WALIMAH
“ Sejelek jelek makanan ialah walimah dengan mengundang orang kaya tetapi meninggalkan orang orang miskin ”. ( Riwayat Bukhari )
Walimah artinya
makan makan di hari perkawinan ( resepsi ). Walimah hukumnya sunnah berdasarkan hadits Rasulullah
s.a.w.
Secara harfiyah walimah artinya berkumpul,
karena pada waktu itu telah berkumpul suami isteri. Istilah walimah hanya
khusus diperuntukkan pada acara acara pesta makan perkawinan. Dalam kamus hukum
walimah adalah acara makan pada pesta pengantin atau setiap makanan untuk
undangan dan lain sebagainya.
HUKUMNYA
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum walimah
adalah sunnah muakkadah. Rasulullah saw. bersabda kepada Abdur Rahman bin Auf :
”Adakan walimah, sekalipun dengan seekor
kambing….”. Dari Anas ia
berkata : ” Rasulullah saw. mengadakan walimah dengan seekor kambing untuk
isteri-isterinya dan untuk Zainab “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )
Dari Buraidah, ia berkata :
Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah saw. bersabda : “ Sesungguhnya harus,
untuk pesta perkawinan ada walimahnya. ”
( H.R. Ahmad )
Anas berkata : “ Rasulullah
saw. tidak pernah tidak mengadakan walimah bagi isteri isterinya, juga bagi Zainab. Beliau memulai
menyuruh aku, lalu aku panggil orang atas nama beliau. Kemudian beliau
hidangkan pada mereka roti dan daging sampai mereka kenyang ”.
WAKTUNYA
Walimah dapat dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan akad nikah atau sesudahnya, ketika telah mencampuri isterinya. Hal
ini tergantung pada adat dan kebiasaan yang berlaku. Dalam riwayat Bukhari
disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mengundang orang-orang untuk walimah sesudah
beliau bercampur dengan Zainab.
HUKUM MENGHADIRI
UNDANGAN WALIMAH
Menghadiri undangan walimah adalah wajib
hukumnya bagi yang diundang, karena untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan
dan menggembirakan kedua mempelai.
" Apabila kamu diundang walimah
maka datanglah ”. ( H.R. Bukhari Muslim ).
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw.
telah bersabda : “ Barang
siapa meninggalkan undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan
Rasul Nya…”. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda
: “ Andaikata aku
diundang untuk makan kaki kambing, niscaya saya datangi. Dan andaikata aku
dihadiahi kaki depan kambing niscaya saya terima
”. ( H .R. Bukhari )
Undangan bersifat umum, yang
tidak tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib didatangi.
Contoh seorang pengundang mengatakan : “ Wahai para jamah, datanglah ke
walimahan saya ” tanpa menyebut nama tertentu ”.
Dalam kenyataannya Nabi s.a.w.
pernah melakukan ini, sebagaimana Anas berkata : “ Nabi s.a.w. kawin
kemudian masuk kepada isterinya, ibuku membuatkan kueh untuk Ummu Sulaim,
kemudian ditempatkan pada bejana dan berkata : “ Wahai saudaraku bawalah ini
kepada Rasulullah s.a.w.” kemudian aku bawa kepada beliau maka sabdanya : “
Letakkanlah ”. Kemudian sabdanya lagi :
“ Undanglah si fulan dan si fulan. Dan orang orang yang bertemu ”, kemudian saya undang orang orang yang disebutkan dan saya temui “. ( H.R. Muslim )
Ada yang berpendapat bahwa
menghadiri undangan hukumnya wajib kifayah. Dan ada yang berpendapat : bahwa
hukumnya Sunnah. Tetapi pendapat pertamalah yang lebih jelas. Sebab tidak
dikatakan berbuat durhaka kecuali kalau meninggalkan yang wajib…ini undangan
husus yang berkenaan dengan walimah perkawinan.
MENYIARKAN PERKAWINAN
Islam menghukumi sunnah menyiarkan perkawinan
agar, agar terhindar dari sikap nikah sirri (rahasia) yang itu dan untuk menyatakan
rasa gembira yang dihalalkan oleh Allah, dalam menikmati kebaikan.
Juga karena
perkawinan merupakan yang haq untuk dipopulerkan agar dapat diketahui baik oleh
orang yang berkepentingan maupun khalayak ramai, menjadi pendorong bagi para
jomblo dan yang lebih suka membujang agar terdorong cepat kawin. Sehingga
perkawinan menjadi lebih semarak, lebih lebih guna mengantisipasi misi setan
yang selalu mendorong pacaran dan perbuatan lain yang menyesatkan.
Menyiarkan perkawinan bisa
dilaksanakan menurut adat setempat setempat, karena tiap-tiap masyarakat
memiliki tradisi masing masing. Tetapi dalam syi’ar perkawinan ini tidak boleh
disertai dengan hal-hal yang berbau kemusyrikan dan haram, seperti
mabuk-mabukan, pergaulan yang bebas laki-laki perempuan dan lain sebagainya.
MENGADAKAN HIBURAN
Dari
Aisyah bahwa Nabi saw. bersabda : “ Syi’arkan nikah ini dan adakanlah di
masjid masjid, dan
pukullah untuknya rebana rebana ”. ( H.R. Ahmad dan Tirmidzi. Hadits
Hasan )
Mengadakan walimah dimasjid lebih mendapatkan
perhatian dan sangat berpengaruh, karena
di masjid merupakan tempat berkumpulnya para jamaah, lebih-lebih pada zaman
sahabat, masjid-masjid merupakan tempat pertemuan umum.
Termasuk kegiatan
yang dibolehkan dan disenangi oleh Islam adalah bernyanyi-nyanyi ketika upacara
perkawinan, guna menyenangkan dan membuat pengantin perempuan giat, asal
hiburannya sehat. Pesta perkawinan ini wajib dijauhkan dari acara yang tidak
sopan porno, campur gaul antara laki-laki dan perempuan, begitu pula perkataan
yang keji dan tak pantas didengarkan.
Dari Amir bin
Sa’ad, ia berkata : " Saya masuk ke rumah Quradhah bin Ka’ab ketika hari
perkawinan Abu Mas’ud Al Anshari. Tiba-tiba beberapa anak perempuan
bernyanyi-nyanyi. Lalu saya bertanya : “Bukankah Anda berdua adalah sahabat
Rasulullah dan Pejuang Badr, mengapa ini terjadi di hadapan Anda ? ” Maka jawab mereka : “Jika Anda suka, maka
boleh mendengarnya bersama kami dan jika Anda tak suka maka boleh Anda pergi.
Karena Kami diberi kelonggaran untuk mengadakan hiburan pada acara perkawinan ”. ( H.R. Nasai dan Hakim dan Beliau mensahkannya )
‘Aisyah
mengiringkan Fatimah binti As’ad dengan disertai pula oleh Nabith bin Jabir Al
Anshari pada hari-hari pengantinnya ke rumah suaminya. Lalu Nabi s.a.w.
bersabda : “ Wahai Aisyah, mengapa tidak kamu sertai
dengan hiburan ?,sesungguhnya orang-orang Anshar senang hiburan ”. ( H.R. Bukhari, Ahmad dan Lain lainnya )
Di antara syarat
wajib untuk menghadiri walimah itu ialah bahwa dalam pertemuan walimah itu
tidak terdapat hal-hal yang merusakkan arti walimah, misalnya tidak ada
perbuatan-perbuatan mungkar, minuman keras, tidak ada perempuan yang bersolek
atau perbuatan mungkar lainnya serta tidak ada udzur syar’I seperti sakit,
hujan, tidak kedahuluan undangan lain. Apabila ada undangan lain yang datang
lebih dahulu, maka undangan yang lebih dulu itulah yang harus didatangi.
Walimah itu tidak
diperbolehkan untuk orang- orang kaya saja tanpa dihadiri oleh orang-orang
miskin. Nabi s.a.w. bersabda :
“ Sejelek jelek makanan ialah walimah dengan mengundang orang
kaya tetapi meninggalkan orang orang miskin ”. ( H.R. Bukhari dari Abu Hurairah )
HIKMAH WALIMAH
Maksud
diadakannya walimah ialah untuk memberitahukan adanya perkawinan kepada orang
banyak, untuk menampakkan kegembiraan dan untuk menyambut kedua mempelai.
Demikianlah hukum
asalnya, tetapi sekarang dalam pelaksanaan sudah banyak menyimpang mengadakan
walimah untuk berbangga-bangga. Walimah yang dilaksanakan dengan berlebihan
sarat dan pemborosan.
Padahal
sebenarnya ia memaksakan diri demi gengsi, biayanya diluar kemampuannya sampai
ada yang menggadaikan atau bahkan menjual mobilnya atau dengan mencari hutang
dengan harapan uang sumbangan para tamu dapat menutupinya.
Perbuatan
demikian sangat jauh dari ajaran agama. Allah tidak mengajarkan demikian, Rasulullah
s.a.w. juga tidak menyuruh demikian.
KISAH TELADAN
CAMBUK UNTUK ANAK KANDUNG
Kisah tentang keadilan Khalifah Umar Bin
Khathab cukup banyak.Ini salah satu diantaranya tentang sikap adilnya terhadap
Ubaidillah atau yang lebih dikenal dengan Abu Sahma.
Suatu hari datang seorang
wanita dari Bani Najjar, wanita itu mengadu dizinahi Abu Sahmah hingga hamil
dan melahirkan bayi. Tentu saja peristiwa itu memalukan Khalifah.
“ Hai jariyah, benar perkataanmu
itu? ”,tanya Umar.
“ Benar Khalifah, jika kurang yakin hamba
berani angkat sumpah dengan Al Qur’an ”, ujarnya menyakinkan.
Dengan penyumpahan itu, yakinlah Khalifah
Umar bahwa wanita itu tak berdusta. Dan anak yang digendongnya buah
perzinaan dengan Abu Sahmah anak kandungnya sendiri. Ketika ditanyakan kepada
anaknya Abu Sahmah tidak menolaknya.
“ Benar Ayahku, hukuman apa yang akan ayah
timpahkan kepadaku akan kuterima daripada disiksa di akhirat kelak ”,ujarnya
pasrah.
Di sinilah sikap adil seorang pemimpin
diuji walau harus berhadapan dengan anak kandung sendiri.
“ Bagaimanapun juga keadilan harus
ditegakkan. Abu Sahmah anakku harus dihukum rajam sesuai dengan hukum Islam”,
tekad Umar.
Mendengar sikap Umar, banyak sahabat berusaha mencegah dan
menasehatinya agar hukuman itu diurungkan atau diganti dengan hukuman lain.
Namun ketetapan hati Umar untuk menegakkan keadilan sudah bulat dan tak bisa
ditawar lagi.“ Hukum harus ditegakkan tiada pandang
bulu”,tegasnya.Benar jugalah, hukum rajam tetap
dilaksanakan. Abu Sahmah putera Khalifah Umar Bin Khathab menjalani eksekusi
hukuman rajam atau cambuk setimpal dengan kejahatan yang dilakukan hingga
akhirnya menemui ajalnya di tiang rajam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar