Selasa, 25 Juni 2019




ABDURRAHMAN BIN ‘AUF

PIAWAI BERDAGANG JUGA DERMAWAN


          “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang orang yang sabar”. (Q.S. Ali Imran (3) : 142)

Di masa jahiliah bernama Abdu Amr, berasal dari Bani Zuhrah, saudara sepupu Sa’ad bin Abi Waqqas, memiliki hubungan kerabat dengan Usman bin Affan. Setelah memeluk Islam namanya diganti Rasulullah s.a.w. menjadi Abdurrahman bin Auf.
Memeluk lslam di awal misi kerasulan, sebelum Rasulullah s.a.w. melakukan pembinaan di rumah Arqam bin Abil Arqam. Keislamannya kira kira dua hari setelah Abu Bakar. Nabi s.a.w.. memasukkan ke dalam golongan 10 orang ahli syurga.
Ikut hijrah ke ke Habsyi (Ethiopia), kemudian kembali ke Mekah dan berangkat kembali ke Habsyi untuk kedua kalinya. Saat turun perintah hijrah ke Madinah, berada di kelompok Muhajirin. Sesampai di Madinah Rasulullah mempersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’ orang Madinah yang kaya dan dermawan.

DITAWARI
Saking cinta dan sayangnya dalam persaudaraan Islam, sampai Sa’ad bin Rabi’ sempat menawari Abdurrahman bin ‘Auf : “Aku punya banyak harta dan dua orang istri. Ambillah separo hartaku, pilih salah satu istriku yang menurutmu paling cantik, aku akan menceraikannya agar kau dapat memperistrinya !.         

DITOLAK  
Namun anehnya tawaran ini tidak diterima sebagai aji mumpung, justru karena kebesaran jiwanya yang suka bekerja dan berusaha keras, justru dijawab Abdurrahman bin ‘auf dengan santun : ‘”Tidak terima kasih, tolong tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar di sini !.

TEKUN BERDAGANG
Jawaban tidak aneh karena Abdurrahman memang seorang pengusaha, dibidang perdagangan. Sejak saat itu dia memulai kegiatannya berdagang di pasar Madinah  sehingga menjadi pedagang sukses. Kafilah kafilahnya penuh barang barang berupa gandum, tepung, minyak, pakaian, barang barang pecah belah, wangi wangian dan segala kebutuhan penduduk. Perdaganannya hingga menjangkau sampai Mesir dan Syria.

AKAN MENIKAH
Suatu saat dia datang ke Rasulullah memakai parfum. Rasulullah menyambutnya seraya berkata : “Alangkah wanginya kamu Abdurrahman”.
“Saya hendak menikah wahai Rasulullah”.
“Apa mahar yang akan kau berikan kepada istrimu ?”, tanya Rasulullah.     
“Emas seberat biji kurma”.
“Adakan walimah, walau hanya menyembelih seekor kambing, semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu”.  

AKTIF SHODAQAH
Meski keuntungannya begitu besar berkat kepiawaiannya  berdagang, dia tidak pernah lupa membelanjakan sebagian hartanya di jalan Allah. Selain untuk membiayai sanak saudaranya, juga untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara lslam untuk berjihad fi sabilillah.

MENYAMBUT SERUAN RASULULLAH
Suatu hari Rasulullah s.a.w. berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau bersabda : “Bersedekahlah kalian, karena saya akan mengirim pasukan ke medan perang”.
Mendengar seruan Rasulullah s.a.w. Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan  kembali ke hadapan Rasulullah : “Ya Rasulullah saya mempunyai uang 4.000. Yang 2.000. saya pinjamkan kepada Allah, sisanya saya tinggalkan untuk keluarga saya”. Kemudian Rasulullah s.a.w. mendoakan agar diberi keberkahan oleh Allah s.w.t.

PENYANDANG DANA
Ketika Rasulullah s.a.w. membutuhkan dana untuk menghadapi tentara Romawi dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu pelopor dalam menyumbangkan hartanya.
Saat itu jumlah dana dan tentara yang dibutuhkan sangat besar, karena jumlah tentara musuh sangat besar, di samping itu Madinah sedang mengalami musim panas pula.
Perjalanan ke Tabuk yang jauh merupakan perjalanan sangat berat dan sulit. Sementara dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula jumlah kendaraan tidak memadai sampai sampai banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah s.a.w.

SEDIH LANTARAN TAK PUNYA BEKAL
Mereka tidak diizinkan menjadi tentara yang akan turut berperang, karena kendaraan tidak mencukupi. Mereka yang ditolak merasa sedih karena mereka tidak mempunyai apa apa untuk disumbangkan.

PASUKAN SUSAH
Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan sebutan : “orang orang yang menangis, sementara pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan : Jaisyul ‘Usrah (pasukan susah)”.

SERENTAK MENYAMBUT SERUAN RASULULLAH
Menghadapi situasi sulit ini, Rasulullah s.a.w. mengimbau kaum muslimin yang berkecukupan agar mengorbankan harta bendanya untuk jihad fi sabilillah. Dengan serentak kemudian kaum muslimin memenuhi seruan tersebut.

SALING BERLOMBA
Kemudian Abdurrahman bin Auf dengan spontan mempelopori dengan menyerahkan 200 uqiyah emas. Melihat hal itu Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah s.a.w. “Agaknya Abdurrahman khilaf, wahai Rasulullah lihat saja, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya”.
Maka Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman : “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu ?”. “Ada ya Rasulullah, mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan, jawab Abdurrahman. ”Berapa ?”, tanya Rasulullah, “Sebanyak rizki, kebaikan dan upah yang dijanjikan Allah”, kata Abdurrahman mantap.   

RASULULLAH MENDO’AKAN
Mendengar jawaban Abdurrahman, Rasulullah s.a.w. mendoakan kebaikan untuknya : “Semoga Allah memberkatimu dan hartamu”. Ketika pasukan muslimin berangkat ke Tabuk, Abdurrahman bin Auf ikut turut serta pula.

MENJADI IMAM
Dalam perang ini saat waktu shalat sudah tiba, namun Rasulullah s.a.w. belum hadir, maka Abdurrahman ditunjuk para sahabat menjadi imam, setelah hampir selesai rakaat pertama Rasulullah s.a.w. tiba, beliau langsung bermakmum,  pengalaman di Tabuk ini merupakan pengalaman istimewa dan luar biasa bagi Abdurrahman.

PIAWAI DAN MULIA
Demikian mulia pribadi Abdurrahman bin ‘auf, walau piawai dalam berdagang namun tidak bakhil, karena kecintaannya kepada sang Nabi s.a.w. sebagai utusan Allah, juga demi tegaknya agama !.

SIFAT WARA’ IMAM ABU HANIFAH


Yazid bin Harun berkata : “Saya belum pernah mendengar ada seseorang yang lebih wara’ dari pada Imam Abu Hanifah. Saya pernah melihat beliau pada suatu hari sedang duduk di bawah terik matahari di dekat pintu rumah seseorang. Lalu saya bertanya kepadanya : “Wahai Abu Hanifah !, apa tidak sebaiknya engkau berpindah ke tempat yang teduh ?”.
Beliau menjawab : “Pemilik rumah ini mempunyai hutang kepadaku beberapa dirham, maka saya tidak suka duduk di bawah naungan halaman rumahnya”.
Sikap seperti apa yang lebih wara daripada sikap ini ?. Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau ditanya mengapa enggan berdiam di tempat teduh, lalu Abu Abu Hanifah berkata kepadaku : “Pemilik rumah ini mempunyai sesuatu, maka saya tidak suka berteduh di bawah naungan dindingnya, sehingga hal tersebut menjadi upah suatu manfaat”.
Saya tidak berpendapat bahwa hal tersebut wajib bagi semua orang, akan tetapi orang alim wajib menerapkan ilmu untuk dirinya sendiri lebih banyak daripada yang dia ajarkan kepada orang lain.
Sebagaimana pula Imam Abu Hanifah pernah meninggalkan makan daging kambing selama tujuh tahun ketika seekor kambing milik baitul mal di Kufah hilang sehingga beliau yakin kambing tersebut telah mati.
Sebab beliau menanyakan berapa waktu paling lama kambing bisa bertahan hidup ?. Dikatakan kepadanya : “Tujuh tahun”. Maka beliau meninggalkan makan daging kambing selama 7 tahun karena untuk berhati hati lantaran ada kemungkinan kambing haram itu masih hidup. Sehingga, bisa jadi kebetulan dia memakan sebagian dari kambing tersebut yang berarti mendzalimi dirinya. Meskipun sebenarnya tidak berdosa karena tidak mengetahui benda itulah yang haram.

MOHON ILMU MANFA’AT, RIZKI DAN AMAL YANG DITERIMA
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

         “Ya Allah sungguh aku memohon kepada Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima”. (H.R. Ibnu Sunni dan Ibnu Majah). Dihasankan Syu’aib dan Abdul Qadir




Tidak ada komentar:

Posting Komentar