DENGAN TAQWA MENYEHATKAN JIWA
“ Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang orang yang bertakwa. ( yaitu ) orang orang yang
menafkahkan ( hartanya ), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang orang yang menahan amarahnya
dan mema'afkan ( kesalahan ) orang. Allah
menyukai orang orang yang berbuat kebajikan “. ( Q.S. Ali
Imran 133-134 )
Ibarat tanaman agar tumbuh
segar perlu dirawat dengan memberi pupuk dan disiram, tubuhpun agar tumbuh
dengan baik perlu makan dan minuman serta vitamin yang menyehatkan.
JIWA PERLU DIRAWAT JUGA
Demikian pula halnya dengan jiwa, perlu dirawat juga agar
berkembang sehat, sehingga jiwa merasa tenang dan bahagia, sehingga tidak
sakit, karena bila sakit sangat membahayakan, bahkan lebih berbahaya dari
sakitnya badan.
LEBIH BERBAHAYA
Sakitnya tubuh hanya si sakit yang merasakan, beda dengan
sakit jiwa justru bisa berdampak pada orang di sekitarnya, orang yang
terjangkit penyakit dengki atau hasud, orang lain jadi kena getah kehasutannya.
Ketika seorang tetangga membeli kulkas, betapa sakitnya
yang berhati hasut, tetangga pada dibisiki : “ Mentang mentang orang kaya, beli
kulkas saja yang berpintu tiga, padahal nyicil ya kan ? “, sambil mencibir
bibir tanda sinisnya
Orang berhati hasud punya ciri, apabila ada orang senang tidak suka, sebaliknya bila ada orang susah
senangnya luar biasa.
Betapa bahaya penyakit hasud, pertanda kelainan jiwa, disamping jiwanya menderita
tubuhnya makin kurus pula, ditambah lagi hubungan tetangga makin terpecah belah
akibat ulah kehasudannya.
TAQWA
Berkat
tuntunan agama jadi nikmat rasanya, karena secara tidak langsung diajarkan
tentang merawat jiwa, dengan bersikap taqwa diantara ciri cirinya :
“ Kitab (Al Quran) ini tidak
ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian
rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan
mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab Kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat. Mereka
Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang orang yang beruntung “. ( Q.S. Al Baqarah 2-5 ) Dengan
demikian orang yang bertaqwa mempunyai ciri : Beriman kepada yang ghoib,
mendirikan sholat, menafkahkan sebagian hartanya, beriman kepada Kitab para Nabi
dan yakin adanya kehidupan akherat.
Dalam surat Ali Imran ayat 134 disebutkan
pula ciri orang bertaqwa : Menafkahkan harta, menahan marah dan memaafkan kesalahan
orang.
Dalam firman Nya yang lain disebutkan :
“ Hai
orang orang
yang beriman hendaklah kamu Jadi orang orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. ( Q.S. Al
Maidah 8 ).
Dengan demikian ciri orang yang bertaqwa memiliki ciri :
1. Beriman kepada yang ghoib, 2. Mendirikan sholat, 3.
Menafkahkan sebagian hartanya 4. Beriman kepada Kitab para Nabi. 5.Yakin adanya
kehidupan akherat. 6. Menahan marah. 7. Memaafkan kesalahan orang. 8. Bersikap
adil.
BERIMAN KEPADA YANG GHOIB
Ghoib artinya
tidak bisa dilihat, namun yakin keberadaannya : Allah, Malaikat, hari akhir, hari
qiamat, adanya syurga dan neraka.
Dengan
mengimaninya, akan membuahkan sikap hati hati dalam setiap tindakannya, karena
yakin bahwa segala yang dilakukannya pasti ada balasannya, ada resikonya. Karena prilakunya selalu diawasi dan
dicatat, dan .....kelak akan dipertanggung jawabkan di hari kebangkitan !.
Dengan
demikian pada jiwa akan tumbuh rasa hati
hati, akan membuahkan rasa kasih sayang, suka menolong jauh dari sikap dzolim
apalagi sombong, nikmat kan ?!.
MENDIRIKAN SHOLAT
Dengan menegakkan
sholat, bukan mengerjakan sholat !, artinya sholat dilaksanakan tidak hanya
sebatas gerakan jasmaninya saja, namun jiwa disertakan pula menghayati
bacaannya, maka akan membekas pada jiwanya.
Dengan
membekasnya bacaan, jiwanya akan merasa tenang, dengan tenangnya jiwa akan
membuahkan sikap dan prilaku yang mulia.
MENAFKAHKAN SEBAGIAN HARTA
Jiwa yang
tenang akan membuahkan sikap peka, perduli sosial, suka membantu, suka
menolong, tidak bakhil, mudah bersedekah.
Bukankah
suka memberi merupakan bukti sehatnya mental. Nabi s.a.w. bersabda : “ Tangan
diatas ( memberi ) lebih mulia dari tangan yang dibawah ( menerima ) “.
Bahkan
agama melarang suka meminta yang akan berakibat kelak dibangkitkan dihari
qiamat dengan wajah tanpa daging, betapa hinannya !.
Dalam
bukunya Islam dan kesehatan mental, Prof. DR. Zakiyyah darojat memaparkan bahwa
para
pakar kesehatan dunia ( W.H.O. ) pada tahun 1959,
merumuskan bahwa orang yang memiliki sehat mental memiliki delapan ciri,
diantaranya
: Ia merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima
BERIMAN KEPADA KITAB PARA NABI
Dengan mengimani
kitab yang merupakan pedoman hidup, jiwa akan terbimbing, akan terbina,
sehingga tahu arah dan akan menemukan ketenangan, kebahagiaan, karena kitab
para Nabi isinya merupakan wahyu dari Yang Maha Kuasa yang mencipta tubuh dan
jiwa, yang tahu pula rahasianya.
BERIMAN ADANYA KEHIDUPAN AKHERAT
Dengan
mengimani hari kebangkitan prilakunya akan terjaga, tidak semaunya, karena akan
diminta pertanggung jawabannya di akherat. Sehingga jiwanya terasa tenang
karena jauh dari rasa salah, yang mengakibatkan rasa takut, resah dan
gelisah.
MENAHAN MARAH
Mampu menahan
marah menunjukkan kelapangan dan kebesaran jiwa, karena mampu menahan gejolak nafsu
yang dikendalikan setan.
Beda dengan yang mengumbarnya, dadanya ikut berdebar, sehingga
sikapnya bergerak tak terkontrol : mengolok, memukul, memecah barang, pertanda tak
kuasa menahan emosi jiwanya. Dengan mengumbar marah akan membuat jiwa makin
tersiksa, jauh dari ketenangan.
MEMAAFKAN KESALAHAN
Pemaaf
lawannya dendam, bila sifat maaf diamalkan akan membuahkan jiwa terasa tenang, tidak
ada ganjalan, yang sudah biarlah sudah untuk apa dipermasalahkan, toh manusia
tidak ada yang sempurna. Dengan sifat pemaaf menunjukkan kebesaran jiwanya, bukan
kekerdilan.
Ternyata
tuntunan agama yang dicanangkan agama 14 abad yang lalu, justru para pakar
kesehatan dunia baru merumuskannya pada abad ke 20.
Diantaran
ciri orang sehat mental yang dirumuskan para pakar kesehatan dunia dibawah
P.B.B. : Ia
dapat menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran untuk hari kemudian. Dan dapat menjuruskan
rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
BERSIKAP ADIL
Semua manusia pada hakekatnya ingin diperlakukan dengan adil, sikap dzalim ( lawan adil ) justru menimbulkan
permusuhan dan dendam.
Bukankah sering terjadi pertikaian usai sidang
pengadilan, ini akibat bila keputusan hakim yang bersikap tidak adil ?!.
Dengan
bersikap adil akan membuahkan jiwa tenang, karena memposisikan jiwa berada
dalam fithrahnya ( jujur, benar, adil ).
KISAH TAULADAN
DENGAN MEMAAFKAN JIWA JADI TENANG
Suatu saat seorang hamba Allah dengan mengendarai
mobilnya melewati kampung, diujung kiri terparkir sebuah mobil di sebelah kanan
sepeda motor, sehingga untuk melewatinya si hamba agak kesulitan.
Karena
merasa kesulitan, sebagaimana biasa dibunyikan
klaxon sebagai tanda minta tolong agar salah satu kendaraan dipinggirkan, namun
rupanya ketika berkali kali klaxon dibunyikan tidak ada yang keluar, bahkan terdengar suara dari dalam rumah dengan suara sinis : “ Tadi bisa lewat kok “.
Tidak berapa lama ada wanita masuk kerumah
yang terparkir sepeda motor sambil ngedumel : “ Saya punya hak memarkir
kendaraan di halaman rumah saya kok ! “.
Si hamba
Allah melihat gelagat ini, kemudian berkata : “ Tolong saya dipandu ! “.
Rupanya permintaan ini tak digubrisnya juga.
Akhirnya sI hamba dengan pelahan
lahan sambil menahan emosi memajukan kendaraannya dan berhasil.
Dalam benak si hamba berkata : " Bener juga, bukankah dia punya hak memarkir sepeda motor di depan rumahnya, tapi bukankah saya juga punya hak untuk lewat, saya pikir dia bener saya juga bener, tapi kok jadi ribet ?. Sudah dari pada ruwet lebih baik sedikit ngalah ".
Akhirnya diputuskan untuk menekan keegoisannya, sambil menahan emosi si hamba berkata pelan : “ Maaf ya bu, maaf ya bu “, rupanya permintaan inipun tak diperdulikannya.
Bagi si hamba digubris atau tidak yang penting permintaan maaf sudah diampaikan.
Ternyata dengan mengamalkan sifat pemaaf, hati terasa lapang dan nyaman, tidak ada ganjalan. Dari pada mengumbar marah memperturutkan hawa nafsu yang dikendalikan setan.
Kiranya ada benarnya juga yang dikatakan orang : " Sing waras ngalah ".
Dalam benak si hamba berkata : " Bener juga, bukankah dia punya hak memarkir sepeda motor di depan rumahnya, tapi bukankah saya juga punya hak untuk lewat, saya pikir dia bener saya juga bener, tapi kok jadi ribet ?. Sudah dari pada ruwet lebih baik sedikit ngalah ".
Akhirnya diputuskan untuk menekan keegoisannya, sambil menahan emosi si hamba berkata pelan : “ Maaf ya bu, maaf ya bu “, rupanya permintaan inipun tak diperdulikannya.
Bagi si hamba digubris atau tidak yang penting permintaan maaf sudah diampaikan.
Ternyata dengan mengamalkan sifat pemaaf, hati terasa lapang dan nyaman, tidak ada ganjalan. Dari pada mengumbar marah memperturutkan hawa nafsu yang dikendalikan setan.
Kiranya ada benarnya juga yang dikatakan orang : " Sing waras ngalah ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar