IMAM MUSLIM PAKAR HADITS
“Dan taatilah Allah dan rasul,
supaya kamu diberi rahmat”. (Q.S. Ali Imran (3) : 132)
Ketika
membaca hadits, sadarkah bahwa betapa rumitnya bagaimana si Imam pencatat
hadits membukukannya, ternyata tidak mudah untuk mencatatnya, karena harus
menelusuri siapa saja yang menyampaikan hadits dari Rasulullah s.a.w. agar
hadits yang dicatat benar dan asli dari Rasulullah s.a.w.. Bahkan sampai menempuh perjalanan jauh guna menemui sumber pembawa
berita hadits, demi kebenaran hadits yang diterimanya untuk dibukukannya.
Demikian rumitnya para imam
pencatat (membukukan) hadits. Sehingga
memerlukan waktu, tenaga dan ketelitian cukup lama. Karena takut tercampur dengan hadits palsu yang timbul saat itu.
NAMA DAN KELAHIRAN
Nama lengkap Imam
Abul Husain Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al
Qusyairi an Naisaburi. Dilahirkan di Naisabur pada 202 H (817 M). Naisabur
sekarang termasuk wilayah Rusia, sekitar Sungai Jihun, Uzbekistan, Asia Tengah. Di masa dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan
perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Naisabur, juga Bukhara (kota
kelahiran Imam Bukhari) merupakan pusat ilmu dan peradaban
di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.
MENDALAMI ILMU HADITS
Sejak muda mendalami ilmu hadits, ketika berusia 10 tahun berguru pada seorang ahli hadits Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian mulai menghafal hadits Nabi s.a.w. dan berani mengoreksi kesalahan gurunya yang salah menyebutkan riwayat
hadits. Juga berguru kepada banyak ulama di berbagai
tempat dan negara. Juga mencari silsilah
dan urutan hadits yang benar, sehingga perjalanan yang ditempuh sampai ke Hijaz, Irak,
Syam, Mesir dan negara lainnya.
BERGURU PADA IMAM BUKHARI
Kota Baghdad berkali kali dikunjungi untuk belajar kepada para
ulama ahli hadits. Kunjungan terakhir dilakukan pada 259 H. Ketika Imam Bukhari ke Naisabur, Imam Muslim
sering mendatangi guna bertukar pikiran dan berguru padanya.
MENCATAT RIBUAN HADITS
Menurut Muhammad
Ajaj Al Khatib, guru besar hadits Universitas Damaskus, Syria, hadits yang
tercantum dalam Shahih Muslim berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila
dengan pengulangan berjumlah sekitar 10.000 hadits. Menurut Imam Al Khuli, ulama besar Mesir, hadits yang terdapat
dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan,
jika dengan pengulangan 7.275. Hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim diambil
dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring
hadits hadits tersebut, Imam Muslim
membutuhkan waktu 15 tahun.
METHODE PENCATATAN
Agar bisa dilihat secara urut sumber
yang menyampaikan, imam Muslim menggunakan
metode penerimaan riwayat seperti : Haddastani (menyampaikan kepada saya),
haddastana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengkhabarkan kepada kami))
dan qaala (ia berkata).
ANTARA SEJARAH DAN ILMU HADITS
Bila dalam ilmu sejarah dalam penulisan berdasar pada manuskrip / temuan
benda purbakala. Beda dengan ilmu hadits, ilmu hadits dalam menulis atau
meriwayatkan : perbuatan, sabda dan taqrir Nabi, berdasar langsung pada sumber yang
menyampaikan, misalnya : Haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan
kepada kami), akhabarana (mengabarkan kepada kami)) dan qaala (ia berkata).
Jadi hadits
disampaikan secara bersambung (secara tertulis), uniknya masing perawi ada
catatan tentang kwalitas dirinya yang dimilki para ahli hadits. Dengan
mengetahui kwalitas sang perawi akan bisa ditentukan kwalitas hadits.
TERBAIK SETELAH IMAM BUKHARI
Imam Muslim merupakan orang kedua terbaik dalam ilmu hadits (sanad, matan, kritik dan
seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar benar ahli di bidang hadits hanya empat orang, salah satunya Imam Muslim”, komentar ulama besar Abu Quraisy Al
Hafidz.
MENGIKUTI JEJAK IMAM BUKHARI
Dalam ilmu hadits imam Muslim setara dengan gurunya, Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail al Bukhary al Ju’fy (Imam
Bukhari). Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat
berperan dalam dunia Islam.
Karya besarnya
al Musnad ash Shahih, atau al Jami’ ash Shahih, menempati urutan kedua setelah
Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam.
MENGHORMATI GURUNYA
Imam Muslim
dalam berguru kepada Imam Bukhari cukup lama, beliau sangat hormat kepada imam Bukhari : “Biarkan
aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits”, pintanya
ketika dalam sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Begitu hormatnya imam Muslim terhadap gurunya.
PENGEMBARAAN MENELUSURI HADITS
Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits (tahun
220 H), Perjalanan lebih serius dilakukan tahun 230 H. Perjalanan dilakukan
sampai ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir.
RAMAH DAN SANTUN
Imam Muslim dikenal
sangat ramah, sebagaimana disebut oleh Adz Dzahabi dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim menegaskan : “Muslim
adalah tsaqqat, agung derajatnya, merupakan salah seorang pemuka
(Imam).” Senada pula diungkapkan ahli
hadits dan fuqaha’ besar Imam An Nawawi : “Para
ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan
kepeloporannya dalam dunia hadits”.
IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM
Antara imam Bukhari dan imam Muslim memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits Bukhari
dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun kedua kitab hadits tersebut
mendapatkan gelar sebagai as Shahihain (dua yang shohih).
KARYANYA
Karya
tulisnya sekitar 21 judul, yang
monumental adalah Al Musnad as Shahih, al Mukhtashar minas Sunan.
WAFAT
Imam Muslim wafat
pada Ahad sore 24 Rajab 261 H.
Ya Allah terimalah
amalnya dan ampuni dosa dosanya. Amiin
KISAH
TAULADAN
MARIAM AL
IJLIYA
MUSLIMAH PENCIPTA ASTROLAB
Dulu sebelum G.P.S. (Global
Positioning System) ditemukan, untuk menentukan arah, lokasi, waktu, ketinggian
suatu benda antara dua tempat berbeda,
mengetahui posisi bulan pada zodiak tertentu, serta mengetahui arah timur dan
barat, memakai instrumen astrolab, juga bisa dipakai menentukan posisi matahari
dan planet, sehingga digunakan di bidang astronomi, astrologi dan horoskop.
Dalam Islam astrolab sangat membantu dalam menentukan waktu shalat dan membantu
menemukan arah ke Mekah (kiblat).
Para pelaut zaman dulu juga menggunakan
astrolab untuk menentukan arah. Astrolab diperkenalkan ke dunia Islam pada
pertengahan abad kedelapan. Risalah Arab tentang astrolab diterbitkan pada abad
kesembilan.
Mariam al Ijliya, salah satu penemu astrolab yang tercatat sebagai salah satu anak didik Bitolus, pembuat astrolab terkenal dari Bagdad, Irak. Ayah Mariam adalah murid Bitolus, kemudian mengajak putrinya bekerja di tempat ayahnya bekerja di istana Sayf al Dawla di Aleppo, yang memerintah dari 944-967.
Mariam al Ijliya, salah satu penemu astrolab yang tercatat sebagai salah satu anak didik Bitolus, pembuat astrolab terkenal dari Bagdad, Irak. Ayah Mariam adalah murid Bitolus, kemudian mengajak putrinya bekerja di tempat ayahnya bekerja di istana Sayf al Dawla di Aleppo, yang memerintah dari 944-967.
Menurut Prof. Saleem Al Husaini
yang dikutip dari Arab Times, Mariam adalah muslimah pertama
pembuat cikal alat transportasi dan komunikasi dunia modern. Sayang, nama
Mariam terlupakan dalam sejarah, karena
sedikitnya catatan tentang Mariam. Mariam Al Ijliya satu satunya
muslimah pembuat alat penunjuk arah. Al Mirbaiti berpendapat al Ijliya dianggaop
terhormat seperti halnya Ibn Haytham, Ibn Sina,
dan sederet nama ilmuwan Muslim lainnya.
Karena sedikitnya catatan tentang
al Ijliya dalam sejarah astronomi, sehingga tidak jelas data tentang Mariam.
Keluarga ayahnya kemungkinan besar berasal dari Nejd, sebuah wilayah di Arab
Saudi tengah.
Tulisan Kathleen Crowther,
pengajar di University of Oklahoma, menyebutkan Mariam digambarkan sebagai
gadis tangguh di zamannya.