Minggu, 16 November 2014

DENGAN TAQWA MENYEHATKAN JIWA


     DENGAN TAQWA MENYEHATKAN JIWA
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang orang yang bertakwa. ( yaitu ) orang orang yang menafkahkan ( hartanya ), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan ( kesalahan ) orang. Allah menyukai orang orang yang berbuat kebajikan.  ( Q.S. Ali Imran 133-134 )
                
Ibarat tanaman agar tumbuh segar perlu dirawat dengan memberi pupuk dan disiram, tubuhpun agar tumbuh dengan baik perlu makan dan minuman serta vitamin yang menyehatkan.

JIWA PERLU DIRAWAT JUGA
Demikian pula halnya dengan jiwa, perlu dirawat juga agar berkembang sehat, sehingga jiwa merasa tenang dan bahagia, sehingga tidak sakit, karena bila sakit sangat membahayakan, bahkan lebih berbahaya dari sakitnya badan.

LEBIH BERBAHAYA                
Sakitnya tubuh hanya si sakit yang merasakan, beda dengan sakit jiwa justru bisa berdampak pada orang di sekitarnya, orang yang terjangkit penyakit dengki atau hasud, orang lain jadi kena getah kehasutannya.
Ketika seorang tetangga membeli kulkas, betapa sakitnya yang berhati hasut, tetangga pada dibisiki : “ Mentang mentang orang kaya, beli kulkas saja yang berpintu tiga, padahal nyicil ya kan ? “, sambil mencibir bibir tanda sinisnya
Orang berhati hasud punya ciri, apabila ada orang senang tidak suka, sebaliknya bila ada orang susah senangnya luar biasa. 
Betapa bahaya penyakit hasud, pertanda kelainan jiwa, disamping jiwanya menderita tubuhnya makin kurus pula, ditambah lagi hubungan tetangga makin terpecah belah akibat ulah kehasudannya.

TAQWA
Berkat tuntunan agama jadi nikmat rasanya, karena secara tidak langsung diajarkan tentang merawat jiwa, dengan bersikap taqwa diantara ciri cirinya :
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang orang yang beruntung. ( Q.S. Al Baqarah 2-5 )                     Dengan demikian orang yang bertaqwa mempunyai ciri : Beriman kepada yang ghoib, mendirikan sholat, menafkahkan sebagian hartanya, beriman kepada Kitab para Nabi dan yakin adanya kehidupan akherat. 
Dalam surat Ali Imran ayat 134 disebutkan pula ciri orang bertaqwa : Menafkahkan harta, menahan marah dan memaafkan kesalahan orang. 
Dalam firman Nya yang lain disebutkan :  
Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. Al Maidah 8 ).
Dengan demikian ciri orang yang bertaqwa memiliki ciri :
1. Beriman kepada yang ghoib, 2. Mendirikan sholat, 3. Menafkahkan sebagian hartanya 4. Beriman kepada Kitab para Nabi. 5.Yakin adanya kehidupan akherat. 6. Menahan marah. 7. Memaafkan kesalahan orang. 8. Bersikap adil. 

BERIMAN KEPADA YANG GHOIB
Ghoib artinya tidak bisa dilihat, namun yakin keberadaannya : Allah, Malaikat, hari akhir, hari qiamat, adanya syurga dan neraka.
Dengan mengimaninya, akan membuahkan sikap hati hati dalam setiap tindakannya, karena yakin bahwa segala yang dilakukannya pasti ada balasannya, ada resikonya. Karena prilakunya selalu diawasi dan dicatat, dan .....kelak akan dipertanggung jawabkan di hari kebangkitan !. 
Dengan demikian pada jiwa akan tumbuh rasa hati hati, akan membuahkan rasa kasih sayang, suka menolong jauh dari sikap dzolim apalagi sombong, nikmat kan ?!.  

MENDIRIKAN SHOLAT
Dengan menegakkan sholat, bukan mengerjakan sholat !, artinya sholat dilaksanakan tidak hanya sebatas gerakan jasmaninya saja, namun jiwa disertakan pula menghayati bacaannya, maka akan membekas pada jiwanya.
Dengan membekasnya bacaan, jiwanya akan merasa tenang, dengan tenangnya jiwa akan membuahkan sikap dan prilaku yang mulia.

MENAFKAHKAN SEBAGIAN HARTA
Jiwa yang tenang akan membuahkan sikap peka, perduli sosial, suka membantu, suka menolong, tidak bakhil, mudah bersedekah.
Bukankah suka memberi merupakan bukti sehatnya mental. Nabi s.a.w. bersabda : “ Tangan diatas ( memberi ) lebih mulia dari tangan yang dibawah ( menerima ) “. 
Bahkan agama melarang suka meminta yang akan berakibat kelak dibangkitkan dihari qiamat dengan wajah tanpa daging, betapa hinannya !.   
Dalam bukunya Islam dan kesehatan mental, Prof. DR. Zakiyyah darojat memaparkan bahwa para pakar kesehatan dunia ( W.H.O. ) pada tahun 1959, merumuskan bahwa orang yang memiliki sehat mental memiliki delapan ciri, diantaranya : Ia merasa lebih puas untuk memberi daripada  menerima

BERIMAN KEPADA KITAB PARA NABI
Dengan mengimani kitab yang merupakan pedoman hidup, jiwa akan terbimbing, akan terbina, sehingga tahu arah dan akan menemukan ketenangan, kebahagiaan, karena kitab para Nabi isinya merupakan wahyu dari Yang Maha Kuasa yang mencipta tubuh dan jiwa, yang tahu pula rahasianya.  

BERIMAN ADANYA KEHIDUPAN AKHERAT
Dengan mengimani hari kebangkitan prilakunya akan terjaga, tidak semaunya, karena akan diminta pertanggung jawabannya di akherat. Sehingga jiwanya terasa tenang karena jauh dari rasa salah, yang mengakibatkan rasa takut, resah dan gelisah.  

MENAHAN MARAH
Mampu menahan marah menunjukkan kelapangan dan kebesaran jiwa, karena mampu menahan gejolak nafsu yang dikendalikan setan. 
Beda dengan yang mengumbarnya, dadanya ikut berdebar, sehingga sikapnya bergerak tak terkontrol : mengolok, memukul, memecah barang, pertanda tak kuasa menahan emosi jiwanya. Dengan mengumbar marah akan membuat jiwa makin tersiksa, jauh dari ketenangan.

MEMAAFKAN KESALAHAN
Pemaaf lawannya dendam, bila sifat maaf diamalkan akan membuahkan jiwa terasa tenang, tidak ada ganjalan, yang sudah biarlah sudah untuk apa dipermasalahkan, toh manusia tidak ada yang sempurna. Dengan sifat pemaaf menunjukkan kebesaran jiwanya, bukan kekerdilan.
Ternyata tuntunan agama yang dicanangkan agama 14 abad yang lalu, justru para pakar kesehatan dunia baru merumuskannya pada abad ke 20.  
Diantaran ciri orang sehat mental yang dirumuskan para pakar kesehatan dunia dibawah P.B.B. : Ia dapat menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk hari kemudian. Dan dapat menjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

BERSIKAP ADIL
Semua manusia pada hakekatnya ingin diperlakukan dengan adil, sikap dzalim ( lawan adil ) justru menimbulkan permusuhan dan dendam. 
Bukankah sering terjadi pertikaian usai sidang pengadilan, ini akibat bila keputusan hakim yang bersikap tidak adil ?!.
Dengan bersikap adil akan membuahkan jiwa tenang, karena memposisikan jiwa berada dalam fithrahnya ( jujur, benar, adil ).


KISAH TAULADAN
DENGAN MEMAAFKAN JIWA JADI TENANG
                
Suatu saat seorang hamba Allah dengan mengendarai mobilnya melewati kampung, diujung kiri terparkir sebuah mobil di sebelah kanan sepeda motor, sehingga untuk melewatinya si hamba agak kesulitan.
Karena merasa kesulitan, sebagaimana biasa  dibunyikan klaxon sebagai tanda minta tolong agar salah satu kendaraan dipinggirkan, namun rupanya ketika berkali kali klaxon dibunyikan tidak ada yang keluar, bahkan terdengar suara dari dalam rumah dengan suara sinis : “ Tadi bisa lewat kok  “. 
Tidak berapa lama ada wanita masuk kerumah yang terparkir sepeda motor sambil ngedumel : “ Saya punya hak memarkir kendaraan di halaman rumah saya kok ! “.
Si hamba Allah melihat gelagat ini, kemudian berkata : “ Tolong saya dipandu ! “. Rupanya permintaan ini tak digubrisnya juga. 
Akhirnya sI hamba dengan pelahan lahan sambil menahan emosi memajukan kendaraannya dan berhasil.
Dalam benak si hamba berkata : " Bener juga, bukankah dia punya hak memarkir sepeda motor di depan rumahnya, tapi bukankah saya juga punya hak untuk lewat, saya pikir dia bener saya juga bener, tapi kok jadi ribet ?. Sudah dari pada ruwet lebih baik sedikit ngalah ". 
Akhirnya diputuskan untuk menekan keegoisannya, sambil menahan emosi si hamba berkata pelan : “ Maaf ya bu, maaf ya bu “, rupanya permintaan inipun tak diperdulikannya.
Bagi si hamba digubris atau tidak yang penting permintaan maaf sudah diampaikan. 
Ternyata dengan mengamalkan sifat pemaaf, hati terasa lapang dan nyaman, tidak ada ganjalan. Dari pada mengumbar marah memperturutkan hawa nafsu yang dikendalikan setan.
Kiranya ada benarnya juga yang dikatakan orang : " Sing waras ngalah ".
       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar