ZAID BIN
HARITSAH R.A.
"…Dia tidak menjadikan anak anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)". (Q.S.
Al Ahzab (33) : 4)
Zaid bin Haritsah bertubuh pendek, hidungnya pesek warna
kulitnya hitam, usia delapan tahun. Ibunya bernama Su’da, ayahnya bernama Haritsah. Su’da sudah lama
ingin mengunjungi kerabatnya di kampung Bani Ma’an. Karena Haritsah tak bisa
mengantar, dia menitipkan istri dan puteranya pada rombongan pedagang.
DICULIK
Ketika Su’da dan Zaid bin Haritsah sampai keluarganya menyambut
gembira. Namun kegembiraan penduduk kampung sirna karena serangan perampok. Perampok
berhasil menangkap dan membawa Zaid bin Haritsah. Karena cintanya kepada Zaid, Haritsah mencari Zaid.
DIBAWA KE
MEKKAH
Ternyata penculik membawa Zaid ke Mekah, saat itu dikuasai kafir
Quraisy, disana perbudakan masih terjadi. Kemudian Zaid dijual dan dibeli Hakam
bin Hazm dan menghadiahkan kepada Khadijah binti Khuwailid, kemudian Khadijah
menghadiahkan kepada suaminya.
DIAMBIL NABI
Nabi Muhammad menerima Zaid dengan gembira, Beliau bersabda :
“Anak baik kamu tak pantas menjadi budak. Sekarang aku memerdekakanmu, bahkan
kamu boleh tinggal di rumahku !”. Rasulullah mengasuh Zaid dengan penuh kasih
sayang. Zaid seorang anak yang berbakti dan cekatan membantu berbagai pekerjaan
rumah, hingga Rasulullah dan Khadijah makin sayang padanya.
KETEMU SANG
ANAK
Ketika musim haji, banyak orang ke Mekah. Diantara peziarah ada
yang mengenali Zaid. Kabar baik disampaikan pada orang tuanya. Haritsah segera
menemui Nabi Muhammad : “Wahai pria
terhormat!, tuan terkenal suka membebaskan orang tertindas. Kedatangan
kami untuk meminta puteraku kembali. Sudilah membebaskannya kembali pada kami
dan terimalah uang tebusan yang kami siapkan ini !”.
Nabi Muhammad tidak mau menerima uang tebusan, Rasulullah
berkata pada Haritsah : “Kita serahkan saja pada Zaid untuk memilih. Jika Zaid
memilih ayahnya, aku akan mengembalikannya tanpa tebusan. Tapi bila Zaid
memilih tinggal bersamaku. Aku tak akan menyerahkan orang yang telah
memilihku!”.
MEMBERI
KEBEBASAN MEMILIH
Kemudian Nabi Muhammad bertanya : “Wahai Zaid, apakah kamu
mengenal kedua laki laki ini ?”, Zaid menjawab : “Ya mereka adalah ayah dan
pamanku”. Kemudian Zaid dipersilahkan membuat keputusan. Saat itu usia Zaid
sekitar delapan tahun. Zaid berkata
pada Nabi Muhammad, “Engkau adalah pilihan terbaikku!” akhirnya Zaid memilih
tinggal bersama Rasulullah. Haritsah pun merelakan, sebab itu sudah menjadi
pilihan anaknya sendiri.
MEMELUK
ISLAM
Beberapa waktu kemudian turun wahyu pertama dan Zaid langsung
memeluk Islam. Kemudian Zaid tumbuh menjadi pemuda dewasa yang bertubuh kuat
dan gagah berani.
Zaid sering membela agama di medan perang. Bila dia ikut
berperang, maka Rasulullah menunjuknya menjadi komandan.
DIANGKAT
MENJADI PANGLIMA PERANG
Suatu ketika pasukan Romawi mengancam di perbatasan. Rasulullah
menyiapkan pasukan menuju perang Mut'ah. Perang sangat berat karena pasukan
Romawi berjumlah sangat banyak dengan persenjataan canggih, Rasulullah kemudian
mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai panglima.
Ketika itu tahun ke delapan hijriah, perang tak seimbang
terjadi. Dia menyemangati pasukannya berjuang membela agama. Tetapi jumlah
pasukan musuh terlalu banyak, Zaid bin Haritsah pun mati syahid di medan
tempur. Akhirnya pertempuran berakhir dengan kemenangan difihak pasukan Muslim.
PERAN ZAID DALAM PERANG MU’TAH
belah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur
Rasyidin yang dikirim Nabi Muhammad melawan tentara Kekaisaran
Romawi Timur (Bashra).
LATAR BELAKANG
Setelah Perjanjian Hudaibiyyah disepakati, Rasulullah mengirim surat surat dakwah kepada para penguasa yg
berbatasan dengan jazirah arab (raja Bushra), termasuk kepada Heraklius.
Pada Tahun 7 hijriah atau 628 AD, Rasulullah menugaskan Al
Harits bin ‘Umair untuk mengirimkan surat kepada Gubernur Syam bernama Hanits
bin Abi Syamr Al Ghassani yg baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi.
Dalam Perjalanan Al Harits bin ‘Umair dicegat dan dibunuh
penguasa setempat. Pada tahun yg sama Utusan Rasulullah pada Banu Sulayman dan
Dhat al Talh daerah di sekitar negeri Syam (Irak) juga dibunuh oleh penguasa
sekitar. Dalam tradisi terdahulu, seorang utusan tidak boleh dibunuh.
BERANGKAT
DENGAN 3000 PASUKAN
Sebelum
pasukan islam berangkat berperang, Rasulullah s.a.w. menunjuk tiga orang sahabat menjadi komanda secara bergantian bila komandan sebelumnya
gugur. Mereka adalah Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (muhajirin) dan
seorang sahabat Anshar, Abdullah bin Rawahah, penyair Rasulullah s.a.w.
Rasulullah
memberangkatkan 3000 pasukan. Ketika pasukan islam sampai di daerah Ma’an,
terdengar berita Heraklius mempersiapkan 100.000. pasukan. Juga kaum Nasrani
dari beberapa suku Arab (kaum musyrikin Arab) siap dengan jumlah yang
sama.
ABDULLAH
BIN RAWANAH MENGOBARKAN SEMANGAT
Mendengar kabar ini, sebagian sahabat mengusulkan agar minta bantuan pasukan kepada Rasulullah. Abdullah
bin Rawanah r.a. kemudian mengobarkan
semangat dengan berkata : “Demi
Allah sesungguhnya perkataan yang kalian tidak sukai ini adalah perkataan yang
kamu keluar mencarinya, yaitu syahadah (gugur dimedan perang dijalan Allah).
Kita tidak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk
agama ini yang Allah telah memuliakan kita dengannya. Bergeraklah, hanya ada
salah satu dari dua kebaikan : kemenangan atau gugur (syahid) di medan
perang”. Para
sahabat menyambut dengan berkata : “ Demi
Allah, Ibnu Rawanah berkata benar”.
ZAID
GUGUR SEBAGAI SYAHID
Zaid bin Haritsah r.a., panglima pertama yang ditunjuk Rasulullah s.a.w.,
kemudian membawa pasukan ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berhadapan dengan sengit. Komandan pertama ini menebasi anak panah anak
panah pasukan musuh sampai akhirnya tewas terbunuh di jalan Allah.
JA’FAR
GUGUR MEMEGANG PANJI DENGAN SISA KEDUA LENGAN
Bendera pun beralih ke tangan Ja’far bin Abi Thalib r.a..
Sepupu Rasulullah s.a.w. ini berperang sampai tangan kanannya putus, bendera beralih
ke tangan kiri, yang akhirnya ditebas dan putus oleh pedang musuh.
Saat berusaha mempertahankan bendera dengan memeluk dengan
sisa kedua lengannya, akhirnya dia gugur oleh senjata musuh. Berdasarkan
keterangan Ibnu ‘Umar r.a. terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan
beliau baik tusukan pedang mupun panah. Giliran ‘Abdullah bin Rawanah r.a. datang, setelah
menerjang musuh ajal pun memjemputnya di medan perang.
KHALID
BIN WALID TAMPIL
Tsabit bin Arqam r.a. mengambil alih bendera dan berteriak
memanggil para
Sahabat Nabi agar
menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan jatuh pada Khalid bin Walid r.a.. Dengan kecerdikan dan kecemerlangan siasatnya, kaum
muslimin berhasil memukul Romawi hingga mengalami kerugian besar.
YANG
SEDIKIT MENGALAHKAN YANG BANYAK
Imam Ibnu Katsir mengungkapkan dengan takjub berkata : “Ini kejadian yang menakjubkan
sekali. Dua pasukan bertarung. Pihak pertama pasukan yang berjuang dijalan
Allah dengan kekuatan 3000 orang, dan
pihak lainnya, pasukan kafir berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari
Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab.
Mereka saling bertarung dengan
sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal
jumlah korban musyirikin sangat banyak”.
Allah Azza wa Jalla berfirman : “Orang orang
yang menyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah?
Dan Allah beserta orang orang yang sabar”. (Al-Baqarah(2) : 249)”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar