ABU THALIB PAMAN PEMBELA NABI
WAFAT DALAM KEADAAN BELUM
BERIMAN
“Sesungguhnya kamu tidak akan
dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki Nya, dan Allah lebih mengetahui orang orang
yang mau menerima petunjuk”. (Q.S. Al Qoshosh (28) : 56)
Firman tersebut mengingatkan Nabi Muhammad, ketika beliau mengajak Abu Thalib menjelang wafatnya agar
mengucapkan kalimat tahlil, namun sang paman belum mau juga.
Abu Thalib merupakan tokoh besar dan disegani
di Mekah dan Thaif dari
kalangan Bani Hasyim,
juga ayah dari Ali bin Abu Thalib
Abu Thalib memiliki dua peran sosial
di masyarakat Arab Mekah : sebagai pelayan para jamaah haji serta
menyediakan air minum. Pekerjaan sehari harinya sebagai pedagang minyak wangi
dan gandum.
ISTRI DAN KETURUNANNYA
Abu Thalib memiliki 4 anak laki laki dan 3 anak perempuan. Keempat putera beliau bernama, Thalib, Aqil, Ja’far dan Imam Ali r.a. yang putri bernama Ummu Hani, Jammanah dan Rabathah.
MENGASUH DAN MELINDUNGI
Abu Thalib sesuai dengan wasiat
ayahnya, ia mengasuh Muhammad (kemenakannya) saat berusia 8 tahun..
Ibnu Syahr asyub berkata : “Menjelang
kematian Abdul Muththalib, ia berkata kepada Abu Thalib anaknya : “Anakku kamu
tahu betapa aku sangat mencintai dan menyayangi Muhammad. Sekarang aku mau tahu
bagaimana kamu akan menjalankan pesanku dalam mengasuhnya ?”. Abu Thalib menjawab : “Jangan memberi pesan apa apa mengenai Muhammad, dia adalah anak laki lakiku juga anak dari saudaraku”.
PEMBELAANNYA TERHADAP NABI
MUHAMMAD
Walau Abu Thalib telah berusia 75 tahun ketika Muhammad diutus menjadi Nabi,
dia menjadi pembela terdepan dan menyatakan
secara terbuka dan terang terangan dalam setiap pertemuan dengan para pembesar
Qurays bahwa dirinya mendukung dan membela dakwah tauhid Rasulullah s.a.w.
DISEGANI KAUM
QURAISY
Setelah
ayah Muhammad wafat, dia diasuh Abu Thalib yang dengan gigih membelanya, juga besar dukungannya terhadap tersebarnya
dakwah beliau. Dengan pembelaan ini kaum Quraisy sangat
segan dan tidak berani mengganggu. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad s.a.w. : “Semasa Abu Thalib masih hidup, tidak seorang pun dari Bani Quraisy yang mengusikku”.
Demikian
pula ‘Aisyah juga memberikan kesaksian yang sama.
Ummul
Mukminin Aisyah r.a. berkata : “Orang orang Quraisy selalu takut dan lemah hingga wafatnya Abu Thalib”. (H.R. Hakim).
REKAYASA
KAUM QURAISY
Setelah berbagai cara membujuk Rasulullah s.a.w. agar menghentikan dakwahnya gagal, kaum kafir
Quraisy kemudian mendatangi Abu Thalib. Mereka mengancam paman Nabi ini,
apabila ia tak dapat menghentikan dakwah yang dilancarkan keponakannya kepada
kaum Quraisy, maka mereka sendiri yang akan menghentikan dengan kekerasan.
ABU THALIB MEMBUJUK
Mendengar
ancaman tersebut, Abu Thalib pun mulai gamang. Karena khawatir keselamatan sang
keponakan. Kemudian Abu Thalib memanggil Rasulullah s.a.w. :“Wahai keponakanku,
sesungguhnya kaum Quraisy telah mendatangiku dan memintaku untuk menghentikan
dakwahmu. Oleh karena itu kasihanilah dirimu dan diriku, janganlah engkau
membebaniku dengan sesuatu yang tidak mampu aku memikulnya”. Himbauan Abu Thalib dijawab Rasulullah s.a.w. dengan penuh kesedihan.
DIJAWAB TEGAS
Namun bujukan pamannya ini dijawab Nabi
dengan santun dan tegas : “Duhai paman demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku menghentikan perjuangan ini, maka niscaya aku tidak akan meninggalkannya
hingga Allah mewujudkannya atau aku wafat dalam perjuangan ini !”.
Setelah menjawab
kemudian Rasulullah berbalik hendak
meninggakan pa
mannya.
BERUBAH FIKIRAN
Tiba tiba Abu Thalib memanggil, kemudian berkata dengan lembut : “Kemarilah keponakanku, pergilah dan sampaikanlah apa yang
ingin engkau sampaikan. Demi Allah sampai kapanpun aku tidak akan menyerahkanmu
!”.
Abu
Thalib kemudian menggubah sebuah syair : “Demi Allah mereka dan komplotannya
takkan bisa menyentuhmu, sampai aku terbujur kaku
terkubur di tanah. Lanjutkan perjuanganmu engkau tak melakukan sesuatu yang
hina. Berbahagialah dan tentramkan hatimu !”.
Begitu
tegas dan mantap jawaban Abu Thalib dalam membela misi Nabi Muhammad sang
keponakan yang dicintainya. Sehingga dengan pembelaan
ini Orang Quraisy segan mengganggu Nabi Muhammad.
DIRUNDUNG
DUKA
Namun di hari kematian Abu
Thalib, Nabi Muhammad s.a.w. dirundung duka
mendalam, sampai tidak bisa menahan tangis kesedihan. Ia minta kepada Ali
untuk memandikan dan
mengkafani jenazahnya sambil
mendo’akan. Ketika tiba di
pemakaman Nabi s.a.w. bersabda : “Dikarenakan betapa
berharapnya aku memohon agar engkau diampuni dan diberi syafaat, jin dan
manusia menjadi heran karena itu”. Jenazah
Abu Thalib dimakamkan di Mekah, di sisi makam ayahnya Abdul Muththalib di pemakaman
Ma’la.
MALAIKAT JIBRIL
BERPESAN
Ketika Abu Thalib
wafat, Malaikat Jibril
menyampaikan pesan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang sedang dirundung kesedihan
: “Keluarlah dari kota Mekah, sebab tidak ada lagi penolongmu di kota ini !”.
SAYANG
Walau pembelaan Abu Thalib begitu
besar pengaruhnya bagi da’wah Nabi, namun sayang karena sampai menjelang ajal
belum juga mau beriman, sehingga amalannya
tidak diterima. “Barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, maka sekali kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya
dan dia di akhirat termasuk orang orang yang rugi”. (Q.S. Ali Imran (3) : 85)
DI NERAKA
Firman tersebut diperjelas lagi dengan riwayat hadits berikut : Dari Abbas
bin Abdul Muthalib r.a., beliau
bertanya kepada Nabi s.a.w. : “Apakah anda tidak bisa
menolong paman anda, karena dia selalu melindungi
anda dan marah karena anda ?”. Nabi s.a.w. menjawab : ”Dia berada di permukaan neraka, andai bukan karena aku niscaya
dia berada di kerak neraka”. (H.R. Ahmad dan Bukhari).
Betapa rugi bila amal baik tidak dilandasi keimanan, sehingga amalnya
sia
sia disisi Allah. Na’udzu billaahi min
dzaalik !.
MENJELANG WAFATNYA ABU THALIB
Diantara peristiwa yang membuat Rasulullah s.a.w. sedih adalah menjelang wafatnya paman beliau Abu Thalib, karena wafat dalam keadaan jahiliyah. Padahal Abu Thalib telah mengasuhnya sejak usia 8 hingga 40 tahun.
Menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah segera ke rumahnya, untuk menuntun kematiannya agar mau membaca kalimat taukhid.
Dari Said bin al Musayyib dari ayahnya ia berkata : “Menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah s.a.w. datang menemuinya, saat itu hadir Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al Mughirah. Beliau bersabda : “Wahai paman ucapkan : “laa ilaaha illallaah, dengan kalimat ini akan aku bela engkau nanti di sisi Allah”.
Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah kemudian berkata kepada Abu Thalib : “Apakah engkau membenci agamanya Abdul Muthalib ?”.
Namun Rasulullah s.a.w. dengan getolnya terus mengajak dengan menuntunnya membaca kalimat taukhid kepada pamannya. Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah terus menimpalinya.
Akhirnya Abu Thalib berkata kepada mereka : “Di atas agamanya Abdul Muthalib”. Dia enggan mengucapkan laa ilaha illallaah.
Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda : “Demi Allah akan kumohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang”.
Karena kegetolan N. Muhammad dalam membela pamannya, kemudian Allah mengingatkan dengan firman Nya : “Tidak patut bagi seorang Nabi dan orang orang yang beriman untuk memohonkan ampunan kepada orang orang musyrik”. (Q.S. At Taubah (9) : 113).
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah s.a.w. berkata pada pamannya : “Ucapkanlah laa ilaaha illallaah, nanti akan kupersaksikan untukmu di hari kiamat”. Abu Thalib menjawab : “Kalau tidak khawatir dicela oleh orang orang Quraisy. Mereka akan berkata : “Abu Thalib mengucapkan itu karena ia panik (menjelang wafat)”. Akan kuucapkan kalimat itu sehingga membuatmu senang”. Kemudian Allah menurunkan firman Nya : “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak mampu menunjuki orang yang engkau cintai, akan tetapi Allahlah yang menunjuki siapa yang Dia kehendaki”. (Q.S. Al Qashash (28) : 56). (Riwayat Muslim)
Walau Rasulullaah s.a.w. bersikukuh agar pamannya diakhir hayatnya bisa mengucap kalimat taukhid, namun bila Allah belum memberi hidayah, maka siapapun tidak akan bisa menerima kebenaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar