Jumat, 09 Maret 2018



 

SAHABAT SYA’BAN R.A. 

MENJELANG AJAL DINAMPAKKAN KEUTAMAAN AMALNYA



“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”. (S.Qaaf (50) : 22)
               
Sya’ban r.a. adalah seorang sahabat Rasulullah s.a.w. yang memiliki kebiasaan unik, biasa ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah, selalu mengambil posisi di pojok masjid. Kebiasaan ini dilakukan agar tidak mengganggu ibadah para jama’ah yang lain.
Karena keutamaan dan ketekunannya dalam berjama’ah ini maka ketika menjelang ajal dia dinampakkan Allah terhadap hal hal ghoib. 

TIDAK HADLIR
Pada suatu pagi, saat shalat shubuh akan dimulai, Rasulullah s.a.w. tidak melihat Sya’ban r.a. Rasul pun bertanya kepada jamaah : “Apakah ada yang melihat Sya’ban ?”, tetapi tidak ada seorang pun yang melihatnya, maka   shalat shubuhpun ditunda sejenak, guna menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga.
Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah memutuskan segera melaksanakan shalat Subuh. Hingga usai shalat Subuhpun Sya’ban belum datang juga.

RASULULLAH BERTANYA
Selesai shalat shubuh Rasulullah s.a.w. bertanya : “Apakah ada yang mengetahui khabar Sya’ban ?”. Namun tidak ada seorang pun yang menjawab. Rasul bertanya lagi : “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban ?”, seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu dimana rumah Sya’ban. 

RASULULLAH S.A.W. KE RUMAHNYA
Karena Rasulullah s.a.w. khawatir terjadi sesuatu terhadap Sya’ban, maka beliau meminta diantar ke rumah Sya’ban.  Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh, memakan waktu cukup lama apalagi ditempuh dengan berjalan kaki. Akhirnya Rasulullah s.a.w. dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu dhuha.
Sampai di rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam, maka keluarlah wanita sambil membalas salam. “Benarkah ini rumah Sya’ban?”, tanya Rasulullah. “Ya benar ini rumah Sya’ban, saya istrinya”, jawab wanita tersebut. “Bolekah kami menemui Sya’ban r.a., yang tidak hadir shalat Shubuh di masjid pagi ini ?”, ucap Rasul.

BERTERIAK 
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban r.a. menjawab : “Beliau telah meninggal tadi pagi”. “Innaalilaahi wa innaa ilaihi rooji’uun”, jawab semuanya.Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban r.a. bertanya : “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali di sertai satu kalimat, kami semua tidak faham apa maksudnya”.                

RASULULLAH BERTANYA
“Apa kalimat yang diucapkannya ?”, tanya Rasulullah . “Dimasing masing teriakan dia berkata : “Aduh mengapa tidak lebih jauh, aduh mengapa tidak yang baru, aduh mengapa tidak semua”, jawab sang istri Sya’ban.
Rasulullah s.a.w. pun membaca ayat yang terdapat di surat Qaaf ayat  22 : “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”.

DINAMPAKKAN  AMALNYA
“Saat Sya’ban r.a. dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya dinampakkan ulang oleh Allah. Bahkan semua pahala dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah pula. Apa yang dilihat oleh Sya’ban r.a. (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan orang lain.
Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban r.a. melihat perjalanan kesehariannya ketika pergi pulang ke masjid shalat berjamah lima waktu yang cukup jauh jaraknya.
Sya’ban r.a. juga diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah langkahnya ke masjid”, ujar Rasulullah s.a.w..

“MENGAPA TIDAK LEBIH JAUH ?”
Dia sudah sanggup melihat Syurga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap : “Aduh mengapa tidak lebih jauh”,
sehingga timbul penyesalan pada diri Sya’ban r.a., mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi agar pahala yang didapatkan lebih banyak.

“MENGAPA TIDAK YANG BARU ?”
Berikutnya Sya’ban r.a. melihat saat akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat membuka pintu, berhembuslah angin sangat dingin. Dia masuk ke rumahnya mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Pakaian yang bagus (baru) di dalam yang jelek di luar. Agar jika kena debu hanya baju yang luar saja, sehingga sampai di masjid membuka baju yang luar dan shalat dengan baju yang bagus.
Ketika menuju masjid dia menemukan orang terbaring kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan membuka baju yang luar lalu diberikan kepadanya, kemudian dia memapahnya ke masjid.
Orang itupun selamat dari mati kedinginan, bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban r.a. kemudian melihat indahnya Syurga sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh mengapa tidak yang baru ?”.

“MENGAPA TIDAK SEMUA ?”
Berikutnya Sya’ban r.a. melihat adegan saat hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan ke dalam segelas susu, ketika akan  memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu meminta roti karena sudah tiga hari tidak makan.
Melihat hal itu, Sya’ban r.a. kemudian membagi menjadi dua dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas, kemudan makan bersama sama.
Kemudian Allah memperlihatkan Syurga yang indah. Ketika melihat itupun Sya’ban r.a. teriak lagi : “Aduh kenapa tidak semua”,  dia menyesal . Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat Syurga yabg lebih indah.
Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.


KISAH AULADAN
ADI BIN HATIM MEMELUK ISLAM

Adi bin Hatim dikenal dermawan, seorang Nasrani yang disegani kaumnya. Adi berkisah : “….Kemudian aku berangkat menemuinya, ketika berada di hadapan Rasulullah s.a.w. di Madinah ketika di masjid. Beliau bertanya : “Siapa anda ?“ , “Adi bin Hatim“, Rasulullah s.a.w. kemudian membawaku ke rumahnya. Demi Allah ketika beliau membawaku ke rumah tiba tiba ada seorang perempuan tua  mencegatnya kemudian belau berhenti melayaninya. Menyaksikan hal ini aku berkata di dalam hati : “Demi Allah ini bukan gaya seorang raja“.
Kemudian Rasulullah s.a.w. membawaku, ketika masuk ke rumahnya, beliau mengambil bantal kulit sederhana kemudian diberikan kepadaku seraya berkata : “Duduklah di atasnya !”, aku jawab : “Anda sajalah yang duduk di atasnya”, sedang beliau duduk di atas tanah. Dalam hati aku berkata : Demi Allah ini bukan perilaku seorang raja.
Kemudian beliau berkata : Wahai Adi bin Hatim, apakah engkau mengetahui Ilah selain Allah ?”, aku jawab : Tidak. Beliau bertanya lagi : “Tidakkah engkau seorang beragama ?”, aku jawab : Ya benar. Beliau bertanya lagi :  “Tidakkah engkau memungut 1/4 barang pampasan yang diperoleh kaummu ?”, aku jawab : Ya benar. Beliau kemudian berkomentar : Sesungguhnya hal itu tidak dihalalkan oleh agamamu”, aku jawab : Demi Allah memang dilarang.     
Beliau berkata : “Wahai Adi bin Hatim, barangkali engkau enggan memeluk agama Islam karena melihat kemiskinan di kalangan pemeluknya. Demi Allah sebentar lagi harta kekayaan akan berlimpah ruah kepada kaum Muslimin sehingga tidak ada orang lagi yang mau mengambilnya. Barangkali engkau enggan memeluk Islam karena banyaknya musuh dan sedikitnya jumlah mereka, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar seorang wanita yang pergi dari Qadisiyah munggang onta ke rumah ini tanpa rasa takut. Barangkali engkau enggan memeluk Islam, karena kerajaan dan kekuataan berada di tangan orang lain, demi Allah sebentar lagi engkau akan mendengar tentang istana putih dari Babilonia jatuh ke tangan kaum Muslimin”.
Adi berkata : “Kemudian aku pun memeluk Islam, kemudian aku menyaksikan dua hal yang disebutkan Rasulullah s.a.w. di atas. Dan aku sendiri ikut dalam pasukan pertama penyerbuan harta kekayaan Kisra. Aku bersumpah kepada Allah, hal ketiga yang dijanjikan Nabi s.a.w. akan terbukti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar