PENTINGNYA MENATA NIAT
“ Padahal
mereka tidak diperintah kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat dan yang demikian Itulah agama yang
lurus “. ( Q.S. Al Bayyinah 5
)
Niat
adalah pekerjaan hati, niat sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu
amal, niat merupakan motor penggerak dalam beramal. Maka usahakan menata niat
sebelum beramal, usahakan niat yang benar benar ikhlas ( murni ) karena Allah
semata, bukan karena yang lain.
Niat yang bertentangan dengan ikhlas ialah
ria’, perbedaan antara ikhlas dan ria’ dijelaskan oleh Al Harits Al Muhasiby
dalam kitabnya Ar Ri’ayah sebagai berikut : “ Ikhlas itu ialah anda menuju
Tuhan dengan dengan mentaati Nya, tidak anda kehendaki selainnya. Adapun ria’
terbagi dua pertama mentaati Allah
karena manusia, kedua tujuannya
manusia dan Tuhan Nya, kedua duanya merusak amal “.
MENENTUKAN
Umar r.a. berkata : “ Bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :
“ Sesungguhnya suatu perbuatan itu tergantung niatnya, dan yang didapat oleh
seseorang itu sesuai dengan niatnya, maka barang siapa yang hijrahnya kepada
Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan barangsiapa
yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia dan wanita yang dinikahinya, maka
hijrahnya sesuai dengan niatnya “. ( H.R. Bukhari Muslim )
Hadits tentang niat berasal peristiwa hijrah, dimana Nabi s.a.w. dan para
sahabatnya berhijrah karena semata mata perintah Allah guna menyelamatkan
aqidah, karena desakan kaum Quraisy yang selalu menteror dan memusuhinya,
sehingga mereka rela berhijrah ( pindah ) walau meninggalkan rumah dan harta benda yang dicintainya, hanya semata mata karena perintah Allah dan Rasul Nya.
Namun disisi lain ada orang yang ikut berhijrah disebabkan wanita yang
dicintainya ( Ummu Qais ) berhijrah, sehingga jelas niat hijrahnya bukan karena
Allah dan Rasul Nya, tetapi karena wanita kesayangannya.
Karena
sikapnya tersebut lelaki ini mendapat julukan muhajiru Ummu Qais ( orang yang berhijrah untuk Ummu Qais ).
NILAI NIAT
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib r.a. dari
Rasulullah s.a.w. dimana beliau menceritakan tentang apa yang diterimanya dari Tuhan
Yang Maha Pemberkah lagi Maha Luhur, dimana beliau bersabda : “ Sesungguhnya
Allah Ta’ala mencatat kebaikan kebaikan dan kejahatan kejahatan, kemudian
dijelaskannya semua itu. Barang siapa yang bermaksud untuk mengerjakan kebaikan
tetapi tidak melaksanakannya, maka Allah Allah mencatat baginya satu kebaikan.
Dan
barangsiapa yang bermaksud untuk mengerjakan kebaikan kemudian dia melaksanakannya
maka Allah mencatat baginya sepuluh kebaikan, sampai lipat tujuh ratus kali
kebaikan, bahkan sampai berlipat ganda yang tak terhitung banyaknya.
Barang
siapa yang bermaksud untuk berbuat kejahatan tetapi dia tidak melaksanakannya,
maka Allah mencatat baginya satu kebaikan. Dan barang siapa yang bermaksud
berbuat kejahatan, kemudian dia mengerjakannya maka Allah mencatat baginya satu
satu kejahatan “. ( H.R.
Bukhari Muslim )
PENTINGNYA NIAT
Karena pentingnya niat,
sampai sampai walau belum melaksanakannya tetap mendapat nilai, karena ke Murah
Nya. Bahkan begitu tingginya nilai niat sampai ada hadits yang menjelaskan :
“ Barang siapa yang memohon mati syahid dengan sepenuh
hati, maka Allah memberinya derajat para syahid, walaupun dia mati diatas
tempat tidur “. ( H.R.
Muslim )
BAHAYA RIA’
Rasulullah
s.a.w. bersabda : “ Orang pertama yang akan ditanya pada hari qiamat ialah
seorang yang ingin mati dalam peperangan, kemudian dia melakukannya, orang
tersebut diberitahu akan balasan dan kenikmatannya. Allah berfirman : “ Apa
yang telah kamu lakukan untuk itu ? “, dia menjawab : “ Aku berperang dijalan
Mu sampai aku mati “. Allah menjawab : “ Kamu bohong !, karena kamu berperang
agar kamu dikatakan seorang pemberani “. Kemudian Allah memasukkannya kedalam
neraka.
Kedua
seorang yang mempelajari Al Quran, mengajar dan membacanya, orang tersebut
selalu mengamalkannya, dia diberitahu akan kenikmatan yang akan didapatkannya.
Allah berfirman : “ Apa yang telah engkau perbuat ? “, Dia menjawab : “ Aku
belajar Al Quran, aku mengajarkannya dan aku membaca Al Quran untuk Mu “, Allah
berfirman : “ Kamu bohong karena kamu belajar Al Quran supaya kamu dikatakan
seorang yang berilmu, kamu membaca Al Quran agar kamu dikatakan seorang Qari’
“. Kemudian Allah memasukkannya ke neraka.
Ketiga
yakni seorang yang dilapangkan rezkinya, dia banyak bersedekah dari hartanya,
orang tersebut melakukannya, diterangkan akan kenikmatan yang didapatkannya dan
diapun mengetahuinya. Allah berfirman : “ Apa yang telah kamu lakukan untuk itu
? “. Dia berkata : “ Tidak ada jalan yang Engkau kehendaki dariku untuk
berinfak, kecuali aku lakukan untuk Mu. Allah berfirman : “ Kamu bohong, karena
kamu melakukannya agar dikatakan dermawan “. Kemudian Allah memasukkannya
kedalam neraka.
Begitu
besarnya resiko niat yang tidak ikhlas, karena perbuatannya hanya didasarkan
kepada ria’ ( agar amalnya dilihat orang : agar dianggap pahlawan / pemberani,
agar dianggap ‘alim, agar dianggap dermawan ) sehingga masuk neraka.
KEJELIAN ALI
Sejarah mencatat tentang
ketelitian Ali r.a. dalam peperangan, ketika perang berkecamuk Ali r.a. dapat
menaklukkan musuhnya dengan telak, ketika musuh akan ditikam .....mendadak wajah
Ali r.a. diludahi, dengan spontan Ali r.a. meninggalkannya. Si musuhpun keheranan
sambil menantang : “ Ali tikam aku ! “, Ali r.a. dengan spontan menjawab : “
Tidak, semula aku berperang hanya mengharap ridlo Allah, namun karena engkau
meludahiku aku jadi marah, jika aku menikammu berarti aku menikam karena
kemarahanku, bukan karena Allah, jadi aku mengurungkan niatku “.
Begitu teliti dan mulianya Ali r.a.
dalam menata niatnya, Subhaanallah.
UMAR DAN KHOLID BIN WALID
Ketika Umar bin Khaththab r.a. diangkat menjadi kholifah diantara kebijakannya memberhentikan panglima perangnya yang dikenal piawai dalam memimpin pasukannya, suatu kebijakan yang cukup radikal dan mengejutkan.
Anehnya keputusan ini tidak sampai menimbulkan gejolak, baik demo maupun kudeta, mengapa ?, karena niat Umar bukan didasari rasa dendam apalagi rasa hasud.
Keputusan Umar ditetapkan lantaran khawatir terhadap posisi kejiwaan Khalid, khawatir jika pada diri Khalid timbul rasa bangga atau ujub yang membahayakan bagi keimanan Khalid. Karena waktu itu para pasukan Muslim sama menyanjung dan membanggakannya.
Ketika Khalid bin Walid sudah menjadi menjadi prajurit biasa, ada yang bertanya kepadanya : " Ya Khalid, bagaimana perasaanmu yang dulunya sebagai panglima sekarang menjadi prajurit biasa ? ". Kalid menjawab dengan tenangnya : " Aku berjuang bukan karena Umar tetapi karena Allah ".
Begitu mulianya sikap Khalid, baginya dimana saja posisinya, apapun jabatannya yang penting hanya berjuang karena Allah.
MENATA NIAT
Maka dalam
mengisi sisa sisa hidup, menata niat sangat perlu dihati hati agar dalam
beribadah nilainya tidak sia sia. Biasakan sebelum melakukan sesuatu hati disengaja,
ditata, artinya disengaja bahwa yang akan dilakukan hanya semata mata karena
Allah, bukan kepada yang lain.
Bila niat sudah didasarkan dan
dipersembahkan hanya menuju ridlo Allah semata, mengharap pahala dan ampunan Allah, maka apapun yang terjadi jiwa
akan menerimanya dengan rasa lapang, tenang, tidak akan kecewa dan resah walau
tidak dipuji bahkan mungkin dicemooh, karena memang jiwanya hanya mengharap ridlo
Allah semata, mengharap pahala dan ampunan Allah.
Bukan mengharap sanjungan dan pujian manusia !. Baginya dipuji atau tidak masalah yang penting hanya mengharap ridlo Allah.
Dengan niat yang ikhlas maka jiwa menjadi puas dan lega, jiwa jadi makin nikmat dan tenang karena tahu kemana hidup harus diaarahkan.
CARA NIAT
Karena niat merupakan
pekerjaan hati, maka niat tidak perlu
diucapkan, hanya menyengaja dalam hati, menata niat semata mata
karena Allah. Karena Nabi memang tidak pernah mengajarkannya dengan cara diucapkan.
KISAH TAULADAN
KERAS DAN LEMBUTNYA KARENA TAQWA
Umar bin
Khaththab adalah sosok sahabat yang dikenal bertemperamen keras, namun karena
posisinya sebagai sahabat yang selalu dekat dengan Nabi, maka secara otomatis
pribadi Umar pun berubah dan terbentuk karena penanaman iman.
Suatu saat
Adurrahman bin 'Auf duduk bersama para sahabat dengan akrabnya, maka pada
kesempatan yang tepat ini mereka mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam menjadi
ganjalan dalam hatinya.
Kemudian
para sahabat berkata kepada Abdur Rahman : “ Tolong sampaikan kepada Umar bin
Khaththab bahwa sebenarnya dia telah membuat kita takut, demi Allah sampai
sampai kami tidak berani memandangnya ".
Demi
mendengar keluhan sahabatnya yang sangat menyentuh ini, dengan cepat
Abdurrahman bin ‘Auf beranjak menghadap Umar untuk menyampaikan keluhan mereka.
Setelah
mendengar apa yang disampaikan Abdur Rahman bin ‘Auf, dengan dahi berkerut
karena perhatiannya, kemudian berkata dengan penuh perasaan : “ Apakah benar mereka berkata demikian ?,
demi Allah aku telah berlaku lembut kepada mereka sampai sampai aku takut
kepada Allah atas sikapku ini. Aku juga telah bersikap keras kepada mereka. Sampai
sampai aku takut kepada Allah atas sikapku itu. Sesungguhnya aku lebih takut
kepada Allah dari pada mereka “.
Begitu
mulianya akhlak Umar bin Khththab, sehingga mau menerima dan memahami perasaan
sahabatnya sehingga mereka merasa ketakutan karena sikapnya.
Maka
berderailah air mata Umar bin Khaththab r.a. dengar bibir bergetar dan detak
jantung berguncang mengiringi tangis tersedu sedan, berkat ungkapan dan luapan
rasa taqwa yang demikian tinggi.
Dengan lapang dada Umar berkata kepada Abdur
Rahman bin ‘Auf dengan hati hati : “
Maka bagaimana jalan keluarnya ? “.
Sebagai
sahabat Nabi, Abdur Rahman bin 'Auf sangat memahami sikap Umar yang demikian
ini, walau dimata sahabat sikap Umar nampak keras dan menakutkan.
Bagi Abdur
Rahman sikap Umar sangat tepat dan menyelamatkan para sahabat, sehingga ketika
Umar bangkit sambil membenahi letak jubahnya, maka berkatalah Abdur Rahman bin
‘Auf dengan menahan geram : “ Celakalah
mereka setelah engkau tinggalkan “.
Begitu peka dan tajam mata hati Abdur
Rahman bin ‘Auf sehingga terlontar kata kata tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar