Selasa, 13 Oktober 2015


KETAKHAYYULAN DI BULAN SURO

Dan apabila dikatakan kepada mereka : " Ikutilah apa yang diturunkan Allah", mereka menjawab : " (Tidak) tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak bapak kami mengerjakannya ". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala nyala (neraka) ? “. ( Q.S. Luqman 21 )

Sura adalah bulan pertama dalam kalender Jawa, merupakan tahun baru penanggalan Jawa. Bagi penganut tradisi Jawa ( kejawen )  bulan Suro merupakan bulan sakral. Berikut kami nukilkan kepercayaan jawa berkenaan dengan bulan suro, sebagai tambahan pengetahuan, agar bisa mengetahui pola fikir mereka, dan ......agar tidak terjebak kedalamnya !.

MAKNA BULAN SURO VERSI JAWA
“ Tradisi dan kepercayaan Jawa melihat bulan Sura sebagai bulan sakral. Bagi yang memiliki indera keenam (batin) sepanjang bulan Sura aura mistis dari alam gaib begitu kental melebihi bulan bulan lainnya.

KESADARAN MAKROKOSMOS
Tuhan menciptakan kehidupan alam semesta mencakup dimensi fisik (wadag) dan metafisik (gaib). Interaksi keduanya saling mengisi mewujudkan keselarasan dan keharmonisan alam semesta sebagai upaya rasa syukur akan karunia dari Tuhan.

MENJAGA KELESTARIAN DAN KESEIMBANGAN ALAM
Berdasar 2 dimensi itu, tradisi Jawa memiliki prinsip  pentingnya menjaga keseimbangan dan kelestarian alam semesta. Menjaga kelestarian alam merupakan perwujudan syukur tertinggi umat manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tradisi Jawa walau dianggap klenik sekalipun “, prinsip percaya kepada Tuhan yang maha esa. Dalam berdoa / mantra selalu diikuti kalimat :  saka kersaning Gusti, saka kersaning Allah “. Prinsip tersebut prinsip ” jauh dari kemusrikan.

SEBAGAI BENTUK KEIMANAN
Lingkungan alam tidak hanya yang tampak, tetapi juga yang gaib. Pemahaman terhadap yang gaib, dianggap  sebagai bentuk “ keimanan “ (percaya) kepada yang gaib.

MISTERI BULAN SURO
Sura adalah bulan baru dalam tradisi penanggalan Jawa,  juga bulan baru yang berlaku di jagad gaib. Alam gaib adalah : jagad makhluk halus, jin, setan, siluman, binatang gaib, serta jagad leluhur, alam arwah dan bidadari. Dalam berinteraksi antara jagad leluhur, jagad mahluk dan jagad manusia, selalu menggunakan penghitungan waktu penanggalan Jawa. Malam Jum’at Kliwon sebagai malam suci paling agung yang digunakan “ para leluhur turun ke bumi ”untuk njangkung dan njampangi (membimbing) anak turunnya yang menghargai dan menjaga hubungan dengan leluhurnya.
Bulan Sura bulan paling sakral bagi jagad makhluk halus. Mereka mendapat “dispensasi” melakukan seleksi alam. Bagi siapapun yang hidupnya tidak eling dan waspada terkena dampaknya. Dalam siklus waktu tertentu terdapat bulan Sura yang bernama Sura Duraka Terjadi Tundan dhemit di mana terjadi “ dedemit mencari korban ” para manusia yang tidak eling dan waspadha,  biasanya ditandai  banyak sekali musibah dan bencana melanda jagad manusia.

RITUAL DI BULAN SURA
1. Siraman malam 1 Sura, mandi menggunakan campuran kembang setaman. Sebagai bentuk sembah raga  mensucikan badan. Dengan mengguyur sekujur badan sebanyak 7 kali ( pitu ), agar Tuhan memberikan pitulungan ( pertolongan). Atau 11 kali ( sewelas ), agar Tuhan memberikan kawelasan ( belas kasih). Atau 17 kali ( pitulas ) agar Tuhan memberikan pitulungan dan kawelasan.
2. Tapa Mbisu (membisu), tirakat sepanjang bulan Sura bersikap mengontrol ucapan yang baik saja, sebab dalam bulan Sura doa doa lebih mudah terwujud.
3. Ziarah ke makam para leluhur, selain mendoakan, ziarah sebagai sikap konkrit generasi penerus menghormati para leluhurnya.
4. Menyiapkan bunga setaman dalam wadah berisi air. Diletakkan di rumah, untuk menghargai leluhur yang njangkung dan njampangi anak turun. Masing masing bunga punya makna doa agung kepada Tuhan YME. juga ditaburkan ke pusara para leluhur.
5. Jamasan pusaka ( mencuci pusaka ), dalam rangka merawat atau meme    tri warisan dan kenang kenangan para leluhur.
6. Larung sesaji, merupakan ritual sedekah alam, disajikan (dilarung) ke laut,     gunung, atau ke tempat, dan hati tetap teguh pada keyakinan bahwa Tuhan Maha  Tunggal. Bahwa larung merupakan penghargaan terhadap alam.
     
MENGADA ADA
SeSetelah membaca pendirian dan keyakinan yang diuraikan kaum kejawen tersebut diatas, mari menelaah firman  :“ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan perkataan yang indah indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada adakan ! “. ( Q.S. Al An’am 112 )
Demikian canggih setan membelokkan manusia dari kebenaran, sehingga banyak yang tertipu rayuannya !. Bukan setan bila tidak pandai menipu dengan membisikkan perkataan yang indah indah. Maka diakhir ayat Allah mengingatkan : Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada adakan ! “.  Dengan demikian gerak gerik setan ( manusia / jin ) harus diwaspadai                         

APA KATA ORANG
Agar tidak mudah terjebak kedalam kesesatan, hendaknya jangan mudah mengikuti apa kata orang , kata nenek moyang, melestarikan kebudayaan dsb :Dan apabila dikatakan kepada mereka : " Ikutilah apa yang diturunkan Allah", mereka menjawab : " (Tidak) tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak bapak kami mengerjakannya ". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala nyala  ? “. ( Q.S. Luqman 21 )                                                                      
LATAH
Bila keimanan tidak kembali ketuntunan agama, maka akan mudah terpengaruh dan terbawa ke sikap latah, ikut ikutan : Takut bulan suro,  tidak berani punya hajat di bulan suro, ruwatan, dan prilaku seperti dilakukan para kejawen, yang jelas tak punya dasar dan menyimpang jauh dari tuntunan agama !.
“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya “. ( Q.S. Al Israa’ 36 )                                                                 Semoga Allah menjauhkan dari sikap ikut ikutan yang menyebabkan jauh dari tuntunan dan sangat membahayakan kelak di hari kebangkitan. Amiiin.     

KISAH TAULADAN
SEMULA TAKUT PUNYA HAJAT DI BULAN SURO

Pada tahun 1995 di bulan Suro, kami dimintai tolong jama’ah yang muallaf ( kong hu cu, etnis cina ) untuk melamar seorang gadis. Pada sore hari kami berangkat berkunjung ke rumah si gadis untuk meminta kepada orang tuanya sambil memohon : “ Bapak perkenalkan kami berkunjung kemari dalam rangka menjalin shilaturrahim dan hendak menyampaikan permintaan jama’ah kami ini untuk melamar putri bapak “.
Dengan spontan permintaan kami dijawab : “ Ya saya terima “, “ Alhamdulillah, terima kasih atas perhatian dan perkenan bapak “, jawab kami, kemudian kami melanjutkan pembicaraan : “ Mohon maaf Bapak, jama’ah kami ini ingin segera melaksanakan pernikahan agar lebih afdhol, bagaimana bapak ? “.   
Diluar dugaan bapak tersebut menjawab tegas : “ Tidak bisa !!! “.             Kami sudah menduga jawaban ini, karena waktu itu bulan suro, namun kami berusaha bersikap seakan tidak tahu seraya manggut manggut.
Kemudian dengan merendah kami bertanya : “ Maaf pak mengapa ? “.
Beliau menjawab : “ Soalnya tidak baik ! “. Kemudian dengan merendah kami bertanya lagi seakan tidak tahu penyebabnya : “ Maaf bapak, tidak baiknya apa sebabnya ? “. Beliau menjawab : “ Soalnya bulan suro ! “. Kami manggut manggut seakan tidak faham, kemudian bertanya lagi : “ Bapak mohon maaf, jika bulan suro ada apa bapak ? “. Beliau menjawab soalnya tidak Baik ! “. Kemudian kami mengejar lagi dengan pertanyaan : “ Mohon maaf bapak, tidak baiknya mengapa pak ? “.
Menerima pertanyaan kami yang seakan bertubi tubi ini, beliau nampaknya termangu, rupanya tidak ada dalih untuk menyanggahnya , kami terharu kasihan memandangnya. Kemudian kami bertanya merendah : “ Bapak, bapak beragama Islam ya ? “, “ Ya “, jawab beliau.
Kemudian kami berkata merendah sambil mengangkat jari menujuk keatas : “ Maaf pak, bapak yakin Allah ? “, beliau mengangguk. “ Allah Yang Maha Pencipta, Allah Yang Menghidupkan, Allah yang Mematikan, Allah yang Mengaruniai rizki ? “, beliau mengangguk. 
Kemudian suasana hening, kami pandang bapak tersebut menunduk sambil merenung, rupanya hidayah Allah datang, sehingga beliau langsung berubah sikap dan menjawab : “ Ya sudah pernikahan bisa segera dilaksanakan ! “. “ Alhamdulillah terima kasih bapak “.     
Maka terjadilah “ pernikahan di bulan suro “ dan sekarang....... Alhamdulillah ternyata kehidupannya makin meningkat, makin kaya dan bahagia.                                                                                               


Tidak ada komentar:

Posting Komentar