SEJARAH KALENDER HIJRIYAH
“Dia lah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan Nya manzilah manzilah(tempat tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda tanda (kebesaran Nya) kepada orang orang
yang mengetahui”. (Q.S. Yunus (10) : 5)
Atas ke Murahan, ke Besaran, ke
Kuasaan dan ke Kehendak Nya, maka diaturlah matahari sebagai pusat enegi
sehingga matahari bersinar dengan kuatnya, dengan kekuatan sinarnya
dapat menerangi bulan, sehingga bulan bersinar.
Demikian cermatnya firman Allah,
sehingga dengan perbedaan kedua sifat benda langit tersebut istilahnya jadi
berbeda : matahari bersinar dan bulan bercahaya.
Atas ke Kuasaan Nya ditetapkan
pula tempatnya, sehingga tetap dan teratur peredarannya, sehingga mempermudah
manusia untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).
Dari fenomena fenomena tersebut
jelas nampak akan tanda tanda ke Besaran dan ke Kuasaan Nya.
KALENDER BULAN DAN MATAHARI
Sebelum datangnya
Islam, di tanah Arab sudah dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (Qomariyah) dan Matahari (Syamsiyah).
BERDASAR KEJADIAN
Penomoran tahun
juga belum dikenal, sehingga sebutan tahun hanya berdasar peristiwa penting yang
terjadi. Tahun ketika Muhammad lahir, dikenal
dengan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu terjadi penyerbuan Ka'bah
oleh pasukan gajah yang dipimpin Abrahah (Gubernur Yaman)
KESULITAN
Berawal dari surat surat tak bertanggal yang diterima Abu Musa
Al Asy‘ari r.a. (gubernur Basrah), kemudian Abu Musa berkirim surat kepada
Khalifah : “Telah sampai kepada kami surat surat dari Amirul Mukminin, namun
kami tidak tahu apa yang harus kami perbuat terhadap surat itu, kami telah
membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban, kami tidak tahu apakah
Sya’ban tahun ini atau tahun kemarin ? ”.
Karena kejadian ini Umar bin Khaththab
mengajak para sahabat musyawarah
menentukan kalender sebagai acuan kaum Muslimin.
MUSYAWARAH MENETAPKAN AWAL TAHUN
Dalam
musyawarah ada beberapa pendapat : 1. Penanggalan dimulai dari tahun diutusnya
Nabi s.a.w. 2. Penanggalan berdasar wafatnya Nabi 3. Dimulai dari hijrahnya
Nabi s.a.w., usul ini disampaikan Ali bin Abi Thalib r.a..
Ternyata
Umar abin
Khatab r.a. menyetujui pendapat Ali sambil berkata : ”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara
yang benar dan yang batil jadikan dia sebagai patokan penanggalan”.
BERDASAR
PEREDARAN BULAN
Kalender Hijriyah berpatokan pada peredaran “bulan“, maka pergantian waktu
dimulai saat terbenamnya matahari. Beda dengan kalender masehi, pergantian hari
dan tanggal dimulai pada pukul 00.00. dini hari.
Sistem penanggalan
Islam (1 Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad
s.a.w. Di barat kalender Islam biasa ditulis dengan A.H dari bahasa latin Anno Hegirae (tahun hijrah).
“Peristiwa hijrah bertepatan
dengan 15 Juli 622 Masehi.
Jadi penanggalan Islam atau Hijriah (1
Muharram 1 Hijriah) dihitung sejak terbenamnya Matahari pada hari Kamis 15 Juli
622 M “.
Penanggalan hijriah tidak
langsung diberlakukan saat hijrahnya Nabi. Kalender baru diperkenalkan 17
tahun (dalam perhitungan tahun masehi) setelah peristiwa hijrah oleh khalifah Umar
bin Khatab.
MENENTUKAN
AWAL BULAN
Dalam menentukan awal bulan sahabat Umar bin Khatab dan Ustman
bin Affan mengusulkan bulan Muharram. “Sebaiknya dimulai bulan Muharam, karena
pada bulan itu orang usai melakukan ibadah haji”, para sahabat menyetujui.
NAMA HARI DAN BULAN
Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari
dalam sebulan dengan urutan sbb : 1.
Al Ahad (Minggu), 2. Al Itsnayn (Senin). 3. Ats Tsalaatsa'
(Selasa).
4. Al Arbaa-a / Ar Raabi' (Rabu). 5. Al Khamsah (Kamis). 6. Al Jumu'ah (Jumat). 7. As Sabt (Sabtu).
Dalam
setahun terdiri dari 12 bulan :
1. Muharram : suro 7. Rajab : rejeb
2. Safar : sapar 8. Sya’ban : ruwah
3. Rabiul awal : Mulud 9. Ramadlan : poso
4. Rabiul akhir : bakdo mulud
10. Syawal : sawal
5. Jumadil awal : jumadil awal 11. Dzulqaidah : dulkaidah
6. Jumadil akhir : jumadil akir 12. Dzulhijjah : Besar
KALENDER HIJRIYAH DIBERLAKUKAN
Petetapan tahun 1 Hijriah terjadi 6 tahun setelah wafatnya Nabi s.a.w. Pada tahun 638 M (17 H) Khalifah Umar bin
Khatab menetapkan awal penanggalan Islam, bertepatan dengan
hijrahnya Nabi Muhammad.
KEPERCAYAAN FATAL
Karena kurangnya
memahami tuntunan agama dan lemahnya
keimanan, sehingga bulan Muharram atau bulan suro (dalam penanggalan
jawa, dari kata ‘asyuro) dianggap sakral dan ditakuti !.
Saking takutnya sampai sampai tidak berani mengadakan acara pernikahan,
pindah rumah, menghitan dan sebagainya.
PERISTIWA PENTING
Padahal di bulan ini justu terjadi peristiwa bersejarah yang
dialami para Nabi. Bukankah Nabi Ibrahim keluar dengan selamat dari
tungku pembakaran raja Namrud. Nabi Yunus keluar dari perut ikan
paus. Nabi Musa selamat dengan menyeberangi laut Merah dari
kejaran Fir’aun.
KEPERCAYAAN
MENYESATKAN
Dari kenyataan yang
sangat bertentangan ini, jelas ada penyimpangan yang sengaja dillakukan,
sehingga banyak yang pada percaya dan meyakini akan kejelekan bulan ini !.
Dengan kepercayaan yang sarat berbau ketahayyulan, ini jelas telah terperangkap
kedalam perangkap setan, sebagaimana firman Nya :
“iblis berkata : "Ya Tuhanku
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya”. (Q.S. Al Hijr (15) : 39). Na’udzu billaahi min dzaalik.
KISAH TAULADAN
AKIBAT BERBURUK SANGKA
Gerak gerik lelaki dan
perempuan yang duduk berduaan di tepian Sungai Dajlah memang mencurigakan
sekali. Hangat berbincang … akrab bercanda … mesra bahasa tubuhnya. Yang lebih
mencurigakan di dekatnya teronggok sebuah botol tembikar yang biasa dipakai
untuk wadah khamr.
Maka Imam para ‘ulama di
zamannya, Hasan Al Bashri, menggumam dalam hati ketika berjalan melewati
pasangan ini, “Betapa buruk akhlaqnya dan alangkah baiknya jika si lelaki
seperti diriku ini”.
Ketika sebuah perahu
penyeberangan yang di dekat mereka terbalik. Tujuh penumpangnya
berteriak menggapai gapai
tersapu arus deras. Lelaki
yang sedang berduaan dengan sigap meloncat ke dalam sungai.
Dengan
cekatan berenang, dua demi dua penumpang berhasil ditarik ke tepi. Tinggal satu
yang lepas terhanyut,
sang penolong kelelahan untuk mengejarnya ke dalam pusaran.
Begitu naik ke darat, dia
mendekati Hasan Al Bashri : “Aku
tahu tuan
tadi menganggapku seorang yang buruk ”, ujarnya. “Jika Tuan memang lebih baik
dariku, coba selamatkan seorang yang gagal kutolong itu !”.
Sang Imam menggeleng malu,
merasa tak mampu. “Tuan
hanya diminta menyelamatkan satu.
Aku sudah menolong 6 orang bukan ?”. Beliau mengangguk dan
minta maaf.
“Tuan ketahuilah, yang duduk
bersamaku tadi adalah Ibuku,
dan
botol yang tuan
lihat itu sebenarnya hanya berisi air, bukan minuman memabukkan
!”. Air mata meleleh
bersama ketertegunan sekaligus sesal mendalam Imam Hasan Al Bashri.
“Jika demikian”, ujar beliau,
“Sebagaimana telah kau selamatkan 6 orang tadi dari bahaya tenggelam, maka
selamatkan aku dari tenggelam dalam ke’ujuban dan ketakabburan”. “Aamiin”, ujar si pemuda : “Semoga Allah selalu
memberikan taufiq Nya
kepadamu”.
Sejak saat itu Imam Hasan Al
Bashri dikenal dengan ungkapannya yang masyhur : “Seorang zuhud adalah insan
yang setiap kali berjumpa dengan sesama, dia berkata kepada dirinya : “Orang ini
lebih baik dari saya !”.
Masyaa Allaah demikian indah dan mulianya bila
seseorang menganggap dirinya lemah dan hina, sehingga terlepas dari sikap
takabbur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar