Selasa, 26 April 2016


ZAID BIN HARITSAH R.A.

"…Dia tidak menjadikan anak anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)". (Q.S. Al Ahzab (33) : 4)

Zaid bin Haritsah bertubuh pendek, hidungnya pesek warna kulitnya hitam, usia delapan tahun. Ibunya bernama Su’da, ayahnya bernama Haritsah. Su’da sudah lama ingin mengunjungi kerabatnya di kampung Bani Ma’an. Karena Haritsah tak bisa mengantar, dia menitipkan istri dan puteranya pada rombongan pedagang.

DICULIK
Ketika Su’da dan Zaid bin Haritsah sampai keluarganya menyambut gembira. Namun kegembiraan penduduk kampung sirna karena serangan perampok. Perampok berhasil menangkap dan membawa Zaid bin Haritsah.  Karena cintanya kepada Zaid, Haritsah mencari Zaid.

DIBAWA KE MEKKAH
Ternyata penculik membawa Zaid ke Mekah, saat itu dikuasai kafir Quraisy, disana perbudakan masih terjadi. Kemudian Zaid dijual dan dibeli Hakam bin Hazm dan menghadiahkan kepada Khadijah binti Khuwailid, kemudian Khadijah menghadiahkan kepada suaminya.

DIAMBIL NABI
Nabi Muhammad menerima Zaid dengan gembira, Beliau bersabda : “Anak baik kamu tak pantas menjadi budak. Sekarang aku memerdekakanmu, bahkan kamu boleh tinggal di rumahku !”. Rasulullah mengasuh Zaid dengan penuh kasih sayang. Zaid seorang anak yang berbakti dan cekatan membantu berbagai pekerjaan rumah, hingga Rasulullah dan Khadijah makin sayang padanya.

KETEMU SANG ANAK
Ketika musim haji, banyak orang ke Mekah. Diantara peziarah ada yang mengenali Zaid. Kabar baik disampaikan pada orang tuanya. Haritsah segera menemui Nabi Muhammad : “Wahai pria  terhormat!, tuan terkenal suka membebaskan orang tertindas. Kedatangan kami untuk meminta puteraku kembali. Sudilah membebaskannya kembali pada kami dan terimalah uang tebusan yang kami siapkan ini !”.
Nabi Muhammad tidak mau menerima uang tebusan, Rasulullah berkata pada Haritsah : “Kita serahkan saja pada Zaid untuk memilih. Jika Zaid memilih ayahnya, aku akan mengembalikannya tanpa tebusan. Tapi bila Zaid memilih tinggal bersamaku. Aku tak akan menyerahkan orang yang telah memilihku!”.

MEMBERI KEBEBASAN MEMILIH
Kemudian Nabi Muhammad bertanya : “Wahai Zaid, apakah kamu mengenal kedua laki laki ini ?”, Zaid menjawab : “Ya mereka adalah ayah dan pamanku”. Kemudian Zaid dipersilahkan membuat keputusan. Saat itu usia Zaid sekitar delapan tahun. Zaid berkata pada Nabi Muhammad, “Engkau adalah pilihan terbaikku!” akhirnya Zaid memilih tinggal bersama Rasulullah. Haritsah pun merelakan, sebab itu sudah menjadi pilihan anaknya sendiri.

MEMELUK ISLAM
Beberapa waktu kemudian turun wahyu pertama dan Zaid langsung memeluk Islam. Kemudian Zaid tumbuh menjadi pemuda dewasa yang bertubuh kuat dan gagah berani.
Zaid sering membela agama di medan perang. Bila dia ikut berperang, maka Rasulullah menunjuknya menjadi komandan.

DIANGKAT MENJADI PANGLIMA PERANG
Suatu ketika pasukan Romawi mengancam di perbatasan. Rasulullah menyiapkan pasukan menuju perang Mut'ah. Perang sangat berat karena pasukan Romawi berjumlah sangat banyak dengan persenjataan canggih, Rasulullah kemudian mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai panglima.
Ketika itu tahun ke delapan hijriah, perang tak seimbang terjadi. Dia menyemangati pasukannya berjuang membela agama. Tetapi jumlah pasukan musuh terlalu banyak, Zaid bin Haritsah pun mati syahid di medan tempur. Akhirnya pertempuran berakhir dengan kemenangan difihak pasukan Muslim.

PERAN ZAID DALAM PERANG MU’TAH
Pertempuran Mu’tah terjadi pada 629 M dekat kampung Mu'tah, se
belah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim Nabi Muhammad melawan tentara Kekaisaran Romawi Timur (Bashra).

LATAR BELAKANG
Setelah Perjanjian Hudaibiyyah disepakati, Rasulullah mengirim surat surat dakwah kepada para penguasa yg berbatasan dengan jazirah arab (raja Bushra), termasuk kepada Heraklius.
Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan Al Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat kepada Gubernur Syam bernama Hanits bin Abi Syamr Al Ghassani yg baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi.
Dalam Perjalanan Al Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh penguasa setempat. Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan Dhat al Talh daerah di sekitar negeri Syam (Irak) juga dibunuh oleh penguasa sekitar. Dalam tradisi terdahulu, seorang utusan tidak boleh dibunuh.

BERANGKAT DENGAN 3000 PASUKAN           
Sebelum pasukan islam berangkat berperang, Rasulullah s.a.w. menunjuk tiga orang sahabat menjadi komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya gugur. Mereka adalah Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (muhajirin) dan seorang sahabat Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah s.a.w.
Rasulullah memberangkatkan 3000 pasukan. Ketika pasukan islam sampai di daerah Ma’an, terdengar berita Heraklius mempersiapkan 100.000. pasukan. Juga kaum Nasrani dari beberapa suku Arab (kaum musyrikin Arab)  siap dengan jumlah yang sama.

ABDULLAH BIN RAWANAH MENGOBARKAN SEMANGAT
Mendengar kabar ini, sebagian sahabat mengusulkan agar minta bantuan pasukan kepada Rasulullah. Abdullah bin Rawanah r.a. kemudian mengobarkan semangat dengan berkata : “Demi Allah sesungguhnya perkataan yang kalian tidak sukai ini adalah perkataan yang kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur dimedan perang dijalan Allah). Kita tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama ini yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah, hanya ada salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur (syahid) di medan perang”. Para sahabat menyambut dengan berkata : “ Demi Allah, Ibnu Rawanah berkata benar”.

ZAID GUGUR SEBAGAI SYAHID
Zaid bin Haritsah r.a., panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah s.a.w., kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah anak panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah.

JA’FAR GUGUR MEMEGANG PANJI DENGAN SISA KEDUA LENGAN
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib r.a.. Sepupu Rasulullah s.a.w. ini berperang sampai tangan kanannya putus, bendera beralih ke tangan kiri, yang akhirnya ditebas dan putus oleh pedang musuh.    
Saat berusaha mempertahankan bendera dengan memeluk dengan sisa kedua lengannya, akhirnya dia gugur oleh senjata musuh. Berdasarkan keterangan Ibnu ‘Umar r.a. terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau baik tusukan pedang mupun panah. Giliran ‘Abdullah bin Rawanah r.a. datang, setelah menerjang musuh ajal pun memjemputnya di medan perang.

KHALID BIN WALID TAMPIL
Tsabit bin Arqam r.a. mengambil alih bendera dan berteriak memanggil para Sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan jatuh pada Khalid bin Walid r.a.. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasatnya, kaum muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian besar.

YANG SEDIKIT MENGALAHKAN YANG BANYAK
Imam Ibnu Katsir mengungkapkan dengan takjub berkata : “Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan Allah dengan kekuatan 3000 orang, dan pihak lainnya, pasukan kafir berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab
Mereka saling bertarung dengan sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal jumlah korban musyirikin sangat banyak”.
Allah Azza wa Jalla berfirman : “Orang orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang orang yang sabar”. (Al-Baqarah(2) : 249)”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar