanggap menghadapi kesulitan beliau.
Kemudian Abu Thalkah dengan segera mempersilahkan sang tamu singgah ke rumahnya, namun setiba di rumah Abu Thalkhah mendapat penjelasan istrinya bahwa dirumahnya tiada makanan, yang ada hanya persediaan makan untuk anaknya.
Demi menghormat tamu Rasulullah s.a.w. kemudian Abu Thalkhah memerintah istrinya agar segera menidurkan anaknya, kemudian menghidangkan jamuan sambil mematikan lampu, dengan harapan agar Abu Thalkhah bisa berpura pura makan dipiring yang kosong. Karena mulianya sikap Abu Thalkah ini maka keesokan harinya Rasulullah s.a.w. menjumpai Abu Thalkhah sambil bersabda : “Berbahagialah hai Abu Thalkhah berkat engkau menjamu tamu tersebut maka turunlah ayat : “….dan mereka mengutamakan (orang orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.   
           Kemudian dengan berbinar kegirangan berita dari Rasulullah s.a.w. ini segera disampaikan kepada sang istri tercintanya. Bayangkan betapa berharganya lantaran hanya menjamu tamu turun ayat, firman dari Allah Yang Maha Agung..

KISAH SAHABAT
Abu Al Hiyaj bercerita : “Saya melihat seorang syeikh sedang thowaf di Baitullah sambil berdo’a : “Wahai Rabbi jauhkan aku dari kebakhilan !“, dia terus menerus membaca do’a itu dan tidak menambahnya dengan yang lain, kemudian saya mencari informasi tentang maksudnya, ternyata beliau adalah sahabat Abdurrahman bin ‘Auf r.a. Akupun menemui beliau dan bertanya tentang alasan dan maksud beliau membaca do’a tersebut, kemudian beliau membaca firman Allah :
”...Dan barang siapa  yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung “.  (Q.S. Al Hasyr (59) : 9)

BIANG KEBAKHILAN
Siapa sih yang tak suka harta ?, siapa yang tak senang kekayaan ?, namun ukuran kaya bukan pada harta tetapi pada hati, harta melimpah tak mesti memuaskan hati karena ukuran kaya sulit dicari. Bukankah banyak orang kaya tetapi masih merasa kurang, masih merasa miskin, ini pertanda bahwa jiwanya yang miskin !.
Puluhan abad silam Nabi s.a.w. sudah menjelaskan : “ Bukanlah kaya karena banyaknya harta, tetapi karena kayanya hati “.  (H.R. Bukhari Muslim)  
Sikap kurang bersyukur penyebab jiwa jadi miskin, jadi menderita, karena tidak ada puasnya, sehingga menimbulkan sikap tamak atau rakus berketerusan. Ini akibat bila tak memahami makna kaya. Ini penyebab sifat bakhil yang membuatnya kecewa, gundah dan resah, lantaran tak ada puasnya, karena tak memahami hakekat harta sebenarnya !.

BAHAYA BAKHIL
Sifat bakhil tumbuh akibat sikap egois yang berlebihan, sikap ke akuan ( egois ) lebih mengutamakan dirinya dari orang lain, sikap ini akan membuahkan sikap mau enak sendiri, sehingga tidak perduli atau acuh kepada orang lain.
Dengan demikian akan membuat orang sama tidak simpati, bahkan bisa bisa orang sama membenci. Dengan sifat ini akan membuahkan : 1. Kebinasaan (binasa bisnisnya, binasa namanya, binasa hubungannya, binasa masa depannya). 2. Suka berbuat dzalim, karena bakhil lebih mengutamakan kepentingan dirinya. 3. Terputusnya persahabatan. Nabi s.a.w. bersabda : “ Jauhilah oleh kalian sifat bakhil karena sifat itulah yang membinasakan orang sebelum kalian. Sifat bakhil menyuruh mereka berlaku dzalim maka merekapun berlaku dzalim, bakhil menyuruh mereka memutus kekerabatan, merekapun memutusnya “. (H.R. Abu Dawud)

DO’A MALAIKAT
Padahal sekiranya bila tahu bahwa urusan tidak hanya bersifat keduniaan belaka, ada sisi akherat yang harus diimani pula, maka akan menjadikannya berubah arah, karena ternyata ada makhluk lain yakni Malaikat yang selalu berdo’a.
 Abu Hurairah r.a. berkata Nabi s.a.w. bersabda : “ Tiada datang pagi hari yang dilalui hamba Allah, melainkan ada dua malaikat turun, salah satunya berdo’a : “ Ya Allah berilah ganti bagi orang yang berderma. Sedangkan satu Malaikat lagi berdo’a : “ Ya Allah timpakanlah kebangkrutan atas orang yang menahan pemberian ( bakhil ) “. (H.R. Bukhari)        
Disini pentingnya mengenal agama, sehingga tahu hakekat kehidupan dunia yang bersifat sementara. Sehingga faham hakekat harta, tahu cara membelanjakannya, mana harta untuk dirinya dan mana yang harus disedekahkannya.

SANG DERMAWAN
Qais bin Sa’ad bin Ubadah r.a. dikenal sebagai dermawan, suatu hari beliau sakit namun teman temannya tak kunjung menjenguknya. Karena penasaran beliau  mencari informasi tentang keanehan ini, kemudian diperoleh jawaban penyebab ketidak hadliran para kerabatnya, ternyata mereka pada malu datang menjenguk disebabkan masih punya hutang pada Qais. Kemudian Qais berkata : “ Alangkah buruknya harta yang menghalangi seseorang untuk menjenguk saudaranya “. Kemudian Qais memerintah untuk mengumumkan, bahwa siapapun yang memiliki hutang kepadanya maka diikhlaskan, dianggap lunas. Maka pada sore harinya pintu rumahnya kedapatan rusak, karena banyaknya tamu yang datang berkunjung menjenguk Qais.

JIWA SEHAT
Profesor Doctor Zakiyah Darojat dalam bukunya Islam dan kesehatan mental memaparkan, bahwa pengertian sehat menurut W.H.O. ( Badan kesehatan dunia dibawah naungan P.B.B. ) meliputi tiga aspek : sehat jasmani, sehat ruhani dan sehat lingkungan.
Sehat jasmani sudah sama mengetahui, namun ternyata masih ada aspek lagi yang perlu difahami, yakni sehat ruhani. Ternyata sehat jasmani saja tidak cukup memenuhi. Apalah arti sehat jasmani bila tidak dapat mengendalikan diri, sehingga membuat onar disana sini, karena masih suka mendzalimi, ini akibat bila hanya   memperhatikan kesehatan jasmani, tanpa memperdulikan kesehatan ruhani !.              
Bahkan tak cukup hanya sehat jasmani dan ruhani, lingkunganpun harus sehat  sekali. Apalah artinya bila sehat jasmani dan ruhani, bila lingkungan sekitar tidak sehat menyertai, berakibat membuat resah dan tak nyaman dihati.   

BANYAK HARTA TAPI GILA
Betapa nikmat bila hidup berpegang pada tuntunan, karena terasa nikmat dan tenang. Bayangkan bila jauh dari agama, seorang jama’ah berkisah bahwa dia punya kenalan seorang kaya raya, namun sekarang…….hidupnya lumpuh hanya hidup di kursi roda, fikirannya ngelantur tak terarah. Hartanya memang banyak, namun……tak tahu kemana harus dibelanjakan, tumpukan uang bahkan jadi beban. Begini bila hidup tak tahu hakekat harta, sehingga jadi kasihan bagi yang melihatnya. Na’udzu billah min dzaalik.   



KISAH TAULADAN
ANAK PEGULAT MENANTANG RASULULLAH S.A.W.
Selain pernah bergulat dengan Rukanah pegulat unggulan jazirah Arab, Nabi s.a.w. pun pernah berduel juga secara sportif dengan anak Rukanah,  yakni Yazid bin Rukanah.
Ibnu Abbas  r.a. mengisahkan : “Yazid bin Rukanah datang menemui Nabi s.a.w. dengan membawa 300 ekor domba, dia berkata : “Wahai Muhammad apakah engkau mau duel gulat denganku ?“.
Nabi s.a.w. menjawab : “Apa hadiahnya jika aku mengalahkanmu ?“,  “100 domba ini !“, jawabnya. Kemudian keduanya dengan serunya bergulat dan Nabi s.a.w.  tampil sebagai pemenang.
Merasa belum puas, kemudian Yazid kembali menantang Rasulullah s.a.w. untuk kedua kalinya, dia berkata : “Maukah engkau adu gulat (sekali) lagi ?”, Nabi s.a.w. menjawab :  “Apa imbalannya ?“.
Yazid menjawab : “100 domba lainnya“. Keduanya pun bergulat kembali dengan serunya, lagi lagi Nabi s.a.w. tampil sebagai pemenangnya dengan merebahkan tubuh Yazid secara telak ketanah, karena dalam adu gulat memang demikian aturan permainannya.
Bahkan pertandingan sempat dilakukan sampai tiga kali.
Yazid sempat berkata : “Wahai Muhammad, sebelumnya tidak ada yang mampu membuat perutku menempel di tanah kecuali dirimu. Dan tidak ada yang paling aku benci pula selain dirimu. Namun sekarang aku bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Dan engkau adalah utusan Allah !“.
Demikian pengakuan Yazid, yang menunjukkan jiwa kesatriaannya, sebagai seorang olah ragawan yang sportif.
Kemudian Rasulullah s.a.w. secara bijak pula mengembalikan semua domba pemberian Yazid”.
Betapa mengejutkan sikap Rasulullah s.a.w. bagi Yazid, walau Nabi s.a.w. tampil sebagai pemenang namun beliau tidak mau mengambil hadiah yang mestinya menjadi haknya.
Dari kejadian tersebut dapat diambil hikmah bahwa Nabi s.a.w. dalam berdakwah tidak hanya dengan lisan saja, namun juga dengan kekuatan dan ketrampilan dalam bergulat dengan sportif, bahkan Nabi s.a.w. bukan type manusia yang matrialis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar