KEHIDUPAN SEMPIT JAUH DARI KETENANGAN JIWA
“ Dan barangsiapa berpaling dari peringatan Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta ". ( Q.S. Thaha 124 )
Jiwa yang
tenang sangat diharapkan, karena hidup terasa nyaman, terasa bahagia. Jiwa yang
tenang tidak musti dengan berlimpah harta, karena banyak juga yang berlimpah
harta tetapi tidak menemukan ketenangan apalagi kebahagiaan.
Dalam
kehidupan memang beragam, ada yang kaya ada yang miskin, ada yang pintar ada
yang ilmunya pas pasan, ada yang tampan / cantik menarik ada yang biasa biasa
saja. Namun dalam kehidupan yang punya kelebihan tidak menjamin pasti menemukan
ketenangan, kemudian apa rahasianya agar hidup mengalami ketenangan ?.
KEHIDUPAN SEMPIT
Kehidupan sempit
bukan berarti rumahnya atau perusahaannya kecil atau sempit, justru rumahnya
besar dan luas, perusahaannya juga besar dan luas namun dalam jiwanya dan
kehidupannya terasa sempit.
Mengapa
?, karena dalam menempuh hidup tak tahu arah, sehingga terasa kebingungan,
terasa sempit. Bagi yang tak empunya mungkin berfikir kok bisa ya ?. Wong kaya
kok bisa kebingungan.
Bagi yang
kaya apa lagi bakhilnya luar biasa, untuk apa uang yang telah diusahakan ?, apa
dibawa mati lucu kan ?!.
Jadi
kekayaan yang dihasilkan akan dikemanakan ?, bukankah untuk makan cukup hanya
sepiring saja, jika bepergian akankah uangnya dibawa semua, mobil yang banyak akankah
dikendarainya semua ?.
PEMILIK TOKO
Suatu
saat kami berbelanja di satu toko, karyawannya kebanyakan orang
jawa, kasir dan posisi penting dipegang etnis cina.
Disampingnya ada orang tua duduk di kursi roda pertanda sakit stroke dideritanya,
ini pasti pemiliknya fikir saya, sehingga sekarang toko dikelola anak anaknya sebagai
penerus usahanya.
Bayangkan
sebagai perintis awal, dulunya berjuang mati matian untuk membangun toko dengan
susah payah, justru sekarang hanya bisa duduk tak berdaya, lantas apa yang bisa
dinikmatinya sekarang kasihan kan ?. Akankah hidupnya terasa nyaman dan tenang
?.
“............maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta ".
DIBANGKITKAN DALAM KEADAAN BUTA
Orang yang
hanya mementingkan kehidupan dunia, tanpa mengingat Allah disamping hidupnya
terasa sempit, di akherat kelak akan dibangkitkan dalam keadaan buta !, begitu
menderitanya.
“ Berkatalah
dia : " Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan
buta, padahal
aku dahulunya adalah seorang yang melihat? ". Allah berfirman : " Demikianlah, telah
datang kepadamu ayat ayat Kami, maka kamu
melupakannya dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan ". ( Q.S. Thaha 125-126 )
Di akherat
tidak hanya dibutakan saja, tetapi dilupakan oleh Allah, artinya tidak akan mendapat
kenikmatan, justru adzab yang selalu diterimanya.
PANJANG UMUR BAIK AMALNYA
Sangat
beda dengan yang memahami hidup, karena tahu untuk apa dia hidup sehingga
umurnya dimanfaatkan untuk kebaikan, sehingga dalam kehidupannya terasa puas
dan nyaman, baginya hidup dimanfaatkan hanya untuk kebaikan.
Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Sebaik baik manusia adalah yang panjang
umurnya dan baik amalnya, dan sejelek jelek manusia ialah yang panjang umurnya dan
jelek amalnya “. ( H.R. Ahmad )
WAJIB SODAQAH
Berkat
tuntunan agama kita jadi tahu hakekat hidup, ternyata setiap Muslim diwajibkan sodaqah,
sodaqah ternyata tidak musti dengan harta, begitu luasnya bidang sodaqah.
Dari
Abu Musa r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “ Setiap Muslim itu wajib
bershodaqoh “. Ada seorang sahabat bertanya : “ Bagaimana seandainya ia tidak
mempunyai apa apa ? “. Beliau menjawab : ” Hendaknya berbuat dengan kedua
tangannya sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan dapat untuk
dishodaqohkan “. Ia bertanya : “ Bagaimana seandainya ia tidak bisa berbuat
seperti itu ?. Beliau menjawab : “ Hendaknya ia membantu orang yang sangat
membutuhkan bantuan itu “. Ia bertanya : “ Bagaimana seandainya ia tidak mampu
untuk memberi bantuan ? “. Beliau menjawab : “ Hendaknya ia memerintah orang
lain untuk berbuat baik “. Ia bertanya lagi : “ Bagaimana seandainya ia tidak
mampu untuk berbuat seperti itu ? “. Beliau menjawab : “ Hendaknya ia mencegah dirinya
dari perbuatan keji, karena mencegah dirinya dari perbuatan keji itu termasuk
shodaqoh “. ( H.R Bukhari Muslim )
Ternyata
begitu luas bentuk sadaqah, yang semuanya merupakan bentuk aktifitas kebaikan,
dengan berbuat baik semuanya mengandung manfaat. Bukankah fithrah ahti senang
dan suka bila diajak berbuat baik ?.
Dengan
demikian dalam semua lini kehidupan hanya kebaikan semata yang dilakukan,
sehingga dalam hatinya akan terasa puas dan nyaman tidak ada ganjalan beban
kesalahan.
TUKANG BECA MEWAQAFKAN TANAH
Puluhan tahun
silam di jawa tengah hiduplah seorang tukang beca di sebuah kota, memiliki
lahan warisan dari orang tuanya.
Waktu
itu salah sebuah organisasi Islam yang cukup dikenal di Indonesia yang bergerak
di bidang pendidikan, sosial dan agama membutuhkan lahan guna didirikan sekolah
Muhammadiyah. Dengan spontan tanpa ragu si abang beca mewaqafkan tanahnya ke
Muhammadiyah lewat pimpinan pusat bapak K.H. A.R. Fakhrudin, dengan syarat dia
dijadikan sebagai penjaga sekolah, begitu mulia sikapnya.
Bayangkan dengan
mewaqafkan tanah dan hanya meminta jabatan sebagai penjaga sekolah, jabatan
biasa yang nampak seolah hina.
Demikian mulia
sikapnya, begini sikap orang yang memahami hakekat hidup. Akhirnya sekolah berhasil
didirikan dia menjadi penjaga sekolah sebagai penambah amal sholihnya.
KEHIDUPAN BAHAGIA
Bila
dibandingkan dengan pemilik toko yang nampak kaya namun berakhir dengan hanya
duduk di kursi roda, apalagi kelak akan menyandang buta, belum lagi siksa yang
bakal di dideritanya, dengan si abang beca yang hanya menjabat sebagai penjaga
sekolah memang nampak jauh berbeda. Bagi si abang beca merasa puas dan bahagia karena
hartanya bermanfaat bagi kemajuan umat yang merupakan amal jariah yang bakal
dinikmati di hari kebangkitan.
Ternyata b
KISAH TAULADAN
SENYUM AKHERAT
Dalam hizbullah ada divisi militer yang melakukan operasi dilapangan, sebagai anak muda berusia 22 tahun saya mendambakan ikut berkabung dengan divisi paling bergengsi ini. Saya ingin berbangga dengan keluarga melawan kebengisan rezim zionis ( israil ). Kemudian saya berlatih secara fisik dan mental selama 4 tahun. Pada tahun 1994 saya mulai ikut latihan di lapangan dan paling sukses dalam merebut posisi strategis, mengepung dan menggerebek lawan, ahirnya kami semua dipanggil diberi tugas baru, berbagai tugas kami lakukan, termasuk melatih anggauta baru, setelah berbulan bulan latihan saya mendapat tugas istisyhad ( istilah barat – israil suicide atau operasi bunuh diri ).
Semula saya tenang tenang saja bahkan bangga, setelah mengalami latihan tahap ahir, berbagai perasaan takut mulai menyelimuti saya, buat saya menembak musuh sesuatu yang wajar dan menyenangkan, tetapi meledakkan diri untuk apa ?. Bayangkan kepastian mati membuat saya benar benar terguncang, kali ini kematian tidak bisa ditawar lagi. Fikiran fikiran inilah yang menghantui saya, ketika keluarga saya dengan penuh haru mengantarkan saya ke markas hizbullah di selatan Libanon, dan truk telah disiapkan mengangkut kami berlima menuju tujuan ahir, tak satupun keempat orang yang ada di dalamnya yang saya kenal.
Ketika diselimuti perasaan takut, salah seorang dari mereka turun, ketika saya makin diselimuti rasa takut justru kedua orang nampak gembira, selain terus tersenyum dan bergembira, juga saling bertukar pengalaman tentang pertemuannya dengan para syahid, disusul pula dengan pujian terhadap para syahid, diantaranya syahid Syahid Abbas Al Musawwi, Sayyid Hasan Nashrullah.
Kemudian salah seorang turun lagi sehingga kami tinggal bertiga. Tak berapa lama kami semua turun di pos untuk pindah mobil, masing masing naik mobil bermuatan penuh bom. Karena satu dan lain hal kedua mobil teman tersebut jalan terus, namun mobil saya kembali kepangkalan.
Kemudian salah seorang turun lagi sehingga kami tinggal bertiga. Tak berapa lama kami semua turun di pos untuk pindah mobil, masing masing naik mobil bermuatan penuh bom. Karena satu dan lain hal kedua mobil teman tersebut jalan terus, namun mobil saya kembali kepangkalan.
Saya sempat tercengang seketika sebelum kami berpisah, betapa tenangnya mereka berdua, menjelang detik detik operasinya, mereka dengan raut muka tak berubah menitipkan surat wasiat untuk keluarganya, saya melihat pada saat masih hidup, seolah olah mereka telah berada di alam lain......telah mencapai tingkat eksistensi annafs al muth mainnah ( jiwa yang tenang ).
Hikmah yang saya petik dari peristiwa ini sangat banyak, saya benar benar merasakan bahwa meninggalkan dunia yang fana ini ini ternyata tidak mudah, kalimat syahadat yang kita ucapkan ternyata hanya sebatas dibibir saja, belum sampai kehati. ( “ Kisah kisah pembawa berkah “, Haidar Bagir, penerbit Yasmin )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar