Sabtu, 17 November 2018




BETAPA BERAT JANJI DAN AMANAT !!!
          
“Dan orang orang yang memelihara amanat amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. (Q.S. Al Mukminun (23) : 8)

Begitu sempurna tuntunan agama sehingga tidak hianya mengatur urusan hamba dan Tuhannya saja namun diatur pula urusan dengan manusia.  
Diantara urusan yang berkaitan dengan kemanusiaan adalah mengenai janji dan amanat. Begitu tingginya penghargaan Allah bagi yang bisa memeliharanya (menunaikannya) sehingga kelak mewarisi syurga Firdaus.
“Dan orang orang yang memelihara amanat amanat dan janjinya. Dan orang orang yang memelihara sholatnya. Mereka Itulah orang orang yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al Mukminun (23) : 8-11)

BERATNYA JANJI DAN AMANAT
Amanah dan janji hal yang cukup berat, sampai Nabi s.a.w. bersabda : “Ciri orang munafik ada tiga, bila berkata dusta, bila berjanji ingkar, bila diamanati berkhianat”. (H.R. Muslim).
Begitu beratnya janji dan amanat sampai digolongkan munafik bagi yang mengingkarinya !. Bukankah begitu fatal akibat bila mengingkari janji dan amanah
Karena begitu beratnya soal amanat sampai Umair bin Sa’ad yang menjadi gubernur rela mengorbankan dirinya hidup dalam kesederhanaan dan kekurangan, demi mengutamakan kepentingan rakyatnya.

DIANGKAT GUBERNUR HIMSA
Khalifah Umar bin Khaththab mengutus Umair bin Sa’ad untuk menjadi gubernur Himsha, namun setelah menunaikan tugas selama satu tahun, Umar tidak pernah mendapat laporan dari Umair bin Sa’ad sedikit pun.

DIPANGGIL KARENA CURIGA    
Kemudian Umar meminta kepada sekretarisnya : “Tulislah surat untuk Umair, demi Allah dia telah menghianati kita !“.Surat tersebut berbunyi : “Jika engkau telah menerima suratku, maka segeralah menghadap membawa pajak kaum Muslimin, langsung setelah engkau melihat surat ini !”. 

BERANGKAT TANPA PENGAWAL
Demi melaksanakan amanat, setelah Umair bin sa’ad menerima surat dia
segera berangkat memanggul perlengkapan seadanya dengan berjalan kaki dari Himsha ke Madinah. Seorang perawi berkata : “Jarak antara Himsha dan Madinah adalah beberapa mil“.

SANGAT SEDERHANA
Bayangkan betapa sangat sederhananya keadaan Umair Bin Sa’ad, walau sebagai gubernur berangkat memenuhi panggilan khalifah Umar Bin Khaththab hanya berjalan kaki, tanpa kendaraan, tanpa pengawalan (sangat beda dengan keadaan gubernur pada umumnya).

DEMI AMANAT
Kesederhanaan yang dilakukan gubernur Umair semata mata demi menjaga amanat yang diembannya. Dengan kesederhanaan ini dia berharap mempunyai hikmah : 1. Menghemat anggaran Negara. 2. Tidak merepotkan rakyat (jalan tidak perlu ditutup). 3. Memberi tauladan kesederhaan bukan kemewahan !.      

MENGHADAP KHALIFAH
Ketika sampai di Madinah wajahnya pucat lesi dan lusuh, kemudian langsung menghadap Khalifah. Umar bertanya : “ Bagaimana khabarmu ? “. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Sebagaimana yang anda lihat, bukankah badanku sehat, darahku suci, aku membawa kebaikan isi dunia“.
Khalifah Umar bertanya : “Apa yang kau bawa ?“. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Aku membawa kantung kulit, tas tempat bekal perjalananku, mangkuk besar untuk makan dan tempat air ketika mandi atau mencuci pakaian, ember tempat membawa air wudlu dan air minumku dan tongkat yang kupergunakan bersandar atau melawan musuh, demi Allah sesungguhnya tiada barang dunia kecuali yang aku bawa bersama bawaanku“.

JALAN KAKI
Khalifah Umar bertanya : “Kamu datang kemari berjalan kaki ?“. Umair menjawab : “Betul“, Khalifah Umar Bin Khaththab bertanya : “Apakah tidak ada orang yang memberi kendaraan kepadamu untuk engkau tunggangi ?. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Mereka tidak memberi karena aku tidak memintanya“. Umar berkata : “Mereka adalah seburuk buruk orang Islam“. Umair berkata : “Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah melarangmu menggunjing, padahal aku melihat mereka senantiasa melaksanakan sholat shubuh“.

MINTA LAPORAN
Khalifah Umar berkata : “Kemudian mana laporanmu dan apa yang telah engkau lakukan ?“. Umair menjawab : “Apa maksud pertanyaanmu wahai Amirul Mukminin ?“. Khalifah Umar mengucapkan : “Subhaanallah“. Umair menjawab : “Jika aku tdak hawatir membuatmu sedih, aku tidak akan melaporkan kepadamu. Engkau mengutusku ke suatu wilayah, kemudian aku mengumpulkan orang orang sholih dan memungut pajak dari mereka, jika  telah terkumpul, aku bagikan kepada yang berhak. Kalau engkau berhak menerima bagiannya (hasil pajak dll) pasti aku akan membawakan untukmu“.

MENOLAK JABATAN
Khalifah Umar berkata : “Kemudian engkau datang tidak membawa sesuatu ?“. Umair menjawab : “Tidak !“. Umar berkata : “Perpanjang masa tugas Umair ! “.    
Umair menjawab : “Sesungguhnya tugas ini tidak saya terima. Demi Allah dengan jabatan tersebut aku tidak selamat. Telah aku sampaikan kepada staffku Allah merendahkan martabatmu wahai Umair, dengan jabatan itu apakah engkau tawarkan lagi jabatan kepadaku wahai Umar ?, sesungguhnya hariku yang paling tidak menguntungkan adalah saat aku menjadi wakilmu“.
Kemudian Umair mohon izin pulang. Ketika Umair pulang, Khalifah Umar berkata : “Sepertinya Umair menghianati kami !“.

MENYELIDIKI
Kemudian Khalifah Umar mengutus seorang ajudan Al Harits, dibekali uang 100 dinar, Umar berpesan : ”Pergilah ke Umair, usahakan menginap di rumahnya, apabila engkau melihat bukti bukti kekayaan, kembalilah namun jika kondisinya memprihatinkan berika uang 100 dinar kepadanya !“.

MENAMBAL JUBAHNYA
Setiba di kediaman gubernur Umair Bin Sa’ad, dia melihat Umair dalam kesederhanaan, dia sedang menyulam jubahnya sendiri. Kemudian Al Harits mengucapkan salam, Umair pun mneyambutnya sambil berkata : “Mampirlah kemari semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepadamu, dari mana anda datang ?“, Al Haris menjawab : “Dari Madinah“.

MENANYAKAN KEADAAN KHALIFAH
Umair Bin Sa’ad bertanya : “Bagaimana keadaan Amirul Mukminin ?“. Al Harits menjawab : “Baik baik saja“. Umair bertanya : ”Bagaimana kondisi Umat Islam ?“, Al Harits menjawab : “Mereka baik baik saja“. Umair bertanya : “Bukankah Khalifah akan menegakkan hukuman ?“, dia menjawab : “Sudah bahkan beliau memukul putranya yang melakukan pelanggaran, sampai wafat karena kerasnya pukulan“.

MEMUJI KHALIFAH UMAR
Kemudian Umair Bin Sa’ad berdo’a : “Ya Allah tolonglah Umar sesung
guhnya aku tidak mengenalnya, kecuali ia seorang yang tegas karena kecintaannya kepada Mu. Begitu kagum dan hormatnya gubernur Himsha terhadap kepemimpinan Khalifahnya Umar Bin Khaththab.
               
 KISAH TAULADAN
GUBERNUR SEDERHANA DAN MISKIN

Karena setelah setahun Umair bin Sa’ad diangkat jadi gubernur tidak ada laporan, khalifah Umar bin khaththab curiga dan mengutus Al Harits untuk menyelidikinya, sambil dibekali uang 100 dinar, tepung, makanan dan beberapa potong pakaian.
Kemudian Al Harits tinggal di rumah Umair selama tiga hari, ternyata  Umair Bin Sa’ad walau sebagai gubernur tidak memiliki bahan makanan kecuali sedikit gandum, itupun guna menjamu tamu.
Walau keadaan Umair tidak berkecukupan, namun ketika titipan Umar bin Khaththab di diberikan, justru gubernur Umair bin Sa’ad berkata : “Jika berupa makanan aku tak membutuhkan, karena di rumahku ada dua sho’ gandum, namun untuk pakaian kuperuntukkan ummu fulan“. 
Kemudian Al harits memberikan uang 100 dinar titipan khalifah sambil berkata : “Uang ini pemberian Khalifah, pergunakan menurut kebutuhanmu“. Umair berteriak sambil berkata : “Saya tidak membutuhkan uang ini, maka saya kembalikan saja !“.
Isteri Umair berkata : “Jika engkau membutuhkan ambillah, jika tidak berikan kepada yang berhak !“. Walau Umair tak berkecukupan namun dia sempat berkata : “Aku tidak mempunyai kepentingan dengan uang ini !“. Kemudian isterinya merobek jubah bawahnya dan diberikan pada Umair sebagai tempat uang, setelah Umair memasukkan uang kedalam kain, ia langsung pergi guna dibagikan ke anak anak yatim para syuhada’ perang dan fakir miskin.
Karena merasa tak mampu menjamu Al Harits dengan baik,  Umair berkata dengan penuh hormat : “Engkau tinggal disini tetapi kami tidak mampu melayani dengan baik, jika ingin pergi silahkan“.
Selanjutnya Umair berkata : “Aku kirim salam kepada Amirul mukminin“.
Sesampai Al Harits menghadap khalifah Umar, diceritakan tentang kesederhanaan dan penderitaan gubernur Umair, Umar pun terharu mendengarnya.
Akhirnya tak berapa lama kemudian, Umar bin Khaththab mendengar khabar bahwa Umair Bin Sa’ad wafat. Umar merasa terpukul dan sedih, kemudian menuju pemakaman Baqi’ul Garqad.
Begitu tinggi ahlak Umair Bin Sa’ad sebagai seorang gubernur, demi amanat yang diembannya,  sehingga dia lebih mementingkan kepentingan umat dari pada dirinya, sehingga rela hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan.
Semoga Allah menerima amalnya dan mengampuni dosanya, Amiin.


          



Tidak ada komentar:

Posting Komentar