DEMI MENEBUS KESALAHAN MINTA DIRAJAM
“ Dari Masruq dari Abdillah r.a. berkata bahwa Rasulullah s.a.w.
bersabda : " Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu
dari tiga hal orang yang berzina,
orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah ". ( H.R.
Bukhari, Muslim, At Tirmizy, An Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad Darimy
)
Begitu
hebat melekat keimanan para sahabat berkat didikan Rasulullah s.a.w., sehingga
mereka benar benar denga mantap mengamalkannya. Namun sebagai manusia biasa
yang tak luput dari kekhilafan, ada juga seorang sahabat yang tergelincir ke
dalam perbuatan dosa besar yakni zina.
Suatu saat
Ma’iz
bin Malik tergoda seorang wanita dan melakukan perbuatan terlarang ( zinah ), padahal dia telah menikah.
Sebenarnya ketika peristiwa terjadi, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Namun Ma’iz
sangat menyesal, perasaan dosa selalu meliputinya.
BERTAUBATLAH
Suatu ketika ia
datang kepada Umar bin Khaththab dan berkata : “ Orang yang jauh dari
kebaikan ini (yakni dirinya sendiri) telah melakukan perbuatan nista (zina) ”, kemudian Ma’iz
menceritakan peristiwa yang dialaminya di
luar dugaan, Umar yang terkenal tegas berkata : “ Bertaubatlah kepada
Allah, dan tutupilah rahasia itu,
karena sesungguhnya Allah telah menutupinya. Bertaubatlah, sesungguhnya Allah
selalu menerima taubat hamba Nya.
Orang orang
biasanya hanya bisa mencela, tetapi itu tidak mengubah apapun ( kecuali
jika engkau bertaubat ) ”.
Kemudian ia datang kepada
Abu Bakar tetapi ia memperoleh jawaban yang sama dengan jawaban Umar. Kemudian Ma’iz menemui sahabatnya Huzal dan menceritakan
permasalahannya, termasuk pertemuan dan nasehat yang diberikan oleh Umar dan
Abu Bakar. Huzalpun
menyarankannya untuk menemui
Rasulullah s.a.w.
MENEMUI
RASULULLAH S.A.W.
Maka Ma’iz segera
mendatangi Rasulullah s.a.w. yang
saat itu bersama beberapa sahabat lainnya. Setelah mengucap salam, ia berkata : “ Wahai
Rasulullah, sesungguhnya saya telah berzina ”.
Nabi s.a.w. memandangnya
kemudian berpaling dari Ma’iz tanpa berkata apa apa. Ma’iz kembali
berdiri di hadapan beliau dan mengulang ucapannya, tetapi sekali lagi beliau hanya
menatapnya kemudian berpaling tanpa berkata apapun.
Ketika peristiwa itu telah
berulang sampai ke empat kalinya, Nabi s.a.w.
bersabda kepada para sahabat lainnya :
“ Apakah
ia telah gila atau sinting?,
atau
kalian meragukan kesehatan akalnya? ”, “ Tidak, ya Rasulullah ”, kata para sahabat.
Kemudian
Nabi s.a.w.
menghadapkan wajahnya
ke Ma’iz dan bersabda : “ Benarkah
engkau telah menyetubuhinya ? ”.
MENGAKU DENGAN TEGAS
Nabi s.a.w. masih menegaskan
lagi penjelasannya tentang persetubuhan itu dengan mendetail, bahkan beliau
membuat perumpamaan dengan pensil celak yang dimasukkan ke botol celak, seperti
timba yang dimasukkan ke dalam sumur dan Ma’iz
tetap mengakui melakukannya. Beliau masih saja berkata menegaskan : “ Tahukah
kamu apa zina itu ? ”, Ma’iz menjawab : “ Tahu,
ya Rasulullah, aku menggaulinya seperti halnya kalau aku menggauli istriku ”.
MEMBERI
KESEMPATAN MERENUNG
Beliau memang
mendapat laporan tentang Ma’iz bin Malik dari Abu Bakar dan Umar, dan beliau
setuju dengan nasehat yang diberikannya.
Dengan
pertanyaan tersebut beliau ingin “ mengulur waktu ”
dan menemukan alasan Ma’iz untuk kembali
kepada saran yang diberikan Abu Bakar dan Umar.
Sikap ini dilakukan karena
beliau sayang Ma’iz yang beliau kenal kesalehannya ini.
MINTA KEPASTIAN
Sebaliknya pada
Ma’iz sendiri, ketergelincirannya yang hanya sekali itu membuat dunianya gelap.
Bukannya putus asa dari rahmat Allah, tetapi ia ingin kepastian bahwa dosanya
tersebut benar benar
telah diampuni oleh Allah.
Walau telah cukup
alasan untuk menjatuhkan vonis “ rajam ”, tetapi beliau
masih bersabda lagi kepada Ma’iz :
“ Apa
yang sebenarnya engkau inginkan dengan mengaku seperti ini ? ”. Ma’iz berkata : “ Saya
ingin, engkau menyucikan dosa dosa
saya, ya Rasulullah ”. Maka beliau bersabda : “ Rajam
adalah kaffarah (penghapus dosa/kesalahan) dari apa yang telah engkau lakukan
itu ”.
DIRAJAM
Beliau kemudian
berpaling kepada sahabat lainnya dan bersabda, “ Bawalah dia ke lapangan
mushalla ( lapangan
untuk shalat id )
dan rajamlah di sana ! ”.
Tampak sekali wajah
beliau diliputi kesedihan, dan beliau berpaling agar tidak melihat proses rajam
terhadap Ma’iz tersebut. Kemudian mereka membawa Ma’iz ke tempat yang ditentukan
dan merajamnya di sana.
MELARIKAN DIRI
Ketika merasakan
kesakitan, Ma’iz sempat melarikan diri, tetapi para sahabat terus mengejar dan merajamnya hingga tewas.
Jenazah Ma’iz dibawa
kepada Rasulullah s.a.w.
di dalam masjid, kemudian beliau berdiri di mimbar dan berkhotbah : “ Wahai
manusia, jauhilah perbuatan zina yang dilarang Allah ini, dan barang siapa yang
terjerumus, hendaklah ia menutupinya ! ”.
Sambil memandang
jenazah Ma’iz, beliau bersabda lagi :
“ Tutupilah
perbuatan jahat kalian dari aku, selama Allah masih menutupinya. Barang siapa
yang terjerumus ke dalam kejahatan hendaklah ia menutupinya ( bertaubatlah )
! ”.
LEBIH BAIK
Salah seorang
sahabat menceritakan bahwa Ma’iz sempat melarikan diri karena kesakitan, tetapi
mereka mengejarnya dan terus merajamnya hingga tewas. Beliau tampak agak marah
dan penuh sesal, kemudian bersabda, “ Mengapa tidak kalian biarkan ia
lari ? ”.
Nabi s.a.w. memandang kepada
Huzal yang menyarankan Ma’iz membuat pengakuan kepada beliau dan bersabda : “ Seandainya engkau menutupi ( yakni
dosa Ma’iz dan menyarankan bertaubat seperti Umar dan Abu Bakar ),
tentu itu lebih baik bagimu !
“.
MENGGUNJING
Tampak dua orang
sahabat saling berbicara cukup pelan :
“ Lihatlah orang ini, Allah telah
menutupi keburukannya, tetapi jiwanya tidak puas sehingga ia dirajam seperti
anjing ”. Walau ucapannya
pelan, tetapi Nabi s.a.w.
mendengar apa yang mereka katakan.
Beliau turun dari mimbar, dan berjalan
keluar diikuti para sahabat lainnya. Ketika beliau menemukan bangkai keledai,
beliau bersabda :
“ Wahai
Fulan dan Fulan ”, “ Kami
disini, ya Rasulullah ”, kata dua orang sahabat yang tadi
membicarakan Ma’iz.
“ Kemarilah
dan makanlah bangkai keledai ini ! ”, sabda beliau. Dua
orang sahabat tersebut mendekat kepada
Nabi s.a.w.
sambil gemetar ketakutan, dan berkata :
“ Semoga
Allah mengampuni kesalahan engkau, ya Rasulullah, siapakah orang yang mau makan
bangkai seperti ini ? ”.
DI SYURGA
Nabi s.a.w. bersabda : “ Ketahuilah,
sesungguhnya menyinggung kehormatan saudara kalian tadi ( yakni
mengghibah Ma’iz yang telah wafat ), jauh lebih buruk dari pada
memakan bangkai seperti ini. Demi Allah, sungguh ia sedang berenang di sungai sungai
di syurga ”.
KISAH TAULADAN
JIN BERDAKWAH PADA RAFI BIN UMAIR AT TAMIMI R.A.
Rafi bin Umair at Tamimi adalah sahabat dari kabilah Bani Tamim.
Kisah keislamannya termasuk unik, karena berawal dari sebuah mimpi.
Suatu ketika dalam melakukan perjalanan, ketika di lembah Ramal
‘Alij, ia mengantuk dan tidur sambil berdoa : “ Aku
berlindung kepada penunggu penguasa
lembah ini dari gangguan jin ”.
Dalam tidurnya bermimpi
melihat laki laki
membawa tombak akan ditusukkan ke untanya. Dia kaget dan terbangun, dilihatnya
untanya keadaannya
baik baik
saja. Kemudian meneruskan
tidurnya. Kemudian bermimpi lagi seperti semula, ia tersentak bangun. Kali ini untanya berontak, dan seorang lelaki membawa
tombak seperti yang terlihat pada mimpinya sedang berusaha menyerang untanya, tetapi seorang lelaki tua berusaha menghalangi niatnya.
Tiba tiba
datang tiga ekor banteng (sapi liar) menghampiri. Orang tua berkata :
“ Ambillah
salah satu banteng sebagai pengganti unta yang kau inginkan, sesungguhnya dia dalam
perlindunganku ”.
Lelaki bertombak memilih
banteng kemudian pergi dan
berkata kepada
Rafi : “ Hai manusia, jika engkau
beristirahat di suatu lembah, dan merasa ngeri, maka katakanlah : “ Aku berlindung kepada Tuhannya Muhammad dari
seramnya lembah ini .
Janganlah engkau meminta perlindungan kepada jin atau siapapun dari penghuni
lembah itu, sesungguhnya hal itu adalah perkara yang bathil ”.
Rafi berkata, “ Siapakah
Muhammad itu ”. Orang tua berkata : “ Dia
adalah seorang Nabi
berbangsa Arab, dia bukan dari timur ( Persia ) dan bukan dari barat ( Romawi ), dan diutus sebagai
Rasul
pada hari senin ”. “ Dimana
tempat tinggalnya ? ”. Tanya Rafi, “ Di kota
Yatsrib, yang banyak pohon kurmanya ”. Kata lelaki tua. Rafi
membatalkan tujuan perjalanannya, kemudian menuju
Yatsrib yang namanya telah berubah menjadi Madinah.
Setiba di Madinah, dia menjumpai Nabi s.a.w. yang sedang berada di masjid melihat
kedatangannya, Nabi s.a.w. menyambutnya
dengan gembira. Sebelum sempat menceritakan pengalamannya, beliau terlebih
dahulu menceritakan apa yang dialaminya, dan menyatakan kalau dua orang yang
dilihatnya itu adalah bangsa jin. Lelaki tua yang melindunginya adalah jin yang
telah memeluk Islam. Nabi
s.a.w. menceritakan
risalah Islam, dan menyeru Rafi untuk mengikutinya, tanpa banyak pertimbangan
lagi ia memenuhi ajakan beliau memeluk Islam. Sungguh keislamannya merupakan
berkah dari dakwah tidak langsung dari jin penghuni lembah Ramal ‘Alij.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar