Senin, 16 Oktober 2017



SEJARAH KALENDER HIJRIYAH

“Dia lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan Nya manzilah  manzilah(tempat tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan   perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda tanda (kebesaran Nya) kepada orang orang yang mengetahui”. (Q.S. Yunus (10) : 5)
                   
Atas ke Murahan, ke Besaran, ke Kuasaan dan ke Kehendak Nya, maka diaturlah matahari sebagai pusat enegi sehingga matahari bersinar dengan kuatnya, dengan kekuatan sinarnya dapat menerangi bulan, sehingga bulan bersinar.
Demikian cermatnya firman Allah, sehingga dengan perbedaan kedua sifat benda langit tersebut istilahnya jadi berbeda : matahari bersinar dan bulan bercahaya.
Atas ke Kuasaan Nya ditetapkan pula tempatnya, sehingga tetap dan teratur peredarannya, sehingga mempermudah manusia untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Dari fenomena fenomena tersebut jelas nampak akan tanda tanda ke Besaran dan ke Kuasaan Nya.

KALENDER BULAN DAN MATAHARI
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab sudah dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (Qomariyah) dan Matahari (Syamsiyah).

BERDASAR KEJADIAN
Penomoran tahun juga belum dikenal, sehingga sebutan tahun hanya berdasar peristiwa penting yang terjadi. Tahun ketika Muhammad lahir, dikenal dengan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu terjadi penyerbuan Ka'bah oleh pasukan gajah yang dipimpin Abrahah (Gubernur Yaman)

KESULITAN
Berawal dari surat surat tak bertanggal yang diterima Abu Musa Al Asy‘ari r.a. (gubernur Basrah), kemudian Abu Musa berkirim surat kepada Khalifah : “Telah sampai kepada kami surat surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tahu apa yang harus kami perbuat terhadap surat itu, kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban, kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini atau tahun kemarin ? ”.
Karena kejadian ini Umar bin Khaththab mengajak para sahabat musyawarah menentukan kalender sebagai acuan kaum Muslimin.

MUSYAWARAH MENETAPKAN  AWAL TAHUN
Dalam musyawarah ada beberapa pendapat : 1. Penanggalan dimulai dari tahun diutusnya Nabi s.a.w. 2. Penanggalan berdasar wafatnya Nabi 3. Dimulai dari hijrahnya Nabi s.a.w., usul ini disampaikan Ali bin Abi Thalib r.a..
Ternyata Umar abin Khatab r.a. menyetujui pendapat Ali sambil berkata : ”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil jadikan dia sebagai patokan penanggalan”.

BERDASAR PEREDARAN BULAN
Kalender Hijriyah berpatokan pada peredaran “bulan“, maka pergantian waktu dimulai saat terbenamnya matahari. Beda dengan kalender masehi, pergantian hari dan tanggal dimulai pada pukul 00.00. dini hari.
Sistem penanggalan Islam (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad s.a.w. Di barat kalender Islam biasa ditulis dengan A.H dari bahasa latin Anno Hegirae (tahun hijrah).
“Peristiwa hijrah bertepatan dengan 15 Juli 622 Masehi. Jadi penanggalan Islam atau Hijriah (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari Kamis 15 Juli 622 M “.
Penanggalan hijriah tidak langsung diberlakukan saat hijrahnya Nabi. Kalender baru diperkenalkan 17 tahun (dalam perhitungan tahun masehi) setelah peristiwa hijrah oleh khalifah Umar bin Khatab.            

MENENTUKAN AWAL BULAN    
Dalam menentukan awal bulan sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram. “Sebaiknya dimulai bulan Muharam, karena pada bulan itu orang usai melakukan ibadah haji”, para sahabat menyetujui.

NAMA HARI DAN BULAN
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari dalam sebulan dengan urutan sbb : 1. Al Ahad (Minggu), 2. Al Itsnayn (Senin). 3. Ats Tsalaatsa' (Selasa). 4. Al Arbaa-a / Ar Raabi' (Rabu). 5. Al Khamsah (Kamis). 6. Al Jumu'ah (Jumat). 7. As Sabt (Sabtu).
Dalam setahun terdiri  dari 12 bulan :    
      1. Muharram       :  suro                    7.  Rajab         :  rejeb
      2. Safar                :  sapar                 8.  Sya’ban        :   ruwah
      3. Rabiul awal     :  Mulud                 9.  Ramadlan       :   poso
      4. Rabiul akhir    :  bakdo mulud    10.  Syawal        :  sawal
      5. Jumadil awal  :  jumadil awal     11.  Dzulqaidah     dulkaidah
      6. Jumadil akhir  :  jumadil akir       12.  Dzulhijjah       :  Besar 

KALENDER HIJRIYAH DIBERLAKUKAN
Petetapan tahun 1 Hijriah terjadi 6 tahun setelah wafatnya Nabi s.a.w. Pada tahun 638 M (17 H) Khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal penanggalan Islam, bertepatan dengan hijrahnya Nabi Muhammad. 

KEPERCAYAAN FATAL
Karena kurangnya memahami tuntunan agama dan lemahnya  keimanan, sehingga bulan Muharram  atau bulan suro (dalam penanggalan jawa, dari kata ‘asyuro) dianggap sakral dan ditakuti !.
Saking takutnya sampai sampai tidak berani mengadakan acara pernikahan, pindah rumah, menghitan dan sebagainya.

PERISTIWA PENTING
Padahal di bulan ini justu terjadi peristiwa bersejarah yang dialami para Nabi. Bukankah Nabi Ibrahim keluar dengan selamat dari tungku pembakaran raja Namrud. Nabi Yunus keluar dari perut ikan paus. Nabi Musa selamat dengan menyeberangi laut Merah dari kejaran Fir’aun.

KEPERCAYAAN MENYESATKAN
Dari kenyataan yang sangat bertentangan ini, jelas ada penyimpangan yang sengaja dillakukan, sehingga banyak yang pada percaya dan meyakini akan kejelekan bulan ini !. Dengan kepercayaan yang sarat berbau ketahayyulan, ini jelas telah terperangkap kedalam perangkap setan, sebagaimana firman Nya : 
“iblis berkata : "Ya Tuhanku oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”. (Q.S. Al Hijr (15) : 39). Na’udzu billaahi min dzaalik.


KISAH TAULADAN

AKIBAT BERBURUK SANGKA

Gerak gerik lelaki dan perempuan yang duduk berduaan di tepian Sungai Dajlah memang mencurigakan sekali. Hangat berbincang … akrab bercanda … mesra bahasa tubuhnya. Yang lebih mencurigakan di dekatnya teronggok sebuah botol tembikar yang biasa dipakai untuk wadah khamr.
Maka Imam para ‘ulama di zamannya, Hasan Al Bashri, menggumam dalam hati ketika berjalan melewati pasangan ini, “Betapa buruk akhlaqnya dan alangkah baiknya jika si lelaki seperti diriku ini”.
Ketika sebuah perahu penyeberangan yang di dekat mereka terbalik. Tujuh penumpangnya berteriak menggapai gapai tersapu arus deras. Lelaki yang sedang berduaan dengan sigap meloncat ke dalam sungai. Dengan cekatan berenang, dua demi dua penumpang berhasil ditarik ke tepi. Tinggal satu yang lepas terhanyut, sang penolong kelelahan untuk mengejarnya ke dalam pusaran.
Begitu naik ke darat, dia mendekati Hasan Al Bashri : “Aku tahu tuan tadi menganggapku seorang yang buruk ”, ujarnya. “Jika Tuan memang lebih baik dariku, coba selamatkan seorang yang gagal kutolong itu !”.
Sang Imam menggeleng malu, merasa tak mampu. “Tuan hanya diminta menyelamatkan satu. Aku sudah menolong 6 orang bukan ?”. Beliau mengangguk dan minta maaf.
“Tuan ketahuilah, yang duduk bersamaku tadi adalah Ibuku, dan botol yang tuan lihat itu sebenarnya hanya berisi air, bukan minuman memabukkan !”. Air mata meleleh bersama ketertegunan sekaligus sesal mendalam Imam Hasan Al Bashri.
“Jika demikian”, ujar beliau, “Sebagaimana telah kau selamatkan 6 orang tadi dari bahaya tenggelam, maka selamatkan aku dari tenggelam dalam ke’ujuban dan ketakabburan”.  “Aamiin”, ujar si pemuda : “Semoga Allah selalu memberikan taufiq Nya kepadamu”.
Sejak saat itu Imam Hasan Al Bashri dikenal dengan ungkapannya yang masyhur : “Seorang zuhud adalah insan yang setiap kali berjumpa dengan sesama, dia berkata kepada dirinya : “Orang ini lebih baik dari saya !”.    
Masyaa Allaah demikian indah dan mulianya bila seseorang menganggap dirinya lemah dan hina, sehingga terlepas dari sikap takabbur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar