Kamis, 16 Januari 2020



ADAB MENGHARGAI JASA ORANG DULU

”Orang orang yang terdahulu lagi yang pertama tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga syurga yang mengalir sungai sungai di dalamnya selama lamanya. Mereka kekal di dalamnya, Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At Taubah (9) : 100)
Betapa mulia dan tinggi perjuangan para kaum Muslimin pendahulu kita, mereka telah mau dan rela berkorban dengan harta bahkan jiwanya, demi tegaknya agama Islam, sehingga syiar Islam sekarang sampai kepada kita.         
Diantara cara menghargai jasa para pendahulu adalah :

MENGHARGAI DENGAN MENDO’AKAN PARA PENDAHULU
Bahkan Allah mengabadikan dalam firman Nya, sekaligus tuntunan guna menghargai jasa para assabiqunal awalun (awal pendahulu). Bahkan disertai pula tuntunan untuk mendo’akannya :  “Dan orang orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa : “Ya Rabb kami beri ampunlah kami dan saudara saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang orang yang beriman, ya Rabb kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al Hasyr (59) : 10).

1.DENGAN MENCINTAINYA      
Karena pentingnya menghargai para pendahulu sampai Nabi mengaitkan dengan nilai keimanan. Nabi s.a.w. bersabda : “Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum Anshar”. (H.R.  Bukhâri).
Begitu pentingnya mencitai para pendahulu, sampai digolongkan sebagai orang mukmin dan yang tidak digolongkan munafik !. Bahkan yang mencintai juga dicintai Allah. Beliau s.a.w. bersabda : “Tidaklah yang mencintai orang orang Anshar melainkan seorang mukmin, dan tidaklah yang membenci mereka kecuali orang  orang munafik. Barang siapa yang mencintai mereka, maka Allah cinta kepadanya dan barang siapa yang membenci mereka, maka Allah benci kepadanya”.  (H.R. Muslim).

2.MEMBERI GELAR YANG BAIK
Begitu tinggi dan mulia akhlak Nabi sehingga sampai dan sempat menghargai jasa para sahabatnya, dengan memberi gelar yang baik sekaligus sebagai motivasi. Diantara gelar yang diberikan Nabi adalah : 
Khadijah binti Khuwailid diberi gelar (At Tahirah : Wanita suci), Aisyah binti Abu Bakar bergelar (Humairah : Pipi kemerah merahan), Zainab binti Khuzaimah (Ummul Masakin : Ibu orang orang miskin), ‘Abdullah bin Rawahah (Ketegaran Pembela Islam), Khalid bin Walid (Pedang Allah), Hamzah bin Abdul Muthalib (Assadullah : Singa Allah), Mush’ab bin Umair (Pemuda yang Harum), Utsman bin Affan (Dzu Nurain : Pemilik dua cahaya), Ali bin Abi Thalib (Abu Turab), Abu Bakar (Assidiq : Yang membenarkan), , Abu Darda’ (Penolong Rasulullah), Zaid bin Khaththab (Memberi Tanpa Diminta),  Thalhah bin ‘Ubaidillah (Jagoan Quraisy yang Mendapat Hidayah Allah), Zubair bin ‘Awwam (Pemuda Dermawan), Khubaib bin ‘Adi (Penasihat Kebajikan), ‘Umair bin Sa’ad (Penyair Islam), , Ummu Sulaim (Pemilik mahar paling Mahal)

3.MENGHARGAI DENGAN MENDO’AKAN
Bahkan Allah mengabadikan dalam firman Nya, sekaligus memberikan tuntunan guna menghargai jasa para "as sabiqunal awwalun" (orang yang pertama memeluk  islam). Bahkan disertai pula tuntunan untuk mendo’akannya. : “Dan orang orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa : Ya Rabb kami beri ampunlah kami dan saudara saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang orang yang beriman, ya Rabb kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al Hasyr (59) : 10).

NABI MENGHARGAI JASA DAN MENDO’AKAN IBNU ABBAS R.A.
Dalam rangka melaksanakan firman Allah tersebut, maka Nabi menauladani dengan menghargai para sahabatnya dengan mencintai dan medo’akannya.   
Dikisahkan Ibnu Abbas suatu saat dia membantu Nabi dengan memberikan air wudhu, kemudian Nabi mendo’akan agar Ibnu Abbas menjadi orang yang ahli dalam agama dan menguasai tafsir Alquran.

MENDO’AKAN ABU QATADAH
Di waktu lain Abu Qatadah pernah menjaga tubuh Rasul yang sedikit miring dari tunggangannya pada malam hari agar tak jatuh. Kemudian Nabi  mendoakan agar Allah menjaga Abu Qatadah seperti dia menjaga nabi Nya.

YANG MENENTANG RASUL SESAT DAN MASUK NERAKA
Maka sebagai orang beiman hendaknya mengikuti (ittiba’) tuntunan Rasulullah yang demikian santun kepada siapapun, sehingga merasa paling benar, paling sholih, sehingga berakibat meremehkan orang lain. Bahkan akan berakibat sesat dan dimasukkan kedalam neraka !.  
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk buruk tempat kembali”. (Q.S. An Nisâ`(4) :115).

PERINTAH MEMEGANG TEGUH SUNNAH
Bahkan begitu pentingnya mengikuti sunnah Nabi dan sunnah para khulafaurrosyidin denga kokoh sampai Nabi bersabda :   
“Perpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para Khulafâur Râsyidin, pegang eratlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Mâjah)
Dari firman Allah dan tuntunan Nabi s.a.w. tersebut hendaknya jangan suka meremehkan manusia, karena merasa dirinya lebih benar, lebih sholih, lebih suci, apalagi menolak kebenaran karena merasa gurunya paling benar !.         
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda :  “Tidak akan masuk syurga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi”. Ada seorang bertanya  :Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus ?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (H.R. Muslim)
Semoga Allah selalu memberikan hidayah Nya agar kita dijauhkan dari sifat sombong, Amiin.

GELAR KEHORMATAN “KARROMALLOOHU WAJHAH” PADA  ALI


Begitu mulia akhlak Rasulullah sebagai seorang Nabi, sehingga suka menghargai dan menghormati para sahabatnya dengan memberi gelar. Pada  umumnya gelar yang disematkan kepada para sahabat adalah radiyallahu ‘anhu (semoga Allah meridloinya). Disamping sebagai penghormatan, juga sebagai  do’a kepada para sahabat Nabi yang turut memperjuangkan Islam di masa awal, hingga akhirnya Islam menjadi agama seperti saat ini.     

Sangat beda dengan sahabat Ali bin Abi Thalib yang memiliki gelar lain, gelar khusus yang hanya diperuntukkan bagi Ali bin Abi Thalib, yakni  karramallahu wajhah (Semoga Allah memuliakan wajahnya).

Mengapa Ali bin Abi Thalib bergelar demikian ?.   

Dalam buku tentang Ali bin Abi Thalib, yang ditulis Ali Audah, 2015, dijelaskan : Ali bin Abi Thalib tidak pernah menyembah berhala sepanjang hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan penyebutan nama Ali disertai do’a khas karramallahu wajhah.

Di samping itu Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai sahabat yang tidak pernah melihat aurat dirinya apalgi orang lain, dia sangat menjaga pandangannya sehingga terbebas dari melihat aurat seseorang. Ali bin Abi Thalib lahir di area Masjidil Haram, Makkah pada Jumat 13 Rajab, riwayat lain menyebut bahwa Ali bin Abi Thalib lahir sekitar 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad. Bahkan di usia 8 tahun sudah memeluk Islam. Hal ini yang menjadikannya sebagai golongan yang pertama memeluk Islam dari kalangan anak anak.

Saat itu Ali bin Abi Thalib tidak sengaja mendapati Nabi Muhammad dan  Khadijah sedang melakukan suatu ritual. Semula bertanya apa yang dikerjakan pamannya itu. Nabi Muhammad kemudian menjelaskan bahwa yang dikerjakannya adalah shalat. Beliau kemudian menyeru Ali bin Abi Thalib untuk memeluk Islam. Akhirnya Ali menerima dakwah Nabi Muhammad untuk memeluk Islam tanpa meminta pendapat orang tuanya.

Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat yang cerdas. Jika para sahabat menemukan persoalan rumit, mereka mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminta jawaban, sebagi jalan keluar, karena para sahabat maklum jika Ali memang cerdas, orang yang tepat untuk dimintai jawaban atas persoalan yang mereka hadapi.        
Bahkan Nabi Muhammad juga mengakui kecerdasan Ali bin Abi Thalib.
Dalam satu hadits, Nabi mengatakan bahwa : “Aku adalah kotanya ilmu, dan Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya (ilmu)”. (Ana madinatul ilmi wa Ali babuha)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar