Kamis, 12 November 2015


INDAHNYA KEADILAN


“ Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. ( Q.S. Al Maidah 8 )
            
Begitu indah, nikmat dan nyaman bila agama dilaksanakan secara kaffah ( total ), artinya tidak hanya dilaksanakan sepotong sepotong, disini pentingnya menekuni dan mendalami agama.  
Dengan melaksanakan agama secara kaffah akan banyak hikmah didapatnya, termasuk menegakkan keadilan diantaranya. Bukankah keadilan merupakan tuntutan dan kebutuhan manusia ?, maka bersikap adil sangat ditekankan dalam agama walau terhadap orang kafir sekalipun.
Begitu indah agama mengajarkan keadilan, bukankhah sekarang banyak terjadi pertikaian usai sidang pengadilan !, karena keadilan diabaikan lantaran uang pelicin punya peran, sehingga yang salah jadi menang, yang benar disalahkan ?. Demikian akibat bila uang jadi ukuran, lantaran dorongan nafsu diutamakan.
Satu kisah penuh ketauladanan pernah terjadi di zaman Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. beliau seorang sahabat, sepupu, sekaligus menantu Rasulullah s.a.w. yang ‘alim, bijak, berakhlak mulia dan cerdas pula. Walau beliau sebagai Khalifah namun adil dan jauh dari sifat arogan.    

 ALI DAN SEORANG YAHUDI DI PENGADILAN    
Suatu hari Khalifah Ali bin Abi Thalib sedang berjalan jalan di  Madinah, memantau situasi masyarakat Madinah, tiba tiba melihat seorang Yahudi memakai baju besinya. Ali mengenali baju besi tersebut, dia yakin baju besi itu adalah miliknya yang hilang saat Perang Shiffin.
Kemudian Khalifah Ali mendatangi orang tersebut seraya berkata : “ Baju besi ini kepunyaanku yang jatuh dari untaku saat Perang Shiffin ! ”.

MENGELAK
Si Yahudi menolak pernyataan Ali sambil mempertahankan baju besi yang dipegangnya dengan argumentasi meyakinkan sambil berkata : “ Tidak, baju besi ini milikku ! “.

SEPAKAT KE PENGADILAN
Karena saling bersikukuh, keduanya sepakat untuk membawa perkara ke pengadilan. Hakimnya adalah Syuraih bin Al Harits Al Kindi Rahimahullah, merupakan sahabat dekat Khalifah Ali juga.
Di pengadilan Ali duduk di sisi Syuraih, orang Yahudi duduk di hadapan keduanya. Agar nampak adil sebenarnya Ali berkeinginan duduk berdampingan dengan orang  Yahudi namun dia enggan mengutarakan maksudnya.

KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB MENUNTUT
Ali pun mengadukan hal yang menjadi perdebatan di antara dirinya dengan si Yahudi : “ Wahai tuan hakim, aku menuntut orang Yahudi ini karena dia telah menguasai baju besi milikku, tanpa sepengetahuanku ”, ujar Ali kepada Syuraih.

ORANG YAHUDI MENGELAK
Syuraih menoleh ke arah orang Yahudi sambil bertanya : ”  Betulkah tuduhan Ali, bahwa baju besi yang berada di tanganmu itu miliknya ? ”. Orang Yahudi menyanggahnya : ” Tidak tuan hakim baju besi ini kepunyaanku ”.

ALI BERTAHAN
Ali menjawab : “ Dia bohong baju besi itu milikku aku sangat mengenali baju besi itu ! ”. Hakim Syuraih pun menengahi : “ Begini saudara Ali bin Abi Thalib, yang jelas baju besi itu kini berada dalam kekuasaan orang Yahudi ini, jadi jika engkau mengklaim baju besi itu milikmu, engkau harus mengajukan dua saksi atau bukti bukti lainnya ”.

ALI MENGAJUKAN SAKSI
Ali pun siap dengan permintaan hakim Syuraih, Ali pun mengajukan dua anaknya Hasan dan Husein sebagai saksi. Namun kedua saksi yang ditunjuk Ali, ternyata ditolak hakim Syuraih. 

DITOLAK HAKIM
Kesaksian anak kandung, berapa pun jumlahnya tidak syah menurut hukum yang berlaku. Jadi jika  tidak ada bukti bukti lain, tuduhanmu batal dan baju besi ini kembali menjadi milik orang Yahudi ini ! ”, jawab hakim Syuraih dengan tegas.

MENERIMA KEPUTUSAN HAKIM
Karena tidak bisa menunjukkan bukti lain, Ali menerima vonis yang diputuskan hakim Syuraih.Tuduhan Khalifah Ali walau sebagai kepala negara dibatalkan oleh pengadilan. Dan baju besi tetap kembali ke tangan orang Yahudi. Ali pun dengan lapang dada menerimanya, walau saksi yang diajukan sangat mengetahui kasus yang sebenarnya.
Namun karena kesaksian dianggap tidak memenuhi syarat secara syar’i, maka kesaksiannya tidak dibenarkan.

TERSENTUH KEMUDIAN MEMELUK ISLAM
Menyaksikan sikap Ali yang lapang dada, terketuklah hati orang Yahudi. Dalam benaknya dia tersentuh : “ Bukankah Ali sebagai Khalifah umat Islam, hakim juga sebagai bawahannya, semestinya kan membela Khalifahnya, tetapi mengapa justru dia berfihak kepadaku yang jelas beragama Yahudi ?, betapa kosekwensi sang hakim dan Khalifah dalam memegang keadilan ?, padahal sebenarnya baju besi tersebut memang milik Ali yang terjatuh saat Perang Shiffin ! “.

Setelah merenung dan mendalami kebenaran ini, akhirnya dia bersyahadat sebagai tanda memeluk agama Islam, Subhaanallah. 
Betapa besar hikmah bila agama dilaksanakan secara kaffah. Allaahu Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar