Kamis, 11 Februari 2016


    MENGENDALIKAN HAWA NAFSU
 Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,  dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya “. ( Q.S. Asysyams 8-10 )

Karena Kebesaran, Kepandaian dan Kuasanya Allah, manusia dikaruniai tubuh begitu indah, lengkap dan sempurna, bahkan dilengkapi pula dengan jiwa.   Jiwa berifat ghoib, tanpa bentuk tanpa rupa, namun gejalanya bisa dirasakan : senyum pertanda jiwanya senang, tenang, bahagia. Cemberut pertanda susah, kecewa, resah. Menangis pertanda sedih atau terharu dsb.

FITHRAH JIWA
Fithrah jiwa suka kepada kebaikan, kebenaran, kejujuran. Jiwa menderita jika diajak berlaku sebaliknya. Kodrat ini tidak bisa dipungkiri. Maka Allah memberi dua pilihan, jiwa dibawa kepada kefasikan atau ketaqwaan. Jiwa sangat menentukan sikap seseorang, oleh karena itu jiwa perlu dirawat, artinya nafsu harus dikendalikan.

PERLU DIRAWAT
Jika tubuh dipelihara dengan memberi makanan bergizi, mandi, gigi disikat, rambut disampo dan sebagainya, demikian pula halnya dengan jiwa. Umumnya manusia hanya terfokus dalam merawat tubuh, tetapi lengah dalam merawat jiwanya.   

FASIK DAN TAQWA
 Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu ( jalan ) kefasikan dan ketakwaan .....”. Prilaku fasik sangat bertolak belakang dengan taqwa, manusia tak akan mampu membedakan, bila tidak selalu berpegang pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.  Dengan selalu berpedoman pada tuntunan agama, akan tahu mana yang  fasik dan yang taqwa, jalan kebaikan dan kerusakan, disini hikmahnya mengapa tiap rakaat dalam sholat disyariatkan  membaca do’a yang terdapat dalam surat Al Fatihah ayat ke 6 :  " Ihdinashshiroothol mustaqiim ( Tunjukilah kami jalan yang lurus ) ".  

MENGOTORI JIWA
“...Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya “. Jiwa yang tidak dipelihara akan kotor, bagai pakaian tidak dicuci. Jiwa yang kotor akan berlaku fasik, suka dan cenderung kepada prilaku buruk : suudzon ( prasangka buruk ), hasud ( iri hati ), cemburu buta, menfitnah, adu domba, menipu, memalsu, curang, tamak ( rakus ), khianat, cenderung dan suka berbuat dzalim yang akan berakhir pada persengketaan, perkelahian, pembunuhan dan sebangsanya.

TIDAK TENANG
Jiwa yang suka berlaku fasik, dalam jiwanya tidak akan menemukan ketenangan. Bukankah yang suka berbuat dzalim, dia akan lari meninggalkan jejak karena takut ketahuan ?, sehingga menjadi incaran fihak kepolisian, akan masuk ke dalam daftar pencarian orang ( D.P.O ). 
Karena kadzalimannya jiwanya jadi tidak tenang, resah, dengan selalu berpindah pindah tempat untuk menghindari kejaran !. Melihat orang yang tak dikenal memandangnya saja jadi was was karena khawatir, apalagi melihat polisi lewat, hatinya makin berdebar, padahal si polisi hanya lewat.
Bagi koruptor apalagi, melihat mobil K.P.K. ( komisi pemberantasan korupsi ) saja sudah keder tidak karuan, padahal mobil K.P.K. hanya akan menambal karena bocor. Betapa menderitanya jiwa yang suka dan selalu mengotori jiwa dengan megumbar dan memperturutkan hawa nafsunya 

DAMPAK KE FISIK
Bila jiwa resah, cemas, kecewa, susah, sedih, hawatir jelas akan berdampak kepada tubuh, perut terasa mulas, buang air berketerusan, dadapun ikut berdebar tak karuan, kepala terasa pusing, tulang sendi terasa lepas, sekujur tubuh terasa lemah, lemas tak berdaya.  Bila jiwa dibiarkan terus mempertutkan hawa nafsu yang cenderung kepada kefasikan, jelas akan menimbulkan penyakit lebih parah : maag, penyakit jantung, darah tinggi yang akan berlanjut kepada kelumpuhan ( strooke ) !. 

PERINGATAN NABI
" Ketahuilah bahwa didalam tubuh ada segumpal daging, apabila dia baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan apabila jelek maka jelek pula seluruh tubuhnya, dia adalah qalbu ( hati / jiwa ) ". ( H. R. Bukhari Muslim )                         
Demikian dalamnya makna sabda beliau, padahal disampaikan sejak 14 abad silam, dengan demikian jelas bahwa jiwa sangat menentukan, baik kondisi maupun prilakunya, disini perlunya memulai sesuatu dari jiwa, bukan dari tubuh.   

TERSESAT TIDAK MENDAPAT HIDAYAH
Yang memperturutkan hawa nafsunya, jelas akan tersesat karena tidak mendapat hidayah ( petunjuk ) Allah.  
Katakanlah : " Sesungguhnya aku dilarang menyembah Tuhan Tuhan yang kamu sembah selain Allah ". Katakanlah : " Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang orang yang mendapat petunjuk ". ( Q.S. Al An’am (6) : 56 )

BINASA
 Maka sekali kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepada Nya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa". ( Q.S. Thaha (20) : 16 )
Binasa karena memperturutkan hawa nafsu banyak dikisahkan dalam Al Quran, Fir’aun sebagai raja Mesir, karena kaya dan besarnya kekuasaan, bahkan sampai berani mendeklarasikan sebagai Tuhan. Akhirnya meninggal karena ditenggelamkan Allah di laut Merah !. Jasadnya diselamatkan Allah, sampai sekarang bisa disaksikan di museum Mesir.
Qarun sang miliarder yang kuncinya saja tidak sanggup dipikul orang orang kuat, karena kecongkaannya, dibenamkan pula oleh Allah ke dalam bumi. 

BAGAI  ANJING
Lantaran memperturutkan hawa nafsunya yang rendah, sampai Al Quran mengumpamakan bagai anjing : “ Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga)....”. ( Q.S. Al A’raaf (7) : 176 )                    
Bukankah sekarang kasus memalukan makin marak : sesama pelajar berbuat mesum kemudian direkam dan .... disebar luaskan.Wanita menawarkan diri lewat B.B. tanpa rasa malu. Seorang perwira wanita mempertontonkan foto bugil dan tersebar di media elektronik. Para koruptor dengan nyamannya tanpa rasa malu meraup uang negara.     

MENSUCIKAN JIWA

Betapa tepatnya firman Allah diatas : “....Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu ....”.

KISAH TAULADA
BERKAH MENJAGA AMANAH
Ibnu Aqil berisah tentang pengalamannya : “ Aku pernah menunaikan ibadah haji dan menemukan kalung mutiara dengan tali berwarna merah. Di waktu berikutnya ada seorang laki laki yang mengumumkan kehilangan kalung mutiara dan menyediakan uang sebanyak seratus dinar bagi penemunya. Tanpa banyak berpikir, aku kembalikan kalung itu kepadanya. Laki laki itu berkata kepadaku : “ Amibillah dinar ini ! ”, namun aku menolak pemberiannya.
Setelah itu aku pergi bersafar ke Syam, mengunjungi Baitul Maqdis lalu ke Baghdad dan Halb (Aleppo sekarang). Aku bermalam di sebuah masjid di Halb, malam itu aku benar benar merasa kedinginan dan kelaparan, itulah awal Ramadhan ku di Halb.
Tak disangka, masyarakat kampung tersebut menunjukku sebagai imam masjid karena imam masjid baru saja meninggal. Mereka memuliakanku dengan memberi makanan. Setelah itu mereka berkata : “ Imam masjid kami memiliki seorang anak perempuan ”. Kemudian mereka menikahkanku dengan putri sang imam masjid tersebut.
Selama satu tahun aku hidup bersama istriku, kemudian dikaruniai anak pertama. Sampai akhirnya tiba saat perpisahan. Setelah melahirkan istriku sakit parah. 
Aku merawatnya dan memperhatikannya, kulihat dia mengenakan sebuah kalung yang aku kenal. Kalung itu adalah kalung mutiara yang aku temukan pada musim haji. Aku berkata kepada istriku : “ Kalung ini mempunyai cerita ”. Kuceritakan kepadanya kisah kalung tersebut.
Istriku menitikkan air mata mendengar kisahku dia berkata : “ Jika demikian engkaulah orangnya, ayahku pernah menangis dalam doanya dia berkata : “ Ya Allah jodohkanlah putriku dengan seseorang seperti orang yang menemukan kalung dan mengembalikannya kepadaku “. Rupanya Allah telah mengabulkan permohonan ayahku ”.
Kemudian istriku meninggal, secara otomatis kalung tersebut beralih kepemilikannya kepadaku sebagai pewaris istriku. Sepeninggal istriku, aku pun pulang ke Baghdad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar