Minggu, 29 Oktober 2017


                                         
                          IMAM MUSLIM PAKAR HADITS

“Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (Q.S. Ali Imran (3) : 132)

Ketika membaca hadits, sadarkah bahwa betapa rumitnya bagaimana si Imam pencatat hadits membukukannya, ternyata tidak mudah untuk mencatatnya, karena harus menelusuri siapa saja yang menyampaikan hadits dari Rasulullah s.a.w. agar hadits yang dicatat benar dan asli dari Rasulullah s.a.w.. Bahkan sampai menempuh perjalanan jauh guna menemui sumber pembawa berita hadits, demi kebenaran hadits yang diterimanya untuk dibukukannya.
Demikian rumitnya para imam pencatat (membukukan) hadits.  Sehingga memerlukan waktu, tenaga dan ketelitian cukup lama. Karena takut tercampur dengan hadits palsu yang timbul saat itu.

NAMA DAN KELAHIRAN
Nama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Dilahirkan di Naisabur pada 202 H (817 M). Naisabur sekarang termasuk wilayah Rusia, sekitar Sungai Jihun, Uzbekistan, Asia Tengah. Di masa dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) merupakan pusat ilmu dan peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.

MENDALAMI ILMU HADITS
Sejak muda mendalami ilmu hadits, ketika berusia 10 tahun berguru pada seorang ahli hadits Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian mulai menghafal hadits Nabi s.a.w. dan berani mengoreksi kesalahan gurunya yang salah menyebutkan riwayat hadits. Juga berguru kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Juga mencari silsilah dan urutan hadits yang benar, sehingga perjalanan yang ditempuh sampai ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara lainnya.

BERGURU PADA IMAM BUKHARI
Kota Baghdad berkali kali dikunjungi untuk belajar kepada para  ulama ahli hadits. Kunjungan terakhir dilakukan pada 259 H. Ketika Imam Bukhari ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatangi guna bertukar pikiran dan berguru padanya.

MENCATAT RIBUAN HADITS
Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam Shahih Muslim berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dengan pengulangan berjumlah sekitar 10.000 hadits. Menurut Imam Al Khuli, ulama besar Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, jika dengan pengulangan 7.275. Hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.

METHODE PENCATATAN  
Agar bisa dilihat secara urut sumber yang menyampaikan,  imam Muslim menggunakan metode penerimaan riwayat seperti : Haddastani (menyampaikan kepada saya), haddastana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengkhabarkan kepada kami)) dan qaala (ia berkata).

ANTARA SEJARAH DAN ILMU HADITS
Bila dalam ilmu sejarah dalam penulisan berdasar pada manuskrip / temuan benda purbakala. Beda dengan ilmu hadits, ilmu hadits dalam menulis atau meriwayatkan : perbuatan, sabda dan taqrir Nabi, berdasar langsung pada sumber yang menyampaikan, misalnya : Haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhabarana (mengabarkan kepada kami)) dan qaala (ia berkata).
Jadi hadits disampaikan secara bersambung (secara tertulis), uniknya masing perawi ada catatan tentang kwalitas dirinya yang dimilki para ahli hadits. Dengan mengetahui kwalitas sang perawi akan bisa ditentukan kwalitas hadits.      

TERBAIK SETELAH IMAM BUKHARI 
Imam Muslim merupakan orang kedua terbaik dalam ilmu hadits (sanad, matan, kritik dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar benar ahli di bidang hadits hanya empat orang, salah satunya Imam Muslim”, komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafidz.

MENGIKUTI JEJAK IMAM BUKHARI
Dalam ilmu hadits imam Muslim setara dengan gurunya, Abu Abdillah
 Muhammad bin Ismail al Bukhary al Ju’fy (Imam Bukhari). Dua kitab hadits shahih karya Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam dunia Islam.
Karya besarnya al Musnad ash Shahih, atau al Jami’ ash Shahih, menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam.

MENGHORMATI GURUNYA
Imam Muslim dalam berguru kepada Imam Bukhari cukup lama, beliau  sangat hormat kepada imam Bukhari : “Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits”, pintanya ketika dalam sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim. Begitu hormatnya imam Muslim terhadap gurunya.

PENGEMBARAAN MENELUSURI HADITS
Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits (tahun 220 H), Perjalanan lebih serius dilakukan tahun 230 H. Perjalanan dilakukan sampai  ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir.

RAMAH DAN SANTUN
Imam Muslim dikenal sangat ramah, sebagaimana disebut oleh Adz Dzahabi dengan sebutan muhsin dari Naisabur. Maslamah bin Qasim menegaskan : “Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya, merupakan salah seorang pemuka (Imam).” Senada pula diungkapkan ahli hadits dan fuqaha’ besar Imam An Nawawi : “Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits”.

IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM
Antara imam Bukhari dan imam Muslim memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as Shahihain (dua yang shohih).

KARYANYA    
Karya tulisnya sekitar 21 judul,  yang monumental adalah Al Musnad as Shahih, al Mukhtashar minas Sunan.

WAFAT
Imam Muslim wafat pada Ahad sore 24 Rajab 261 H.
Ya Allah terimalah amalnya dan ampuni dosa dosanya. Amiin


KISAH TAULADAN

                               MARIAM AL IJLIYA MUSLIMAH PENCIPTA  ASTROLAB

Dulu sebelum G.P.S. (Global Positioning System) ditemukan, untuk menentukan arah, lokasi, waktu, ketinggian suatu benda antara dua tempat  berbeda, mengetahui posisi bulan pada zodiak tertentu, serta mengetahui arah timur dan barat, memakai instrumen astrolab, juga bisa dipakai menentukan posisi matahari dan planet, sehingga digunakan di bidang astronomi, astrologi dan horoskop. Dalam Islam astrolab sangat membantu dalam menentukan waktu shalat dan membantu menemukan arah ke Mekah (kiblat). 
Para pelaut zaman dulu juga menggunakan astrolab untuk menentukan arah. Astrolab diperkenalkan ke dunia Islam pada pertengahan abad kedelapan. Risalah Arab tentang astrolab diterbitkan pada abad kesembilan. 
Mariam al Ijliya, salah satu penemu astrolab yang tercatat sebagai salah satu anak didik Bitolus, pembuat astrolab terkenal dari Bagdad, Irak. Ayah Mariam adalah murid Bitolus, kemudian mengajak putrinya bekerja di tempat ayahnya bekerja
di istana Sayf al Dawla di Aleppo, yang memerintah dari 944-967. 
Menurut Prof. Saleem Al Husaini yang dikutip dari  Arab Times, Mariam adalah muslimah pertama pembuat cikal alat transportasi dan komunikasi dunia modern. Sayang, nama Mariam terlupakan dalam sejarah, karena  sedikitnya catatan tentang Mariam. Mariam Al Ijliya satu satunya muslimah pembuat alat penunjuk arah. Al Mirbaiti berpendapat al Ijliya  dianggaop terhormat seperti halnya Ibn Haytham, Ibn Sina, dan sederet nama ilmuwan Muslim lainnya.
Karena sedikitnya catatan tentang al Ijliya dalam sejarah astronomi, sehingga tidak jelas data tentang Mariam. Keluarga ayahnya kemungkinan besar berasal dari Nejd, sebuah wilayah di Arab Saudi tengah. 

Tulisan Kathleen Crowther, pengajar di University of Oklahoma, menyebutkan Mariam digambarkan sebagai gadis tangguh di zamannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar