BETAPA BERAT JANJI DAN AMANAT !!!
“Dan orang orang yang memelihara amanat amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya”. (Q.S. Al Mukminun (23) : 8)
Begitu sempurna tuntunan agama sehingga tidak hianya
mengatur urusan hamba dan Tuhannya saja namun diatur pula urusan dengan
manusia.
Diantara urusan yang berkaitan dengan
kemanusiaan adalah mengenai janji dan amanat. Begitu tingginya penghargaan
Allah bagi yang bisa memeliharanya (menunaikannya) sehingga kelak mewarisi syurga Firdaus.
“Dan orang orang yang memelihara
amanat amanat dan janjinya. Dan orang orang yang memelihara sholatnya. Mereka
Itulah orang orang yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi syurga
Firdaus mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al Mukminun (23) : 8-11)
BERATNYA JANJI DAN AMANAT
Amanah dan janji hal yang cukup berat, sampai Nabi
s.a.w. bersabda : “Ciri orang munafik ada tiga, bila berkata dusta, bila
berjanji ingkar, bila diamanati berkhianat”. (H.R. Muslim).
Begitu beratnya janji dan amanat sampai
digolongkan munafik bagi yang mengingkarinya !. Bukankah begitu
fatal akibat bila mengingkari janji dan amanah
Karena begitu beratnya soal amanat sampai Umair
bin Sa’ad yang menjadi gubernur rela mengorbankan dirinya hidup dalam kesederhanaan
dan kekurangan, demi mengutamakan kepentingan rakyatnya.
DIANGKAT
GUBERNUR HIMSA
Khalifah Umar bin Khaththab mengutus Umair bin Sa’ad untuk
menjadi gubernur Himsha, namun setelah menunaikan tugas selama satu tahun, Umar
tidak pernah mendapat laporan dari Umair bin Sa’ad sedikit pun.
DIPANGGIL
KARENA CURIGA
Kemudian Umar meminta kepada
sekretarisnya : “Tulislah surat untuk Umair, demi Allah dia telah menghianati
kita !“.Surat tersebut berbunyi : “Jika engkau telah menerima suratku, maka
segeralah menghadap membawa pajak kaum Muslimin, langsung setelah engkau
melihat surat ini !”.
BERANGKAT
TANPA PENGAWAL
Demi melaksanakan amanat, setelah
Umair bin sa’ad menerima surat dia
segera
berangkat memanggul perlengkapan seadanya dengan berjalan kaki dari Himsha ke
Madinah. Seorang perawi berkata : “Jarak antara Himsha dan Madinah adalah
beberapa mil“.
SANGAT
SEDERHANA
Bayangkan betapa sangat sederhananya
keadaan Umair Bin Sa’ad, walau sebagai gubernur berangkat memenuhi panggilan
khalifah Umar Bin Khaththab hanya berjalan kaki, tanpa kendaraan, tanpa
pengawalan (sangat beda dengan keadaan gubernur pada umumnya).
DEMI
AMANAT
Kesederhanaan yang dilakukan gubernur
Umair semata mata demi menjaga amanat yang diembannya. Dengan kesederhanaan ini
dia berharap mempunyai hikmah : 1. Menghemat anggaran Negara. 2. Tidak
merepotkan rakyat (jalan tidak perlu ditutup). 3. Memberi tauladan kesederhaan bukan
kemewahan !.
MENGHADAP KHALIFAH
Ketika sampai di Madinah wajahnya
pucat lesi dan lusuh, kemudian langsung menghadap Khalifah. Umar bertanya : “
Bagaimana khabarmu ? “. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Sebagaimana
yang anda lihat, bukankah badanku sehat, darahku suci, aku membawa kebaikan isi
dunia“.
Khalifah Umar bertanya : “Apa yang kau
bawa ?“. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Aku membawa kantung kulit, tas tempat
bekal perjalananku, mangkuk besar untuk makan dan tempat air ketika mandi atau
mencuci pakaian, ember tempat membawa air wudlu dan air minumku dan tongkat
yang kupergunakan bersandar atau melawan musuh, demi Allah sesungguhnya tiada
barang dunia kecuali yang aku bawa bersama bawaanku“.
JALAN KAKI
Khalifah Umar bertanya : “Kamu datang
kemari berjalan kaki ?“. Umair menjawab : “Betul“, Khalifah Umar Bin Khaththab bertanya
: “Apakah tidak ada orang yang memberi kendaraan kepadamu untuk engkau
tunggangi ?. Umair Bin Sa’ad menjawab : “Mereka tidak memberi karena aku tidak
memintanya“. Umar berkata : “Mereka adalah seburuk buruk orang Islam“. Umair
berkata : “Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah melarangmu menggunjing,
padahal aku melihat mereka senantiasa melaksanakan sholat shubuh“.
MINTA LAPORAN
Khalifah Umar berkata : “Kemudian
mana laporanmu dan apa yang telah engkau lakukan ?“. Umair menjawab : “Apa
maksud pertanyaanmu wahai Amirul Mukminin ?“. Khalifah Umar mengucapkan :
“Subhaanallah“. Umair menjawab : “Jika aku tdak hawatir membuatmu sedih, aku
tidak akan melaporkan kepadamu. Engkau mengutusku ke suatu wilayah, kemudian
aku mengumpulkan orang orang sholih dan memungut pajak dari mereka,
jika telah terkumpul, aku bagikan
kepada yang berhak. Kalau engkau berhak menerima bagiannya (hasil pajak
dll) pasti aku akan membawakan untukmu“.
MENOLAK JABATAN
Khalifah Umar berkata : “Kemudian
engkau datang tidak membawa sesuatu ?“. Umair menjawab : “Tidak !“. Umar
berkata : “Perpanjang masa tugas Umair ! “.
Umair menjawab : “Sesungguhnya tugas
ini tidak saya terima. Demi Allah dengan jabatan tersebut aku tidak selamat.
Telah aku sampaikan kepada staffku Allah merendahkan martabatmu wahai
Umair, dengan jabatan itu apakah engkau tawarkan lagi jabatan kepadaku
wahai Umar ?, sesungguhnya hariku yang paling tidak menguntungkan adalah saat
aku menjadi wakilmu“.
Kemudian Umair mohon izin pulang.
Ketika Umair pulang, Khalifah Umar berkata : “Sepertinya Umair menghianati kami
!“.
MENYELIDIKI
Kemudian Khalifah Umar mengutus
seorang ajudan Al Harits, dibekali uang 100 dinar, Umar berpesan : ”Pergilah ke
Umair, usahakan menginap di rumahnya, apabila engkau melihat bukti bukti
kekayaan, kembalilah namun jika kondisinya memprihatinkan berika uang 100 dinar
kepadanya !“.
MENAMBAL JUBAHNYA
Setiba di kediaman gubernur Umair
Bin Sa’ad, dia melihat Umair dalam kesederhanaan, dia sedang menyulam jubahnya
sendiri. Kemudian Al Harits mengucapkan salam, Umair pun mneyambutnya sambil berkata
: “Mampirlah kemari semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepadamu, dari
mana anda datang ?“, Al Haris menjawab : “Dari Madinah“.
MENANYAKAN
KEADAAN KHALIFAH
Umair Bin Sa’ad bertanya : “Bagaimana
keadaan Amirul Mukminin ?“. Al Harits menjawab : “Baik baik saja“. Umair
bertanya : ”Bagaimana kondisi Umat Islam ?“, Al Harits menjawab : “Mereka baik
baik saja“. Umair bertanya : “Bukankah Khalifah akan menegakkan hukuman ?“, dia
menjawab : “Sudah bahkan beliau memukul putranya yang melakukan pelanggaran,
sampai wafat karena kerasnya pukulan“.
MEMUJI KHALIFAH UMAR
Kemudian Umair Bin Sa’ad berdo’a : “Ya
Allah tolonglah Umar sesung
guhnya aku tidak mengenalnya, kecuali ia seorang
yang tegas karena kecintaannya kepada Mu“. Begitu kagum dan hormatnya gubernur
Himsha terhadap kepemimpinan Khalifahnya Umar Bin Khaththab.
GUBERNUR SEDERHANA DAN MISKIN
Karena
setelah setahun Umair bin Sa’ad diangkat jadi gubernur tidak ada laporan,
khalifah Umar bin khaththab curiga dan mengutus Al Harits untuk menyelidikinya,
sambil dibekali uang
100 dinar, tepung, makanan dan beberapa potong pakaian.
Kemudian
Al Harits tinggal di rumah Umair selama tiga hari, ternyata Umair Bin Sa’ad walau sebagai gubernur tidak
memiliki bahan makanan kecuali sedikit gandum, itupun guna menjamu tamu.
Walau
keadaan Umair tidak berkecukupan, namun ketika titipan Umar bin Khaththab di
diberikan, justru gubernur Umair bin Sa’ad berkata : “Jika berupa makanan aku
tak membutuhkan, karena di rumahku ada dua sho’ gandum, namun untuk pakaian
kuperuntukkan ummu fulan“.
Kemudian Al harits memberikan uang
100 dinar titipan khalifah sambil berkata : “Uang ini pemberian Khalifah,
pergunakan menurut kebutuhanmu“. Umair berteriak sambil berkata : “Saya tidak
membutuhkan uang ini, maka saya kembalikan saja !“.
Isteri Umair berkata : “Jika
engkau membutuhkan ambillah, jika tidak berikan kepada yang berhak !“. Walau
Umair tak berkecukupan namun dia sempat berkata : “Aku tidak mempunyai
kepentingan dengan uang ini !“. Kemudian isterinya merobek jubah bawahnya dan
diberikan pada Umair sebagai tempat uang, setelah Umair memasukkan uang
kedalam kain, ia langsung pergi guna dibagikan ke anak anak yatim para syuhada’
perang dan fakir miskin.
Karena merasa tak mampu menjamu
Al Harits dengan baik, Umair berkata dengan
penuh hormat : “Engkau tinggal disini tetapi kami tidak mampu melayani dengan
baik, jika ingin pergi silahkan“.
Selanjutnya Umair berkata :
“Aku kirim salam kepada Amirul mukminin“.
Sesampai Al Harits menghadap
khalifah Umar, diceritakan tentang kesederhanaan dan penderitaan gubernur Umair,
Umar pun terharu mendengarnya.
Akhirnya tak berapa lama kemudian, Umar bin
Khaththab mendengar khabar bahwa Umair Bin Sa’ad wafat. Umar merasa terpukul dan sedih,
kemudian menuju pemakaman Baqi’ul Garqad.
Begitu
tinggi ahlak Umair Bin Sa’ad sebagai seorang gubernur, demi amanat yang diembannya,
sehingga dia lebih mementingkan kepentingan
umat dari pada dirinya, sehingga rela hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan.
Semoga Allah menerima amalnya dan
mengampuni dosanya, Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar