ADAB MENGHARGAI JASA ORANG DULU
”Orang orang yang
terdahulu lagi yang pertama tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar
dan orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka
dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga syurga
yang mengalir sungai sungai di dalamnya selama lamanya. Mereka kekal di dalamnya, Itulah kemenangan yang
besar”. (Q.S.
At Taubah (9) : 100)
Betapa mulia dan tinggi
perjuangan para kaum Muslimin pendahulu kita, mereka telah mau dan rela
berkorban dengan harta bahkan jiwanya, demi tegaknya agama Islam, sehingga
syiar Islam sekarang sampai kepada kita.
Diantara
cara menghargai jasa para pendahulu adalah :
MENGHARGAI DENGAN MENDO’AKAN PARA PENDAHULU
Bahkan Allah mengabadikan
dalam firman Nya, sekaligus tuntunan guna menghargai jasa para assabiqunal
awalun (awal pendahulu). Bahkan disertai pula tuntunan untuk mendo’akannya
: “Dan orang orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Anshar) mereka berdoa : “Ya Rabb kami beri ampunlah kami dan saudara
saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang orang yang beriman, ya Rabb kami sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al Hasyr (59) : 10).
1.DENGAN MENCINTAINYA
Karena
pentingnya menghargai para pendahulu sampai Nabi mengaitkan dengan nilai
keimanan. Nabi s.a.w. bersabda : “Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar dan tanda
kemunafikan ialah membenci kaum Anshar”. (H.R. Bukhâri).
Begitu
pentingnya mencitai para pendahulu, sampai digolongkan sebagai orang mukmin
dan yang tidak digolongkan munafik !. Bahkan yang mencintai juga dicintai Allah. Beliau s.a.w. bersabda : “Tidaklah yang mencintai orang orang Anshar melainkan seorang mukmin, dan tidaklah yang membenci
mereka kecuali orang orang
munafik. Barang siapa yang mencintai mereka, maka Allah cinta kepadanya dan
barang siapa yang membenci mereka, maka Allah benci kepadanya”. (H.R. Muslim).
2.MEMBERI GELAR YANG BAIK
Begitu tinggi dan mulia akhlak Nabi
sehingga sampai dan sempat menghargai jasa para sahabatnya, dengan memberi
gelar yang baik sekaligus sebagai motivasi. Diantara gelar yang diberikan Nabi
adalah :
Khadijah binti Khuwailid diberi
gelar (At
Tahirah
:
Wanita suci), Aisyah binti Abu Bakar bergelar
(Humairah
:
Pipi kemerah merahan), Zainab binti Khuzaimah
(Ummul Masakin :
Ibu orang orang
miskin), ‘Abdullah bin Rawahah (Ketegaran
Pembela Islam), Khalid
bin Walid (Pedang Allah), Hamzah
bin Abdul Muthalib (Assadullah : Singa Allah), Mush’ab bin Umair (Pemuda
yang Harum), Utsman
bin Affan (Dzu Nurain
:
Pemilik dua cahaya), Ali
bin Abi Thalib (Abu Turab), Abu
Bakar (Assidiq :
Yang membenarkan), , Abu Darda’ (Penolong
Rasulullah), Zaid
bin Khaththab (Memberi Tanpa Diminta), Thalhah bin ‘Ubaidillah (Jagoan Quraisy yang
Mendapat Hidayah Allah), Zubair
bin ‘Awwam (Pemuda Dermawan), Khubaib
bin ‘Adi (Penasihat Kebajikan), ‘Umair
bin Sa’ad (Penyair Islam), , Ummu
Sulaim (Pemilik mahar paling Mahal)
3.MENGHARGAI DENGAN MENDO’AKAN
Bahkan Allah mengabadikan
dalam firman Nya, sekaligus memberikan tuntunan guna menghargai jasa para "as sabiqunal awwalun" (orang yang pertama memeluk islam). Bahkan disertai pula
tuntunan untuk mendo’akannya. : “Dan orang orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa : “Ya Rabb kami beri ampunlah kami dan
saudara saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang orang
yang beriman, ya Rabb kami
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al Hasyr (59) :
10).
NABI
MENGHARGAI
JASA DAN MENDO’AKAN IBNU ABBAS R.A.
Dalam rangka melaksanakan
firman Allah tersebut, maka Nabi menauladani dengan menghargai para sahabatnya dengan mencintai dan
medo’akannya.
Dikisahkan Ibnu Abbas suatu saat dia membantu
Nabi dengan memberikan air wudhu, kemudian Nabi mendo’akan agar Ibnu Abbas
menjadi orang yang ahli dalam agama dan menguasai tafsir Alquran.
MENDO’AKAN ABU
QATADAH
Di waktu lain Abu Qatadah pernah
menjaga tubuh Rasul yang sedikit miring dari tunggangannya pada malam hari agar
tak jatuh. Kemudian Nabi mendo’akan agar Allah menjaga Abu
Qatadah seperti dia menjaga nabi Nya.
YANG MENENTANG RASUL
SESAT DAN MASUK NERAKA
Maka sebagai orang beiman hendaknya mengikuti (ittiba’) tuntunan
Rasulullah yang demikian santun kepada siapapun, sehingga merasa paling
benar, paling sholih, sehingga berakibat meremehkan orang lain.
Bahkan akan berakibat sesat dan dimasukkan kedalam neraka !.
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah
jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam dan Jahannam itu seburuk buruk tempat kembali”. (Q.S. An Nisâ`(4) :115).
PERINTAH MEMEGANG TEGUH
SUNNAH
Bahkan begitu pentingnya mengikuti sunnah Nabi dan sunnah para
khulafaurrosyidin denga kokoh sampai Nabi bersabda :
“Perpegang teguhlah
dengan sunnahku dan sunnah para Khulafâur Râsyidin, pegang eratlah sunnah itu dengan gigi
geraham kalian”. (H.R. Abu Dawud,
Tirmidzi, Ibnu Mâjah)
Dari
firman Allah dan tuntunan Nabi s.a.w. tersebut hendaknya jangan suka meremehkan
manusia, karena merasa dirinya lebih benar, lebih sholih, lebih suci, apalagi
menolak kebenaran karena merasa gurunya paling benar !.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari
Nabi s.a.w. beliau bersabda : “Tidak akan
masuk syurga seseorang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi”. Ada seorang bertanya :
“Bagaimana
dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus ?”.
Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan. Sombong
adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain“. (H.R.
Muslim)
Semoga Allah
selalu memberikan hidayah Nya agar kita dijauhkan dari sifat sombong, Amiin.
GELAR
KEHORMATAN “KARROMALLOOHU WAJHAH” PADA
ALI
Begitu mulia akhlak Rasulullah
sebagai seorang Nabi, sehingga suka menghargai dan menghormati para sahabatnya
dengan memberi gelar. Pada umumnya gelar
yang disematkan kepada para sahabat adalah radiyallahu ‘anhu (semoga Allah
meridloinya). Disamping sebagai penghormatan, juga sebagai do’a kepada para sahabat Nabi yang turut memperjuangkan
Islam di masa awal, hingga akhirnya Islam menjadi agama seperti saat ini.
Sangat beda dengan sahabat Ali bin Abi
Thalib yang memiliki gelar lain, gelar khusus yang hanya diperuntukkan bagi Ali
bin Abi Thalib, yakni karramallahu wajhah (Semoga Allah memuliakan wajahnya).
Mengapa Ali bin Abi Thalib bergelar demikian
?.
Dalam buku tentang Ali bin Abi Thalib,
yang ditulis Ali Audah, 2015, dijelaskan : Ali bin Abi Thalib tidak pernah
menyembah berhala sepanjang hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan penyebutan
nama Ali disertai do’a khas karramallahu wajhah.
Di
samping itu Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai sahabat yang tidak pernah
melihat aurat dirinya apalgi orang lain, dia sangat menjaga pandangannya
sehingga terbebas dari melihat aurat seseorang. Ali bin Abi Thalib lahir
di area Masjidil Haram, Makkah pada Jumat 13 Rajab, riwayat lain menyebut bahwa
Ali bin Abi Thalib lahir sekitar 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad. Bahkan
di usia 8 tahun sudah memeluk Islam. Hal ini yang menjadikannya sebagai golongan
yang pertama memeluk Islam dari kalangan anak anak.
Saat itu Ali bin Abi Thalib tidak
sengaja mendapati Nabi Muhammad dan
Khadijah sedang melakukan suatu ritual. Semula bertanya apa yang
dikerjakan pamannya itu. Nabi Muhammad kemudian menjelaskan bahwa yang dikerjakannya
adalah shalat. Beliau kemudian menyeru Ali bin Abi Thalib untuk memeluk Islam. Akhirnya
Ali menerima dakwah Nabi Muhammad untuk memeluk Islam tanpa meminta pendapat
orang tuanya.
Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat yang cerdas. Jika para sahabat menemukan
persoalan rumit, mereka mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminta jawaban, sebagi
jalan keluar, karena para sahabat maklum jika Ali memang cerdas, orang yang
tepat untuk dimintai jawaban atas persoalan yang mereka hadapi.
Bahkan Nabi Muhammad juga mengakui kecerdasan Ali bin Abi
Thalib.
Dalam satu hadits, Nabi
mengatakan bahwa : “Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali bin Abi Thalib adalah
gerbangnya (ilmu)”. (Ana madinatul ilmi wa Ali babuha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar