Jumat, 18 Maret 2016


   
SHALAHUDDIN AL AYYUBI
      PANGLIMA  PERANG SALIB YANG SENANTIASA MEMBAWA KAIN KAFANNYA


“ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul Nya dan orang orang yang beriman dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. ( Q.S. Attaubah (9) : 16 )

Kepahlawanannya cukup dikenal di kalangan kaum Muslimin maupun daratan Eropah karena kepiawaiannya di bidang militer. Berkat didikan agama, sehingga membentuknya menjadi panglima berjiwa ksatria, sportif, santun, rendah hati dan pemaaf. Di kalangan Barat namanya lebih dikenal dengan sebutan Saladin.

NASAB DAN KELAHIRAN
Nama asli  Yusuf bin Najmuddin. Al Ayyubi dinisbahkan pada nama keluarga. Lahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140 km barat laut Bagdad) pada 1137.
Selama 10 tahun belajar di Damaskus di lingkungan dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad Din atau Nuruddin Zangi.

PENDIDIKAN MILITER
Selain mendalami agama, juga mendapat pendidikan kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, panglima perang Turki Seljuk. Bersama  pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir kekhalifahan Fatimid (keturunan Fatimah Az Zahra, putri Nabi Muhammad s.a.w.).

MENJABAT SULTHAN MESIR
Penobatan Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi putra Nuruddin, Shalih Ismail. Ketika Nuruddin wafat, Shalih Ismail berti
kai soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan Mesir.

MEMIMPIN MESIR DAN SYRIA
Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Shalahuddin. Shalih Ismail menyingkir dan terus melawan hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir

PERANG SALIB 1
Akibat hasutan dan fitnah yang dihembuskan seorang patriarch bernama Ermite, sehingga berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus dan mengirim ratusan ribu pasukan ke Yerusalem untuk Perang Salib pertama. Kota suci ini berhasil direbut pada tahun 1099. Ratusan ribu kaum Muslimin dibunuh dengan sadisnya.

MEREBUT KEMBALI YERUSALEM ( PERANG SALIB 2 )
Mengingat betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi ummat Islam dan mendengar kedzaliman orang orang Kristen di sana, pada tahun 1187 Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen menyebutnya Perang Salib ke 2. Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 July 1187. Dua bulan kemudian Baitul Maqdis berhasil direbut kembali.

SERANGAN BALIK PASUKAN KRISTEN ( PERANG SALIB 3 )
Berita jatuhnya Yerusalem menggemparkan dunia Kristen dan Eropa. .Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib 3), dipimpin Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard ‘the Lion Heart’.

PERJANJIAN DAMAI
Perang berlangsung cukup lama, Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, gencatan senjata akhirnya disepakati kedua belah pihak. Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai tentang pembagian wilayah Palestina menjadi dua : daerah pesisir Laut Tengah untuk orang Kristen,  perkotaan untuk orang Islam dan kedua belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

MENGHORMATI MUSUH
Sikap sportif, ksatria dan kemuliaan Shalahuddin dibuktikan, di tengah suasana perang, dia berkali kali mengirimkan es dan buah buahan untuk Raja Richard yang sedang sakit. Shalahuddin mengirimi buah pir segar dan dingin dalam salju, juga menawarkan pengobatan dan mengirim seorang dokter, saat itu ilmu kedokteran Muslim sudah maju dan dipercaya.

SANTUN DAN BIJAKSANA
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan raja Inggris : Richard sepakat dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim namun tetap terbuka bagi penziarah Kristen.

MENGHORMATI PEMELUK AGAMA LAIN
Ketika memerintah Jerusalem, Shalahuddin Al Ayyubi tetap memuliakan pemeluk agama lain, sambil berkata : “ Muslim yang baik harus memuliakan tempat ibadah agama lain ! ”.

SANTUN
Ketika menaklukkan Kairo, dia tidak segera mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istananya, dia menunggu sampai rajanya wafat, baru  diantar ke tempat pengasingannya.  

MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN UMUM
Gerbang kota benteng istana selalu dibuka untuk umum, rakyat diperkenankan tinggal di kawasan yang dahulunya hanya untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo tidak hanya membangun masjid dan benteng, tetapi juga sekolah, rumah sakit bahkan gereja.

SHOLIH
Kebiasaan Sultan Shalahuddin membacakan Kitab Suci Al Quran kepada pasukannya menjelang pertempuran. Sangat disiplin menjaga puasanya, aktif sholat berjama’ah hingga akhir hayatnya. Minumannya hanya air, memakai pakaian dari bulu kasar.
Bahkan ketika sakit keras pun tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya agar berbuka. “ Aku tidak tidak tahu bila ajal akan mene
muiku ”, katanya.

RENDAH HATI SANGAT PERDULI
Shalahuddin sangat akrab dan dicintai rakyat, selalu meluangkan hari Senin dan Selasa untuk menerima tamu yang datang memerlukan bantuannya, sikap adil, jujur dan kasih sayang menjadi acuannya.
Suatu ketika menyempatkan hadir ketika dipanggil ke pengadilan karena tuduhan fitnah, walau tuduhan tak terbukti,  Shalahuddin tidak emosi, bahkan menghadiahi yang menuduhnya dengan sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Dia suka  bersedekah dan memberikan hadiah para tamunya.

KSATRIA BERJIWA SPORTIF DAN PEMAAF
Berkat jiwa kepahlawaan Muslimnya yang sportif, menjelang penyerbuan dia masih memberi kesempatan fihak Kristen guna mempersiapkan diri agar bisa melawan pasukannya dengan terhormat.    
Namun berkat ketangguhannya tetap saja kekalahan berada di fihak musuh. Berkat sikap ksatrianya yang bijak pula, ketika pasukan Kristen takluk, yang dilakukan tidak menjadikannya penduduk Nasrani menjadi budak, bahkan membebaskannya tanpa dendam, walau di tahun 1099 pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem 70. 000. dan membantai kaum Muslimin dengan sadisnya dan menggiring orang Yahudi ke sinagog untuk dibakar.

WAFAT DENGAN HANYA SELEMBAR KAFAN DAN UANG 66 DIRHAM
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Yang  merawat jenazahnya tercengang karena ketika membuka peti besinya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya. Guna keperluan pemakaman mereka terpaksa harus berhutang dulu, karena hartanya banyak dibagikan kepada yang membutuhkannya. Dia hanya memiliki selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah) di dalam kotak besinya.
Walau seorang panglima, namun dia tak rakus harta, karena faham hakekat hidup sebenarnya, dia hanya berharap akan ampunan dan pahala, demi kehidupan kelak di akherat yang kekal, nikmat dan abadi.   
Yaa Allah ampunilah dosanya dan terimalah amal sholihnya dengan pahala sebagaimana yang telah Kau janjikan. Yaa Allah jadikan kami sebagai hamba yang bisa meneruskan jejak perjuangannya,  Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar