BILA KEADILAN DITEGAKKAN
“Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Maidah (5) : 8)
Karena luas dan sempurnanya ajaran Islam, sehingga sikap adil sangat ditekankan, begitu pentingnya bersikap adil sampai bisa mendekat ketingkat taqwa. Karena sikap adil dilaksanakan secara merata di zaman kholifah, sampai sampai rakyatpun berani mengadukan kholiifahnya ke pengadilan tanpa rasa takut, karena rakyat yakin akan keadilan yang selalu ditegakkan tanpa tebang pilih , tanpa pandang bulu.
Suatu
hari hakim Syuraih bin al Harits Al Kindi kedatangan Amirul Mukminin
Umar bin Khaththab dan penjual kuda. Keduanya bermaksud mengadukan permasalahan
yang sedang dihadapi dan meminta Qadhi (hakim) Syuraih untuk
menuntaskannya.
KHALIFAH MINTA GANTI RUGI
Penjual kuda menjelaskan, suatu hari Khalifah Umar membeli seekor
kuda darinya, selang beberapa hari khalifah Umar mengembalikan dan menuntut ganti rugi. Khalifah Umarpun menjelaskan bahwa dia mengembalikan kuda dan menuntut
ganti, karena kuda berpenyakit dan cacat sehingga larinya tidak kencang.
PENJUAL KUDA MENOLAK
“Saya tidak menerima alasan Khalifah Umar, karena saya
menjualnya dalam keadaan sehat dan tidak cacat”, kata penjual kuda menyanggah. Syuraih
bertanya kepada Umar : “Apakah benar ketika anda membeli kuda itu keadaannya
sehat dan tidak cacat ?”, Umar menjawab singkat : “Benar”.
KEPUTUSAN ADIL
Kemudian
hakim Syuraih memutuskan bahwa khalifah Umar tidak berhak minta ganti
kepada penjual kuda, karena ketika transaksi kuda dalam keadaan sehat, tidak cacat, kemudian hakim berkata kepada
Umar :
“Peliharalah apa yang anda beli atau jika ingin mengembalikan, kembalikan seperti ketika anda
menerimanya”. Mendengar keputusan Syuraih, Umar bertanya : “Benarkah keputusan Anda ?”. Syuriah mengangguk tegas.
DIANGKAT KE KUFAH
Umar memandang kagum Syuraih kemudian berkata : “Beginilah seharusnya putusan itu,
ucapan yang pasti dan dan keputusan yang adil. Pergilah ke Kufah aku
mengangkatmu sebagai hakim disana !”.
KHALIFAH
ALI MENUDUH
Dimasa
kalifahan Ali bin Abu Thalib, Syuraih yang masih menjadi hakim didatangi Ali bersama
seorang Yahudi. Ali mengadu kepada Syuraih bahwa baju perangnya dicuri si
Yahudi. “Aku menemukan baju besiku dibawa oleh orang ini, tanpa melalui jual
beli atau hibah”. Mendengar pengaduan Ali hakim Syuraih kemudian mempersilahkan Yahudi
menyampaikan pembelaan. “Ini baju perangku, sebab berada di tanganku !”, sanggah si Yahudi.
KHALIFAH MEMBELA DIRI
Syuraih kemudian bertanya kepada kepada Khalifah Ali : “Bagaimana anda yakin jika ini baju perang Anda ?”. Ali menjawab : “Karena orang yang memiliki baju
perang seperti ini hanya aku”. Syuraih berkata : “Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur wahai
Amirul Mukminin dan aku yakin baju besi ini milik anda, tetapi anda harus mendatangkan dua orang
saksi untuk menguatkan pengakuan anda”. Kemudian Ali mengajukan dua orang saksi, yakni pembantunya Qanbar dan anak kesayangannya Hasan.
SAKSI DITOLAK
Tetapi Syuriah tidak mau menerima kesaksian Hasan dengan
alasan dalam Islam kesaksian anak terhadap ayahnya tidak dapat diterima.
Mendengar keputusan Syuraih Ali bertanya : “Apakah anda tidak menerima kesaksian seorang calon penghuni syurga ?. Apakah anda tidak mendengar Rasullulah bersabda bahwa Hasan dan
Husain adalah dua ahli syurga ?”. “Aku hanya tidak menerima kesaksian seorang anak
terhadap ayahnya”, jawab Syuraih tegas sambil membacakan surah Al Maidah
ayat 8 : “Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang orang yang selalu menegakan
kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil…..”.
KHALIFAH MENERIMA KEPUTUSAN
Mendengar penjelasan Syuraih, Ali pun menerima keputusan
dengan lapang dada.karena menurutnya apa yang diputuskan Syuraih sesuai dengan
ketentuan Alah Ta’ala dan Rasul Nya. Ali merasa bangga karena hakim yang
dipilihnya berlaku adil, termasuk kepada dirinya yang sedang memangku sebagai
Khalifah. Khalifah Ali kemudian menyerahkan baju perang kepada si Yahudi sambil
berkata : “Ambilah baju perang ini, karena aku tidak mempunyai saksi selain
keduanya”.
TERKESIMA
DAN MEMELUK ISLAM
Menyaksikan
keadilan Syuraih dan keagungan Ali, si yahudi terpana sambil berkata : “Baju
perang ini memang milik anda, aku memungutnya ketika terjatuh di perang siffin.
Hari ini saya menyaksikan seorang hakim yang sangat adil dan teguh menegakkan ajaran Allah demi aku. Sungguh
aku telah melihat kebenaran Islam. Maka saat ini juga aku menyatakan
diri memeluk Islam”. Syuraih kemudian membimbingnya
mengucapkan dua kalimat syahadat.
ALI
MEMBERI HADIAH
Sebagai
rasa gembira atas ke Islamannya, kemudian Ali menghadiahkan baju perang yang
diperselisihkan ditambah lagi seekor kuda.
TIDAK
MEMIHAK KELUARGA
Keadilan
dan keberanian Syuraih juga terjadi saat anaknya menghadapi suatu masalah,
Syuraih justru menyuruh anaknya mengajukan ke pengadilan. Namun justru di
pengadilan Syuraih memenangkan lawan anaknya.
Begitu mulia sikap seorang mukmin terhadap keadilan,
baginya sikap adil lebih diutamakan dari pada mengikuti hawa nafsu yang selalu
mengutamakan kepentingan harta dan kedudukan, namun jiwa terasa tersiksa dan
jauh dari barokah
KISAH TAULADAN
JASAD RASULULLAH HARUM
Demikian mulia Rasulullah
s.a.w. karena ketinggaian pribadi dan akhlaknya, bahkan sampai wafatpun jasad
beliau utuh dan berbau harum.
Diriwayatkan oleh Bukhari
rahimahullah dalam shahihnya, dari Aisyah r.a. dalam kisah wafatnya Nabi s.a.w.
beliau bersabda : "Abu Bakar datang dan membuka (penutup
wajah) Rasulullah s.a.w.
dan bersabda : “Demi
ayah dan ibuku, sungguh engkau tetap harum sewaktu hidup maupun mati…..", sampai akhir hadits.
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata :
“Ketika orang berkumpul untuk memandikan
Rasulullah s.a.w. di
rumah tidak ada orang kecuali keluarganya, pamannya Abbas bin Abdul Muthalib,
Ali bin Abu Thalib, Fadl bin Abbas, Qadam bin Abbas, Usamah bin Zaid bin Haritsah serta Shaleh budaknya. Didahului
Abbas, Fadl dan Qadam membolak balikkan bersama Ali bin Abu Thalib. Sementara
Usamah bin Zaid dan Shaleh budaknya menyiram air. Sementara Ali
memandikannya. Tidak didapati pada diri Rasulullah s.a.w.
sesuatu yang dilihat pada mayat lainnya. Beliau berkata : “Demi
ayah dan ibuku, alangkah harumnya anda (Rasulullah) waktu hidup maupun
meninggal dunia… sampai akhir hadits.
Dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan muram selain ketika Rasulullah s.a.w.
meninggalkan dunia".
(H.R. Ahmad)
Banyak yang tidak percaya
tentang berita kematian Rasulullah s.a.w. hingga Abu Bakar berkata : "Barangsiapa
di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad
telah meninggal dunia. Tetapi
barangsiapa di antara kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha
Hidup dan tidak meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar