SAHABAT SYA’BAN R.A.
MENJELANG AJAL DINAMPAKKAN KEUTAMAAN AMALNYA
“Sesungguhnya kamu berada dalam
keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang
menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. (S.Qaaf (50) :
22)
Sya’ban r.a. adalah
seorang sahabat Rasulullah s.a.w. yang memiliki kebiasaan unik, biasa ke masjid
sebelum waktu shalat berjamaah, selalu mengambil posisi di pojok masjid.
Kebiasaan ini dilakukan agar tidak mengganggu ibadah para jama’ah yang
lain.
Karena keutamaan dan ketekunannya dalam
berjama’ah ini maka ketika menjelang ajal dia dinampakkan Allah terhadap
hal hal
ghoib.
TIDAK
HADLIR
Pada suatu pagi, saat shalat
shubuh akan dimulai, Rasulullah s.a.w. tidak melihat Sya’ban r.a. Rasul pun
bertanya kepada jamaah : “Apakah ada yang melihat Sya’ban ?”, tetapi tidak ada
seorang pun yang melihatnya, maka
shalat shubuhpun ditunda sejenak, guna menunggu kehadiran Sya’ban. Namun
yang ditunggu belum datang juga.
Karena khawatir shalat
Subuh kesiangan, Rasulullah memutuskan segera melaksanakan shalat Subuh. Hingga
usai shalat Subuhpun Sya’ban belum datang juga.
RASULULLAH
BERTANYA
Selesai shalat shubuh Rasulullah
s.a.w. bertanya : “Apakah ada yang mengetahui khabar Sya’ban ?”. Namun tidak
ada seorang pun yang menjawab. Rasul bertanya lagi : “Apa ada yang mengetahui
dimana rumah Sya’ban ?”, seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa
dia tahu dimana rumah Sya’ban.
RASULULLAH
S.A.W. KE RUMAHNYA
Karena Rasulullah s.a.w. khawatir
terjadi sesuatu terhadap Sya’ban,
maka beliau meminta
diantar ke rumah Sya’ban. Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup
jauh, memakan waktu cukup lama apalagi ditempuh dengan berjalan kaki. Akhirnya
Rasulullah s.a.w. dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu dhuha.
Sampai di rumah Sya’ban, beliau
mengucapkan salam,
maka
keluarlah wanita sambil membalas salam. “Benarkah ini rumah Sya’ban?”, tanya Rasulullah.
“Ya benar
ini rumah Sya’ban,
saya
istrinya”,
jawab wanita tersebut. “Bolekah
kami menemui Sya’ban r.a., yang tidak hadir
shalat Shubuh
di masjid pagi ini ?”, ucap Rasul.
BERTERIAK
Dengan
berlinangan air mata istri Sya’ban r.a. menjawab : “Beliau telah
meninggal tadi pagi”. “Innaalilaahi wa innaa ilaihi
rooji’uun”, jawab semuanya.Beberapa saat kemudian,
istri Sya’ban r.a. bertanya : “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya
bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali di sertai
satu kalimat, kami semua tidak faham apa maksudnya”.
RASULULLAH BERTANYA
“Apa
kalimat yang diucapkannya ?”, tanya Rasulullah
.
“Dimasing masing teriakan dia berkata : “Aduh mengapa tidak lebih jauh, aduh
mengapa tidak yang baru, aduh mengapa tidak semua”, jawab sang istri Sya’ban.
Rasulullah s.a.w. pun membaca ayat yang terdapat di surat Qaaf ayat 22 : “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”.
Rasulullah s.a.w. pun membaca ayat yang terdapat di surat Qaaf ayat 22 : “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”.
DINAMPAKKAN AMALNYA
“Saat
Sya’ban r.a. dalam keadaan
sakaratul maut, perjalanan hidupnya dinampakkan ulang oleh Allah. Bahkan semua pahala dari
perbuatannya diperlihatkan oleh Allah pula. Apa yang dilihat oleh Sya’ban r.a.
(dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan orang lain.
Dalam padangannya yang tajam
itu Sya’ban r.a. melihat perjalanan kesehariannya ketika pergi pulang ke masjid
shalat berjamah lima waktu yang cukup jauh jaraknya.
Sya’ban r.a. juga
diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah langkahnya ke masjid”, ujar
Rasulullah s.a.w..
“MENGAPA
TIDAK LEBIH JAUH ?”
Dia sudah sanggup melihat
Syurga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap : “Aduh
mengapa tidak lebih jauh”,
sehingga timbul
penyesalan pada diri Sya’ban r.a., mengapa rumahnya tidak lebih jauh
lagi agar pahala yang didapatkan lebih banyak.
“MENGAPA TIDAK YANG BARU ?”
Berikutnya Sya’ban r.a. melihat saat akan
berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat membuka pintu,
berhembuslah angin sangat dingin.
Dia masuk ke rumahnya mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Pakaian yang bagus (baru)
di dalam yang jelek di luar. Agar jika
kena debu hanya baju yang luar saja, sehingga sampai di masjid membuka baju yang luar dan shalat dengan
baju yang bagus.
Ketika
menuju masjid dia menemukan orang terbaring
kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan membuka baju yang
luar lalu diberikan kepadanya, kemudian dia
memapahnya ke masjid.
Orang
itupun selamat dari mati kedinginan,
bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban r.a. kemudian melihat
indahnya Syurga
sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia
berteriak lagi “Aduh mengapa tidak yang baru ?”.
“MENGAPA
TIDAK SEMUA ?”
Berikutnya Sya’ban r.a.
melihat adegan saat hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara
mencelupkan ke dalam segelas susu, ketika akan memulai sarapan, muncullah pengemis di depan
pintu meminta roti karena sudah tiga hari tidak makan.
Melihat hal itu, Sya’ban r.a. kemudian membagi menjadi dua dengan ukuran sama
besar dan membagi dua susu ke dalam gelas, kemudan makan bersama
sama.
Kemudian Allah
memperlihatkan Syurga yang indah. Ketika melihat itupun Sya’ban r.a. teriak lagi : “Aduh kenapa tidak
semua”, dia menyesal . Seandainya dia memberikan
semua roti itu kepada pengemis tersebut, pasti dia akan mendapat Syurga yabg lebih indah.
Masya Allah, Sya’ban
bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.
KISAH AULADAN
ADI BIN HATIM
MEMELUK ISLAM
Adi bin Hatim dikenal dermawan, seorang
Nasrani yang disegani kaumnya. Adi
berkisah : “….Kemudian
aku berangkat menemuinya, ketika berada di hadapan Rasulullah s.a.w. di Madinah ketika di
masjid.
Beliau bertanya : “Siapa anda ?“ , “Adi bin Hatim“, Rasulullah s.a.w. kemudian membawaku ke
rumahnya. Demi Allah
ketika beliau membawaku ke rumah tiba tiba ada seorang perempuan tua mencegatnya kemudian belau berhenti melayaninya. Menyaksikan hal ini
aku berkata di dalam hati : “Demi
Allah ini bukan gaya seorang raja“.
Kemudian Rasulullah
s.a.w. membawaku, ketika
masuk ke rumahnya, beliau mengambil bantal kulit sederhana kemudian diberikan kepadaku seraya
berkata : “Duduklah di atasnya !”, aku jawab : “Anda sajalah yang duduk di atasnya”, sedang beliau duduk
di atas tanah. Dalam hati aku berkata : “Demi
Allah ini bukan perilaku seorang raja”.
Kemudian beliau berkata
: “Wahai
Adi bin Hatim, apakah engkau mengetahui Ilah selain Allah ?”, aku jawab : “Tidak”. Beliau bertanya lagi
: “Tidakkah engkau seorang beragama ?”,
aku
jawab : “Ya
benar”. Beliau bertanya lagi
: “Tidakkah engkau memungut 1/4 barang pampasan yang
diperoleh kaummu ?”,
aku
jawab : “Ya
benar”.
Beliau kemudian berkomentar : “Sesungguhnya
hal itu tidak dihalalkan oleh agamamu”,
aku
jawab : “Demi
Allah memang dilarang”.
Beliau berkata : “Wahai
Adi bin Hatim, barangkali engkau enggan memeluk agama Islam karena melihat
kemiskinan di kalangan pemeluknya. Demi Allah sebentar lagi harta kekayaan akan
berlimpah ruah kepada kaum Muslimin sehingga tidak ada orang lagi yang mau
mengambilnya. Barangkali engkau enggan memeluk Islam karena banyaknya musuh dan
sedikitnya jumlah mereka, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar
seorang wanita yang pergi dari Qadisiyah munggang onta ke rumah ini tanpa rasa
takut. Barangkali engkau enggan memeluk Islam, karena kerajaan dan kekuataan berada
di tangan orang lain, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar tentang
istana putih dari Babilonia jatuh ke tangan kaum Muslimin”.
Adi berkata : “Kemudian
aku pun memeluk Islam, kemudian
aku menyaksikan dua hal yang disebutkan Rasulullah s.a.w. di atas. Dan aku sendiri ikut dalam pasukan
pertama penyerbuan harta kekayaan Kisra. Aku bersumpah kepada Allah, hal ketiga
yang dijanjikan Nabi s.a.w. akan terbukti”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar