Kamis, 12 Maret 2015


                                WALIMAH


“  Sejelek jelek makanan ialah walimah dengan mengundang orang kaya tetapi meninggalkan orang orang miskin ”. ( Riwayat Bukhari )

Walimah artinya makan makan di hari perkawinan ( resepsi ). Walimah hukumnya sunnah berdasarkan hadits Rasulullah s.a.w.
Secara harfiyah walimah artinya berkumpul, karena pada waktu itu telah berkumpul suami isteri. Istilah walimah hanya khusus diperuntukkan pada acara acara pesta makan perkawinan. Dalam kamus hukum walimah adalah acara makan pada pesta pengantin atau setiap makanan untuk undangan dan lain sebagainya.

HUKUMNYA
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum walimah adalah sunnah muakkadah. Rasulullah saw. bersabda kepada Abdur Rahman bin Auf : ”Adakan walimah, sekalipun dengan seekor kambing….”. Dari Anas ia berkata : ” Rasulullah saw. mengadakan walimah dengan seekor kambing untuk isteri-isterinya dan untuk Zainab “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )
Dari Buraidah, ia berkata : Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah saw. bersabda : “ Sesungguhnya harus, untuk pesta perkawinan ada walimahnya. ”  (  H.R. Ahmad )
Anas berkata : “ Rasulullah saw. tidak pernah tidak mengadakan walimah bagi isteri isterinya, juga bagi Zainab. Beliau memulai menyuruh aku, lalu aku panggil orang atas nama beliau. Kemudian beliau hidangkan pada mereka roti dan daging sampai mereka kenyang ”.


WAKTUNYA
Walimah dapat dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan akad nikah atau sesudahnya, ketika telah mencampuri isterinya. Hal ini tergantung pada adat dan kebiasaan yang berlaku. Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. mengundang orang-orang untuk walimah sesudah beliau bercampur dengan Zainab.

HUKUM MENGHADIRI UNDANGAN WALIMAH
Menghadiri undangan walimah adalah wajib hukumnya bagi yang diundang, karena untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan dan menggembirakan kedua mempelai.
" Apabila kamu diundang walimah maka datanglah .  ( H.R. Bukhari Muslim ).
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda : Barang siapa meninggalkan undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul Nya…”. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda : “ Andaikata aku diundang untuk makan kaki kambing, niscaya saya datangi. Dan andaikata aku dihadiahi kaki depan kambing niscaya saya terima  . ( H .R. Bukhari )
Undangan bersifat umum, yang tidak tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib didatangi. Contoh seorang pengundang mengatakan : “ Wahai para jamah, datanglah ke walimahan saya ” tanpa menyebut nama tertentu ”.
Dalam kenyataannya Nabi s.a.w. pernah melakukan ini, sebagaimana Anas berkata : “ Nabi s.a.w. kawin kemudian masuk kepada isterinya, ibuku membuatkan kueh untuk Ummu Sulaim, kemudian ditempatkan pada bejana dan berkata : “ Wahai saudaraku bawalah ini kepada Rasulullah s.a.w.” kemudian aku bawa kepada beliau maka sabdanya : “ Letakkanlah ”. Kemudian sabdanya lagi  : “ Undanglah si fulan dan si fulan. Dan orang orang yang bertemu ”, kemudian saya undang orang orang yang disebutkan dan saya temui .   ( H.R. Muslim )
Ada yang berpendapat bahwa menghadiri undangan hukumnya wajib kifayah. Dan ada yang berpendapat : bahwa hukumnya Sunnah. Tetapi pendapat pertamalah yang lebih jelas. Sebab tidak dikatakan berbuat durhaka kecuali kalau meninggalkan yang wajib…ini undangan husus yang berkenaan dengan walimah perkawinan.

MENYIARKAN PERKAWINAN
Islam menghukumi sunnah menyiarkan perkawinan agar, agar terhindar dari sikap nikah sirri (rahasia) yang itu dan untuk menyatakan rasa gembira yang dihalalkan oleh Allah, dalam menikmati kebaikan. 
Juga karena perkawinan merupakan yang haq untuk dipopulerkan agar dapat diketahui baik oleh orang yang berkepentingan maupun khalayak ramai, menjadi pendorong bagi para jomblo dan yang lebih suka membujang agar terdorong cepat kawin. Sehingga perkawinan menjadi lebih semarak, lebih lebih guna mengantisipasi misi setan yang selalu mendorong pacaran dan perbuatan lain yang menyesatkan.
Menyiarkan perkawinan bisa dilaksanakan menurut adat setempat setempat, karena tiap-tiap masyarakat memiliki tradisi masing masing. Tetapi dalam syi’ar perkawinan ini tidak boleh disertai dengan hal-hal yang berbau kemusyrikan dan haram, seperti mabuk-mabukan, pergaulan yang bebas laki-laki perempuan dan lain sebagainya.

MENGADAKAN HIBURAN
Dari Aisyah bahwa Nabi saw. bersabda : “ Syi’arkan nikah ini dan adakanlah di masjid masjid, dan pukullah untuknya rebana rebana ”.  ( H.R. Ahmad dan Tirmidzi. Hadits Hasan )
Mengadakan walimah dimasjid lebih mendapatkan perhatian dan sangat berpengaruh,  karena di masjid merupakan tempat berkumpulnya para jamaah, lebih-lebih pada zaman sahabat, masjid-masjid merupakan tempat pertemuan umum.
Termasuk kegiatan yang dibolehkan dan disenangi oleh Islam adalah bernyanyi-nyanyi ketika upacara perkawinan, guna menyenangkan dan membuat pengantin perempuan giat, asal hiburannya sehat. Pesta perkawinan ini wajib dijauhkan dari acara yang tidak sopan porno, campur gaul antara laki-laki dan perempuan, begitu pula perkataan yang keji dan tak pantas didengarkan.
Dari Amir bin Sa’ad, ia berkata : " Saya masuk ke rumah Quradhah bin Ka’ab ketika hari perkawinan Abu Mas’ud Al Anshari. Tiba-tiba beberapa anak perempuan bernyanyi-nyanyi. Lalu saya bertanya : “Bukankah Anda berdua adalah sahabat Rasulullah dan Pejuang Badr, mengapa ini terjadi di hadapan Anda ? ” Maka jawab mereka : “Jika Anda suka, maka boleh mendengarnya bersama kami dan jika Anda tak suka maka boleh Anda pergi. Karena Kami diberi kelonggaran untuk mengadakan hiburan pada acara perkawinan ”.  ( H.R. Nasai dan Hakim dan Beliau mensahkannya )
‘Aisyah mengiringkan Fatimah binti As’ad dengan disertai pula oleh Nabith bin Jabir Al Anshari pada hari-hari pengantinnya ke rumah suaminya. Lalu Nabi s.a.w. bersabda : “ Wahai Aisyah, mengapa tidak kamu sertai dengan hiburan ?,sesungguhnya orang-orang Anshar senang hiburan .  ( H.R. Bukhari, Ahmad dan Lain lainnya )
Di antara syarat wajib untuk menghadiri walimah itu ialah bahwa dalam pertemuan walimah itu tidak terdapat hal-hal yang merusakkan arti walimah, misalnya tidak ada perbuatan-perbuatan mungkar, minuman keras, tidak ada perempuan yang bersolek atau perbuatan mungkar lainnya serta tidak ada udzur syar’I seperti sakit, hujan, tidak kedahuluan undangan lain. Apabila ada undangan lain yang datang lebih dahulu, maka undangan yang lebih dulu itulah yang harus didatangi.
Walimah itu tidak diperbolehkan untuk orang- orang kaya saja tanpa dihadiri oleh orang-orang miskin. Nabi s.a.w. bersabda :
“ Sejelek jelek makanan ialah walimah dengan mengundang orang kaya tetapi meninggalkan orang orang miskin .  ( H.R. Bukhari dari Abu Hurairah )

HIKMAH WALIMAH
Maksud diadakannya walimah ialah untuk memberitahukan adanya perkawinan kepada orang banyak, untuk menampakkan kegembiraan dan untuk menyambut kedua mempelai.
Demikianlah hukum asalnya, tetapi sekarang dalam pelaksanaan sudah banyak menyimpang mengadakan walimah untuk berbangga-bangga. Walimah yang dilaksanakan dengan berlebihan sarat dan pemborosan.
Padahal sebenarnya ia memaksakan diri demi gengsi, biayanya diluar kemampuannya sampai ada yang menggadaikan atau bahkan menjual mobilnya atau dengan mencari hutang dengan harapan uang sumbangan para tamu dapat menutupinya.
Perbuatan demikian sangat jauh dari ajaran agama. Allah tidak mengajarkan demikian, Rasulullah s.a.w. juga tidak menyuruh demikian.

KISAH TELADAN
CAMBUK UNTUK ANAK KANDUNG
Kisah tentang keadilan Khalifah Umar Bin Khathab cukup banyak.Ini salah satu diantaranya tentang sikap adilnya terhadap Ubaidillah atau yang lebih dikenal dengan Abu Sahma. 
Suatu hari datang seorang wanita dari Bani Najjar, wanita itu mengadu dizinahi Abu Sahmah hingga hamil dan melahirkan bayi. Tentu saja peristiwa itu memalukan Khalifah.
“ Hai jariyah, benar perkataanmu itu? ”,tanya Umar.
“ Benar Khalifah, jika kurang yakin hamba berani angkat sumpah dengan Al Qur’an ”, ujarnya menyakinkan.
Dengan penyumpahan itu, yakinlah Khalifah Umar bahwa wanita itu tak berdusta. Dan anak yang digendongnya buah perzinaan dengan Abu Sahmah anak kandungnya sendiri. Ketika ditanyakan kepada anaknya Abu Sahmah tidak menolaknya.
“ Benar Ayahku, hukuman apa yang akan ayah timpahkan kepadaku akan kuterima daripada disiksa di akhirat kelak ”,ujarnya pasrah.
Di sinilah sikap adil seorang pemimpin diuji walau harus berhadapan dengan anak kandung sendiri.
“ Bagaimanapun juga keadilan harus ditegakkan. Abu Sahmah anakku harus dihukum rajam sesuai dengan hukum Islam”, tekad Umar. 
Mendengar sikap Umar, banyak sahabat berusaha mencegah dan menasehatinya agar hukuman itu diurungkan atau diganti dengan hukuman lain. Namun ketetapan hati Umar untuk menegakkan keadilan sudah bulat dan tak bisa ditawar lagi.“ Hukum harus ditegakkan tiada pandang bulu”,tegasnya.Benar jugalah, hukum rajam tetap dilaksanakan. Abu Sahmah putera Khalifah Umar Bin Khathab menjalani eksekusi hukuman rajam atau cambuk setimpal dengan kejahatan yang dilakukan hingga akhirnya menemui ajalnya di tiang rajam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar