KETAKHAYYULAN DI BULAN SURO
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka :
" Ikutilah apa yang diturunkan Allah", mereka menjawab : " (Tidak)
tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak bapak kami
mengerjakannya ". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak bapak mereka)
walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala nyala
(neraka) ? “. ( Q.S. Luqman 21 )
Bulan Sura adalah bulan pertama dalam kalender Jawa, merupakan
tahun baru penanggalan Jawa. Bagi penganut tradisi Jawa ( kejawen ) hingga kini masih meyakini bahwa bulan Suro merupakan bulan sakral.
Berikut kami nukilkan kepercayaan jawa berkenaan dengan bulan
suro, sebagai tambahan pengetahuan, agar bisa mengetahui pola fikir mereka, dan ......agar
tidak terjebak kedalamnya !.
MAKNA BULAN SURO VERSI JAWA
“Tradisi dan kepercayaan Jawa melihat bulan Sura sebagai bulan sakral. Bagi yang
memiliki indera keenam (batin) sepanjang bulan Sura aura mistis dari alam gaib
begitu kental melebihi bulan bulan lainnya.
KESADARAN MAKROKOSMOS
Masyarakat
Jawa mempunyai kesadaran makrokosmos,
bahwa Tuhan menciptakan kehidupan alam
semesta mencakup dimensi fisik (wadag) dan metafisik (gaib).
Interaksi keduanya saling mengisi mewujudkan keselarasan dan keharmonisan alam
semesta sebagai upaya rasa syukur akan karunia dari Tuhan.
MENJAGA
KELESTARIAN DAN KESEIMBANGAN ALAM
Berdasar
2 dimensi kesadaran itu, tradisi Jawa memiliki prinsip pentingnya menjaga keseimbangan dan kelestarian
alam semesta. Menjaga kelestarian alam merupakan perwujudan syukur tertinggi umat
manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
tradisi Jawa walau dianggap “ klenik sekalipun
“, prinsip dasar tetap percaya
kepada Tuhan
yang maha esa. Di awal / akhir setiap doa /
mantra selalu diikuti kalimat : “ saka kersaning Gusti, saka kersaning Allah “.
Prinsip tersebut prinsip ” religiusitas ajaran Jawa “ jauh dari kemusrikan.
SEBAGAI
BENTUK KEIMANAN
Lingkungan
alam tidak sebatas apa yang tampak oleh mata, melainkan meliputi pula yang
tidak nampak (gaib). Pemahaman masyarakat Jawa akan lingkungan / dimensi gaib
sebagai bentuk “ keimanan “ (percaya) kepada yang gaib.
MISTERI
BULAN SURO
Bulan Sura adalah bulan baru
dalam tradisi penanggalan Jawa, juga bulan baru yang berlaku di jagad
gaib. Alam gaib adalah : jagad makhluk halus,
jin, setan,
siluman, binatang gaib, serta jagad leluhur, alam
arwah dan bidadari. Dalam berinteraksi antara
jagad leluhur, jagad mahluk dan jagad manusia, selalu menggunakan penghitungan
waktu penanggalan Jawa. Malam Jum’at Kliwon sebagai malam suci paling agung
yang digunakan “ para leluhur turun ke bumi ”untuk njangkung dan njampangi (membimbing)
anak turunnya yang menghargai dan menjaga hubungan dengan leluhurnya.
Bulan Sura bulan paling sakral bagi
jagad makhluk halus. Mereka mendapat “dispensasi” melakukan seleksi alam. Bagi
siapapun yang hidupnya tidak eling dan waspada terkena
dampaknya. Dalam siklus waktu tertentu terdapat bulan Sura yang bernama Sura Duraka. Terjadi Tundan dhemit di
mana terjadi “dedemit mencari
korban ” para manusia yang tidak eling dan waspadha, “ biasanya ditandai banyak sekali musibah dan bencana melanda
jagad manusia “.
RITUAL
DI BULAN SURA
1. Siraman malam 1 Sura,
mandi menggunakan campuran kembang setaman. Sebagai bentuk “sembah
raga” mensucikan badan. Dengan mengguyur sekujur
badan sebanyak 7 kali ( pitu
), agar Tuhan memberikan pitulungan (
pertolongan). Atau 11 kali ( sewelas
),
agar Tuhan memberikan kawelasan (
belas kasih). Atau 17 kali ( pitulas ) agar Tuhan memberikan pitulungan dan
kawelasan.
2.Tapa Mbisu (membisu),
tirakat sepanjang bulan Sura bersikap mengontrol ucapan yang baik saja, sebab dalam bulan Sura doa doa
lebih mudah terwujud.
3.Ziarah
ke makam para leluhur, selain mendoakan, ziarah sebagai sikap konkrit generasi
penerus menghormati para leluhurnya.
4.Menyiapkan sesaji bunga setaman dalam
wadah berisi air bening. Diletakkan dalam rumah, sebagai sikap menghargai para leluhur yang njangkung dan njampangi anak
turun. Masing masing bunga punya makna doa agung kepada Tuhan YME. Bunga juga
ditaburkan ke pusara para leluhur.
5.Jamasan pusaka ( mencuci pusaka
), dilakukan dalam rangka merawat atau memetri warisan
dan kenang kenangan para leluhur.
6.Larung sesaji,
merupakan ritual sedekah alam, disajikan (dilarung) ke laut, gunung,
atau ke tempat, dan hati tetap teguh pada keyakinan bahwa Tuhan Maha Tunggal.
Bahwa larung merupakan penghargaan terhadap alam.
mMENGADA
ADA
S setelah membaca
pendirian dan keyakinan yang diuraikan kaum kejawen diatas mari menelaah firman
Allah :
“ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap tiap
Nabi itu musuh, yaitu syaitan syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan perkataan
yang indah indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya
mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada
adakan ! “. ( Q.S.
Al An’am 112 )
Demikian canggih setan
membelokkan manusia dari kebenaran, sehingga banyak yang tertipu rayuannya !.
Bukan setan bila tidak pandai menipu dengan membisikkan perkataan yang indah
indah. Maka diakhir ayat Allah mengingatkan : “ Maka tinggalkanlah mereka
dan apa yang mereka ada adakan ! “. Dengan demikian gerak gerik setan ( manusia /
jin ) harus diwaspadai
MENURUT APA KATA ORANG
Agar tidak mudah terjebak kedalam
kesesatan, hendaknya jangan mudah mengikuti apa kata orang , apa kata nenek
moyang :
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka :
"Ikutilah apa yang diturunkan Allah", mereka menjawab : "(Tidak)
tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak bapak kami
mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak bapak mereka)
walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala nyala ? “. ( Q.S. Luqman 21 )
LATAH
Bila keimanan tidak kembali
ketuntunan agama, maka akan mudah terpengaruh dan terbawa ke sikap latah, ikut
ikutan : Takut bulan suro, tidak berani
punya hajat di bulan suro dan prilaku seperti dilakukan para kejawen, yang
jelas menyimpang dari tuntunan agama !.
“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya “. ( Q.S. Al
Israa’ 36 )
Semoga
Allah menjauhkan dari sikap ikut ikutan yang menyebabkan jauh dari tuntunan dan
sangat membahayakan kelak di hari kebangkitan. Amiiin.
KISAH TAULADAN
SEMULA TAKUT BULAN SURO
Di bulan
suro 17 tahun yang lalu, kami dimintai tolong jama’ah yang muallaf ( berasal
dari kong hu cu, etnis cina ) untuk melamar seorang gadis.
Pada sore
hari kami berangkat berkunjung ke rumah si gadis untuk meminta kepada orang
tuanya sambil memohon : “ Bapak perkenalkan kami berkunjung kemari dalam rangka
menjalin shilaturrahim dan hendak menyampaikan permintaan jama’ah kami ini
untuk melamar putri bapak “.
Dengan
spontan permintaan kami dijawab : “ Ya saya terima “, “ Alhamdulillah, terima
kasih atas perhatian dan perkenan bapak “, jawab kami, kemudian kami
melanjutkan pembicaraan : “ Mohon maaf Bapak, jama’ah kami ini ingin segera
melaksanakan pernikahan agar lebih afdhol, bagaimana bapak ? “.
Diluar dugaan bapak tersebut menjawab dengan tegas : “
Tidak bisa ! “.
Sebenarnya kami sudah menduga jawaban ini, karena waktu itu bulan suro,
namun kami berusaha bersikap seakan tidak tahu seraya manggut manggut.
Kemudian
dengan merendah kami bertanya : “ Maaf pak mengapa ? “.
Beliau
menjawab dengan dan tegas : “ Soalnya tidak baik ! “. Kemudian dengan merendah
kami bertanya lagi seakan tidak tahu penyebabnya : “ Maaf bapak, tidak baiknya
apa sebabnya ? “. Beliau menjawab : “ Soalnya bulan suro ! “. Kami manggut
manggut seakan tidak faham, kemudian bertanya lagi : “ Bapak mohon maaf, jika
bulan suro ada apa bapak ? “. Beliau menjawab soalnya tidak Baik ! “. Kemudian
kami mengejar lagi dengan pertanyaan : “ Mohon maaf bapak, tidak baiknya
mengapa pak ? “.
Menerima
pertanyaan kami yang seakan bertubi tubi ini, beliau nampaknya termangu,
rupanya tidak ada dalih untuk menyanggahnya , kami terharu dan kasihan
memandangnya. Kemudian kami bertanya dengan nada merendah : “ Bapak, bapak
beragama Islam ya ? “, “ Ya “, jawab beliau.
Kemudian
kami berkata merendah sambil mengangkat jari menujuk keatas : “ Maaf pak, bapak
yakin Allah ? “, beliau mengangguk. “ Allah Yang Maha Pencipta, Allah Yang
Menghidupkan, Allah yang Mematikan, Allah yang Mengaruniai rizki ? “, beliau
mengangguk. Kemudian suasana hening, kami pandang bapak tersebut menunduk
sambil merenung, rupanya hidayah Allah datang, sehingga beliau langsung berubah
sikap dan menjawab : “ Ya sudah pernikahan bisa segera dilaksanakan ! “. “
Alhamdulillah terima kasih bapak “. Maka terjadilah “ pernikahan di bulan suro “ dan sekarang....... Alhamdulillah ternyata
kehidupannya makin meningkat, makin kaya dan bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar