Selasa, 06 Januari 2015


ETIKA DUDUK DALAM MAJLIS

Hai orang orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu : " Berlapang lapanglah dalam majlis ", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan : " Berdirilah kamu ", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang orang yang beriman di antaramu dan orang orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.  
( Q.S. Al Mujaadilah 11 )

Begitu luas dan rinci ajaran agama, sampai masalah dudukpun diajarkan pula. Masalah duduk seolah nampak sepeleh, padahal tidak !. Mengapa ?, karena sikap duduk sangat berkaitan dengan etika, sehingga Rasulullah s.a.w. secara rinci memberikan tuntunannya.
Disini pentingnya memahami dan mengamalkan ajaran agama sehingga sikapnya tidak sembrono, tidak seenaknya asal duduk disegala tempat.
Dengan memahami dan mengamalkan tuntunan agama, dirinya dan hak orang lain akan aman dan terselamatkan. Dengan demikian martabat dirinya akan mulia baik disisi manusia maupun Allah Ta’ala.   

MENEMPATI POSISI TERDEKAT
Begitu hati hatinya para sahabat dalam mencari posisi tempat duduk, sehingga mereka hanya menempati posisi yang termudah dan terdekat saja.  
Dari Jabir bin Samurah r.a. berkata : “ Jika kami datang kepada Nabi s.a.w. maka salah seorang diantara kami duduk dimana dia sampai “. ( H.R. Abu Dawud dan At Turmudzy )              
YANG AWAL LEBIH BERHAK
Dalam hal tempat duduk prinsip keadilan menjadi acuan, sehingga yang awal menempati tempat duduk, dialah yang berhak menempati selanjutnya.   
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Apabila salah seorang diantara kamu sekalian bangkit dari tempat duduknya kemudian dia kembali lagi, maka dia yang paling berhak untuk duduk pada tempat tersebut “.  ( H.R. Muslim )
Dalam menempati tempat duduk hendaklah berhati hati, jangan asal menempati tempat yang terlihat kosong, mungkin yang menempati sedang ke toilet ?!. Disini perlunya bertanya dulu kepada orang yang ada di sebelahnya. 

JANGAN MEMBANGKITKAN
Begitu hati hatinya agama dalam menata aturan duduk, sehingga tidak diperbolehkan seseorang membangkitkan orang lain dari tempat duduknya, karena menginginkan tempat tersebut.
Dari Ibnu Umar r.a. bersabda : “ Janganlah sekali kali salah seorang diantara kamu sekalian membangkitkan seorang dari tempat duduknya kemudian dia duduk pada tempat itu. Tetapi hendaklah kamu sekalian berlapang lapang dan berenggang renggang ! “.
Bahkan salah seorang sahabat karena hati hatinya, tidak mau duduk walau dipersilahkan seseorang yang bangkit dari tempat duduknya.
Dan bagi Ibnu Umar bila ada seorang bangkit dari tempat duduknya dan Ibnu Umar dipersilahkan untuk duduk pada pada tempat itu, maka dia tidak mau duduk pada tempat itu “. ( H.R. Bukhari Muslim )

TIDAK MEMISAH
Etika mencari tempat duduk tidak hanya berlaku di tempat umum saja, bahkan ketika sholat jum’ah juga diberlakukan, artinya tidak diperkenankan memisah tempat duduk yang telah ditempati jama’ah sebelumnya.      
Dari Abu ‘Abdullah Salman Al Farisy r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w bersabda : “ Tiada seorangpun yang mandi pada hari Jum’ah, kemudian bersuci dengan sempurna dan memakai minyak wangi atau memakai harum haruman yang ada dirumahnya. Kemudian pergi ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang ( yang sudah duduk lebih dahulu ). Kemudian sholat sebagaimana yang telah ditentukan, serta memperhatikan khutbah sewaktu imam berkhutbah, malainkan diampunilah dosa dosa ( kecil ) yang diperbuat antara hari itu sampai jumat berikutnya “. ( H.R. Bukhari )     

MINTA IZIN
Bila dalam berjama’ah sholat jum’ah dilarang memisah, untuk diluar sholat
lain halnya, memisah tempat duduk diperkenankan dengan syarat harus meminta
izin terlebih dahulu.
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Seseorang tidak diperbolehkan untuk memisahkan antara dua orang kecuali atas izin keduanya “. ( H.R. Abu Dawud dan At Turmudzy ) 

DIKUTUK
Majlis adalah tempat mulia dan terhormat, apalagi bila di tempat tersebut dibicarakan hal hal yang terpuji ( pengajian, rapat dll ), maka sangat tidak etis bila ada yang menempati di tengah tengah lingkaran.
Dari Hudzaifah ( bin Al Yaman ) r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengutuk orang yang duduk di tengah tengah lingkaran majlis “. ( H.R. Abu Dawud )

DO’A KAFAROTUL MAJLIS
Dalam suatu majlis ( pengajian, rapat dll ) bukan tidak mungkin terjadi kesalahan, guna menghapusnya Nabi s.a.w. memberikan tuntunan membaca do’a kafarotul majlis.
Dari Abu Barzah r.a. berkata : “ Bila Rasulullah s.a.w. hendak bangkit untuk  meninggalkan suatu majlis, maka ucapan paling akhir adalah : “ Subhaanakalloohumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik ( Maha suci Engkau ya Allah, dengan memuji Mu saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Engkau, saya mohon ampun dan bertaubat kepada Mu ) “. 
Maka ada seseorang berkata : “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya tuan mengucapkan suatu ucapan yang tidak biasa tuan baca pada waktu waktu sebelumnya “, beliau bersabda : “ Ucapan itu sebagai kafarot ( penebus ) atas dosa yang diperbuat selama berada dalam majlis “. ( H.R.  Abu Dawud )

RUGI
Begitu pentingnya dzikir ( ingat ) kepada Allah, sehingga dalam suatu majlis dan ketika hendak tidur diperintahkan pula agar dzikir kepada Allah, agar kelak tidak rugi dihadapan Allah.  
Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w. beliau bersabda : “ Barang siapa duduk dalam suatu tempat duduk, kemudian dia tidak berdzikir kepada Allah, maka dia akan mendapat kerugian dihadapan Allah. Dan barang siapa yang berbaring kemudian dia tidak berdzikir kepada Allah Ta’ala, maka dia juga akan mendapat kerugian dihadapan Allah Ta’ala “. ( H.R. Abu Dawud )                        

      
                   KISAH TAULADAN
   IMAM BUKHARI ILMUWAN HADITS
  
Nama lengkap Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Mughirah bin Bardizbah, biasa dipanggil Abu Abdullah, terkenal dengan panggilan Imam Bukhari dinisbatkan kepada negara asalnya Bukhara. Lahir pada 194 H. di Bukhara Kurasan, ditinggal wafat ayahnya ketika masih kanak kanak.
Diwarisi harta banyak untuk menuntut ilmu, beliau tuna netra disaat kecil, ibunya mimpi bertemu Nabi Ibrahim memberi habar bahwa Allah akan mengembalikan penglihatannya karena ketulusan do’a ibunya, maka ketika pagi hari dia bisa melihat kembali. Menunaikan ibadah haji pada usia muda bersama ibu dan Ahmad kakaknya, kemudian menetap di Mekkah guna menuntut ilmu.
Hafalannya sangat kuat, sehingga menjadi tumpuan bila ada perbedaan lafadz hadits diantara ulama. Hafal Al Quran sebelum usia 16 tahun, menginfakkan 500 dirham tiap bulan guna menuntut ilmu, dalam menuntut ilmu tidak hanya di Mekkah juga di Madinah, Syam, Khurasan, Bashrah, Kufah, Baghdad dan Mesir. Mewajibkan dirinya : “ Saya menulis hadits dari 1000 syaikh atau lebih, dari setiap syaikh ribuan hadits. Tidak ada bagiku hadits kecuali ada sanadnya ( sandaran ), saya tidak meriwayatkan hadits dari sahabat atau tabi’in kecuali tahu asal usul mereka, saya hafal 100.000. hadits shohih, dan 200.000. hadits yang tidak shohih “.
Beliau mengumpulkan 400 pencari hadits di Samarkand selama 7 hari untuk mengoreksi matan ( redaksi hadits ) dan sanad ( sandaran ) hadits seteliti mungkin. Jumlah gurunya 1080 diantara Ahmad bin Hambal, diantara muridnya imam Muslim, At Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah. Dalam majlisnya di Baghdad ada sekitar 20.000. santri. Setiap bulan Ramadlan pada menghatamkan Al Quran.
Al Marwan berkata : ” Tidak pernah saya melihat pemuda secerdas Bukhari “. Imam Ahmad berkata : “ Saya tidak keluar dari Khurasan sebelum mengenyam ilmu dari Muhammad bin Ismail “. Muhammad bin Basyir berkata : “ Penghafal di dunia ada empat diantaranya Muhammad bin Ismail ( Imam Bukhari ) 
Imam Bukhari tidak termasuk dalam kehidupan di kalangan para Sulthan ( raja ), pernah dipanggil gubernur Bukhara namun beliau menolak.
Termasuk orang pertama yang menyusun Hadits Nabawi, mengumpulkan 600.000. hadits dengan perawi tsiqat ( terpercaya ) yang ditulis dalam kitab shahih Bukhari selama 16 tahun. Karya karyanya antara lain Al jami’ ash Shahih, At Tarikh Kabir, Al Adab al Mufrad. 
Wafat pada usia sekitar 62 tahun, di Khartank Samarkand pada tahun 256 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar