Minggu, 15 April 2018




BILA KEADILAN DITEGAKKAN


“Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Maidah (5) : 8)


Karena luas dan sempurnanya ajaran Islam, sehingga sikap adil sangat ditekankan, begitu pentingnya bersikap adil sampai bisa mendekat ketingkat taqwa. Karena sikap adil dilaksanakan secara merata di zaman kholifah, sampai sampai rakyatpun berani mengadukan kholiifahnya ke pengadilan tanpa rasa takut, karena rakyat yakin akan keadilan yang selalu ditegakkan tanpa tebang pilih , tanpa pandang bulu.
Suatu hari hakim Syuraih bin al Harits Al Kindi kedatangan Amirul Mukminin  Umar bin Khaththab dan penjual kuda. Keduanya bermaksud mengadukan permasalahan yang sedang dihadapi dan meminta Qadhi (hakim) Syuraih untuk menuntaskannya.      

KHALIFAH MINTA GANTI RUGI
Penjual kuda menjelaskan, suatu hari Khalifah Umar membeli seekor kuda darinya, selang beberapa hari khalifah Umar mengembalikan  dan menuntut ganti rugi. Khalifah Umarpun menjelaskan bahwa dia mengembalikan kuda dan menuntut ganti, karena kuda berpenyakit dan cacat sehingga larinya tidak kencang.

PENJUAL KUDA MENOLAK
“Saya tidak menerima alasan Khalifah Umar, karena saya menjualnya dalam keadaan sehat  dan tidak cacat”, kata penjual kuda menyanggah. Syuraih bertanya kepada Umar : “Apakah benar ketika anda membeli kuda itu keadaannya sehat dan tidak cacat ?”, Umar menjawab singkat : “Benar”.

KEPUTUSAN ADIL
Kemudian hakim Syuraih memutuskan bahwa khalifah Umar tidak berhak minta ganti kepada penjual kuda, karena ketika transaksi kuda dalam keadaan sehat, tidak cacat, kemudian hakim berkata kepada Umar : “Peliharalah apa yang anda beli atau jika ingin mengembalikan, kembalikan seperti ketika anda menerimanya”. Mendengar keputusan Syuraih, Umar bertanya : “Benarkah keputusan Anda ?”. Syuriah mengangguk tegas.    

DIANGKAT KE KUFAH
Umar memandang kagum Syuraih kemudian berkata : “Beginilah seharusnya putusan itu, ucapan yang pasti dan dan keputusan yang adil. Pergilah ke Kufah aku mengangkatmu sebagai hakim disana !”.       

KHALIFAH ALI MENUDUH
Dimasa kalifahan Ali bin Abu Thalib, Syuraih yang masih menjadi hakim didatangi Ali bersama seorang Yahudi. Ali mengadu kepada Syuraih bahwa baju perangnya dicuri si Yahudi. “Aku menemukan baju besiku dibawa oleh orang ini, tanpa melalui jual beli atau hibah”. Mendengar pengaduan Ali hakim Syuraih kemudian mempersilahkan Yahudi menyampaikan pembelaan. “Ini baju perangku, sebab berada di tanganku !, sanggah si Yahudi.           

KHALIFAH MEMBELA DIRI
Syuraih kemudian bertanya kepada kepada Khalifah Ali :Bagaimana anda yakin jika ini baju perang Anda ?”. Ali menjawab : “Karena orang yang memiliki baju perang seperti ini hanya aku”. Syuraih berkata : “Aku  tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur wahai Amirul Mukminin dan aku yakin baju besi ini milik anda, tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi untuk menguatkan pengakuan anda”. Kemudian Ali mengajukan dua orang saksi, yakni pembantunya Qanbar dan anak kesayangannya Hasan.

SAKSI DITOLAK
Tetapi Syuriah tidak mau menerima kesaksian Hasan dengan alasan dalam Islam kesaksian anak terhadap ayahnya tidak dapat diterima. Mendengar  keputusan Syuraih Ali bertanya : “Apakah anda tidak menerima kesaksian seorang calon penghuni syurga ?.  Apakah anda tidak mendengar Rasullulah bersabda bahwa Hasan dan Husain adalah dua ahli syurga ?”. “Aku hanya tidak menerima kesaksian seorang anak terhadap ayahnya”, jawab Syuraih tegas sambil membacakan surah Al Maidah ayat 8 : “Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang orang yang selalu menegakan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil…...               

KHALIFAH MENERIMA KEPUTUSAN
Mendengar penjelasan Syuraih, Ali pun menerima keputusan dengan lapang dada.karena menurutnya apa yang diputuskan Syuraih sesuai dengan ketentuan Alah Taala dan Rasul Nya. Ali merasa bangga karena hakim yang dipilihnya berlaku adil, termasuk kepada dirinya yang sedang memangku sebagai Khalifah. Khalifah Ali kemudian menyerahkan baju perang kepada si Yahudi sambil berkata : “Ambilah baju perang ini, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya”.

TERKESIMA DAN MEMELUK ISLAM
Menyaksikan keadilan Syuraih dan keagungan Ali, si yahudi terpana sambil berkata : “Baju perang ini memang milik anda, aku memungutnya ketika terjatuh di perang siffin. Hari ini saya menyaksikan seorang hakim yang sangat adil dan teguh menegakkan ajaran Allah demi aku. Sungguh aku telah melihat kebenaran Islam. Maka saat ini juga aku menyatakan diri memeluk Islam”. Syuraih kemudian membimbingnya mengucapkan dua kalimat syahadat.

ALI MEMBERI HADIAH
Sebagai rasa gembira atas ke Islamannya, kemudian Ali menghadiahkan baju perang yang diperselisihkan ditambah lagi seekor kuda.

TIDAK MEMIHAK KELUARGA
Keadilan dan keberanian Syuraih juga terjadi saat anaknya menghadapi suatu masalah, Syuraih justru menyuruh anaknya mengajukan ke pengadilan. Namun justru di pengadilan Syuraih memenangkan lawan  anaknya. Begitu mulia sikap seorang mukmin terhadap keadilan, baginya sikap adil lebih diutamakan dari pada mengikuti hawa nafsu yang selalu mengutamakan kepentingan harta dan kedudukan, namun jiwa terasa tersiksa dan jauh dari barokah 

KISAH TAULADAN
JASAD RASULULLAH HARUM
Demikian mulia Rasulullah s.a.w. karena ketinggaian pribadi dan akhlaknya, bahkan sampai wafatpun jasad beliau utuh dan berbau harum.
Diriwayatkan oleh Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, dari Aisyah r.a. dalam kisah wafatnya Nabi s.a.w. beliau bersabda : "Abu Bakar datang dan membuka (penutup wajah) Rasulullah s.a.w. dan bersabda : Demi ayah dan ibuku, sungguh engkau tetap harum sewaktu hidup maupun  mati…..", sampai akhir hadits. 
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata : Ketika orang berkumpul untuk memandikan Rasulullah s.a.w. di rumah tidak ada orang kecuali keluarganya, pamannya Abbas bin Abdul Muthalib, Ali bin Abu Thalib, Fadl bin Abbas, Qadam bin Abbas, Usamah bin Zaid bin Haritsah serta Shaleh budaknya. Didahului Abbas, Fadl dan Qadam membolak balikkan bersama Ali bin Abu Thalib. Sementara Usamah bin Zaid dan Shaleh budaknya menyiram air. Sementara  Ali memandikannya. Tidak didapati pada diri Rasulullah s.a.w. sesuatu yang dilihat pada mayat lainnya. Beliau berkata : Demi ayah dan ibuku, alangkah harumnya anda (Rasulullah) waktu hidup maupun meninggal dunia… sampai akhir hadits. Dan tidak kulihat hari yang lebih buruk dan muram selain ketika Rasulullah s.a.w. meninggalkan dunia". (H.R. Ahmad)
Banyak yang tidak percaya tentang berita kematian Rasulullah s.a.w. hingga Abu Bakar berkata : "Barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Tetapi barangsiapa di antara kalian menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak meninggal.      

Mendengar kewafatan Nabi Umar marah, kemudian Abu Bakar membaca firman Allah : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) ?. Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun dan Allah akan memberi balasan kepada orang orang yang bersyukur”. (Q.S. Ali Imran (3) : 144). Setelah Abu Bakar membacakan ayat ini, maka Umar sadar dan tenang kembali dari emosinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar