Jumat, 16 Januari 2015


HIKMAH SHOLAT DHUHA

“ Demi matahari dan cahayanya di pagi hari “.
( Q.S. Adh Dhuha 1 )
“ Demi waktu matahari sepenggalahan naik “
( Q.S. Asy Syamsy 1 )
                   
Begitu pentingnya menghargai waktu sehingga Allah bersumpah demi waktu dhuha ini, dhuha adalah waktu ketika matahari mulai meninggi, dimana manusia pada mulai sibuk mempersiapkan diri, guna memulai aktifitas  mencari rizki di pagi hari.
Alangkah indah dan mulianya bila dalam memulai aktifitas dunia tidak lupa mengawali dengan sholat sunnah, sehingga dalam mencari karunia Nya tetap membawa berkah, karena diawali dengan melaksanakan tuntunan walau bersifat sunnah adanya.    
Kualitas jiwa yang senantiasa tekun melaksanakan ibadah sunnah, beda dengan yang hanya melaksanakan yang wajib wajib saja, karena dengan memperhatikan yang sunnah berarti punya nilai lebih disisi Allah Ta’ala.

DENGAN IBADAH SUNNAH AKAN DIPELIHARA
Karena memperhatikan ibadah sunnah, Allah akan senantiasa menjaga dan memelihara Nya, mulai mata, telinga, tangan dan kaki nya, bahkan dilindungi dan makbul do’nya.  
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Bahwasanya Allah Ta’ala berfirman : “ Barang siapa yang memusuhi kekasih Ku, maka Aku  menyatakan perang kepadanya. Sesuatu yang paling Kusukai dari apa yang dikerjakan oleh hamba Ku untuk mendekatkan diri kepada Ku yaitu bila ia mengerjakan apa yang telah Ku wajibkan kepadanya. Seseorang akan selalu mendekatkan diri kepada Ku dengan mengerjakan mengerjakan hal hal yang “sunnah sehingga Aku menyukainya. Apabila Aku mencintainya maka aku merupakan pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengarkannya. Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihatnya. Aku merupakan tangan yang yang ia pergunakan menyerangnya dan Aku merupakan merupakan kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada Ku pasti Aku akan mengabulkan Nya, dan seandainya ia berlindung diri kepada Ku pasti Aku akan melindungi Nya “. ( H.R. Muslim )             Demikian istimewa dan tingginya perhargaan Allah terhadap hamba Nya yang suka melaksanakan kewajiban dan ibadah sunnah !.
     
 NILAI SHOLAT DHUHA
Tiap ibadah memiliki keutamaan, demikian pula dengan sholat dhuha.                                                                            Dari Abu Dzar r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya : “ Setiap orang mempunyai sumber sedekah. Tiap tiap tasbih ( Subhaanallah ), tahmid ( Alhamdulillaah ), tahlil ( Laa ilaaha illallaah ) dan takbir ( Allaahu Akbar ) adalah sedekah, nahi munkar ( Mencegah kemungkaran ) sedekah. Dan semuanya itu sama nilainya dengan dua rekaat sholat dhuha “. ( H.R. Muslim )
Demikian pentingnya sholat dhuha sampai Nabi s.a.w. berpesan pada sahabat Abu Hurairah r.a. :                           Dari Abu Hurairah r.a. katanya : “ Sahabatku ( Rasulullah s.a.w. ) berwasiat kepadaku tiga perkara : Puasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dua rokaat, sholat witir sebelum tidur “. ( H.R. Muslim )                                                                                                                                                                 WAKTU SHOLAT DHUHA
Waktu sholat dhuha adalah ketika matahari mulai agak tinggi ( sekitar pukul 6 sampai pukul 11 pagi ) :  
Dari ‘Abdullah bin Harits bin Naufal r.a. katanya dia mencari cari orang dapat mengajarkan kepadanya tentang sholat dhuha Rasulullah s.a.w. Tetapi tiada yang ditemukannya selain dari Ummu Hani binti Abu Tholib. Katanya : “ Dia mengabarkan kepadaku ( ‘Abdullah bin Harits ), bahwa Rasulullah s.a.w. datang kerumahnya setelah hari “ agak tinggi ” pada hari penaklukan Mekkah, kemudian ia minta sehelai kain untuk menutup tempatnya mandi. Setelah mandi beliau sholat delapan rekaat, yang aku tak tahu yang manakah diantaranya yang lama : berdirinya, ruku’nya, atau sujudnya, karena semuanya hampir sama saja lamanya. Kata Ummu Hani : “ Aku belum pernah melihat beliau mengerjakan sholat itu sebelum dan sesudahnya “. ( H.R. Muslim )
Demikian teliti dan hati hati para sahabat Nabi dan tabi’in ( generasi sesudah sahabat ) dalam beribadah, sehingga tidak asal melaksanakan ibadah tanpa mengetahui dasar sumbernya dari Nabi, sampai dicarinya yang benar benar pernah melihat Nabi s.a.w. dalam melaksanakan sholat dhuha, sehingga jangan sampai terjadi kesalahan dalam mengamalkannya.                                                                                                                
JUMLAH REKAAT DAN HUKUMNYA
Dari ‘Aisyah r.a. katanya : “ Aku tak pernah melihat Nabi s.a.w. sholat sunnah dhuha, sekali kali tidak !. Tetapi aku senantiasa mengerjakannya sekalipun beliau tidak. Sesungguhnya beliau menyukai amal tersebut, tetapi beliau kuatir umat senantiasa mengamalkannya, kemudian dianggap wajib “. ( H.R. Muslim )
Sehubungan hadits yang disampaikan ‘Aisyah r.a. ini, Imam Nawawi memberi penjelasan sebagai berikut :      
‘Aisyah tak pernah melihat Nabi s.a.w. sholat dhuha, karena mungkin pada waktu waktu tersebut beliau tidak pernah berada di rumah ‘Aisyah. Mungkin beliau sedang dalam perjalanan, di masjid atau di tempat lain. Sholat dhuha termasuk sunnah muakkad ( sunnah yang dikokohkan ), paling sedikit dua rekaat dan yang paling sempurna delapan rekaat, namun boleh juga dikerjakan empat atau enam rekaat ( Syarah Imam Nawawi 2: 369 ) “. 4, 6 dan 8 rekaat masing masing dikerjakan dengan 2 rekaat.

DI RUMAH
Dari Ibnu Umar r.a. dia mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Kerjakan beberapa diantara sholatmu di rumahmu, dan jangan kamu jadikan rumahmu itu menjadi kuburan ". ( H.R. Bukhari )                   
Yang dimaksud sholat di rumah disini adalah sholat sunnah, dengan mengerjakan sholat dirumah maksud Nabi s.a.w. agar rumah tidak hanya sekedar untuk tidur saja ( sebagai kuburan ). 
Dengan diisi sholat sunnah rumah akan bercahaya, sebagaimana sabda beliau : “ Sinarilah rumahmu dengan sholat ( sunnah ) dan bacaan Al Quran “.
Rumah disamping sebagai tempat tinggal, sekaligus sebagai tempat istirahat terlama, juga berfungsi sebagai tempat berlindung agar aman dari gangguan panas, hujan dan cuaca    yang bisa menganggu kesehatan.
Namun dibalik itu rumah harus juga terjaga dari gangguan bahaya ghoib, dan makhluk halus yang kita tak akan sanggup menangkalnya, karena bersifat ghoib ( tak bisa dilihat dengan panca indra ). Dengan melaksanakan tuntunan agama gangguan semacam ini akan bisa ditolaknya, karena Allah yang langsung menjaga dan melindung Nya !.              

RUMAH BERCAHAYA
Rumah yang diisi dengan kegiatan ibadah sholat sunnah dan bacaan Alquran beda dengan yang hanya dipakai istirahat saja, dengan kegiatan ibadah rumah akan punya energi positif yang bisa menangkal bahaya kekuatan ghoib yang berasal dari setan yang mangganggunya. Ini makna sabda Nabi s.a.w. : “ Sinarilah rumahmu dengan sholat dan bacaan Al Quran “.
Dengan demikian rumah tak perlu lagi diberi mantera, jimat atau tumbal, yang justru bisa menimbulkan kemusyrikan, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. : “ …Sesungguhnya mantra, jimat dan pelet adalah syirik… “. ( H.R. Ibnu Hibban dan Al Hakim )


KISAH TAULADAN
AYAH DAN ANAK BEREBUT SYURGA
         
Suatu saat Nabi s.a.w. menyerukan pada para sahabat yang mampu berjihad agar ikut berangkat ke medan perang Badar. Maka terjadilah kisah unik antara seorang ayah dan putranya : Khaitsumah dan Sa’ad bin Haitsumah.
Keduanya menyambut seruan Rasululullah s.a.w. dengan penuh semangat, tetapi Haitsumah menginginkan agar putranya tidak berangkat sambil berkata : “ Anakku aku akan berangkat ke medan perang, dan engkau menjaga anak dan para wanita !. 
Rupanya putranya juga berkeinginan keras untuk berangkat sambil berkata : “ Ayah sesungguhnya aku lebih berminat dalam memerangi kaum Kafir Quraisy, sedang ayah lebih dibutuhkan untuk tinggal di rumah “.
Khaitsumah dengan emosi menjawab : ” Engkau menentangku hai Sa’ad, engkau tidak patuh pada orang tuamu “. Sa’ad menjawab : “ Ayah, Allah dan Rasulullah mewajibkan jihad kepadaku, sementara ayah melarangku, bagaimana aku akan mentaatimu untuk menentang Allah dan Rasul Nya “.
Akhirnya keduanya sepakat untuk mengundi agar tercapai titik temu dalam menentukan siapa yang berangkat, ternyata putranya yang memenangkan undian. 
Maka berangkatlah Sa’ad bin Kutsaimah kemedan jihad yang berakhir dengan kematian syahid di medan perang Badar. Khaitsumah pun sedih, sedih bukan karena kematian putranya, justru ia sedih karena bukan dirinya yang mati syahid.
Suatu saat giliran perang Uhud tiba, rupanya Khaitsumah sangat berambisi mengikutinya, ia pun menemui Rasulullah s.a.w. sambil berkata : “ Wahai Rasulullah engkau tak memberiku kesempatan pada perang Badar, padahal aku telah melihat putraku dalam mimpi tadi malam berkata : “ Seharusnya engkau menemani kami dalam syurga, aku telah mendapatkan apa yang dijanjikan Allah “. “ Demi Allah, ya Rasulullah aku benar benar rindu menemani anakku di Syurga. Usiaku telah lanjut, tulang tulangku telah rapuh, aku berharap ingin segera berjumpa dengan Nya  “.
Demi melihat tekadnya yang kuat, akhirnya Rasulullah s.a.w. merestui untuk ikut berperang di Medan Uhud.
Di medan Uhud Khutsaimah melesat dengan semangat jihadnya bagai anak panah melesat dari busurnya memerangi kaum kafir Quraisy jahiliyah, akhirnya dengan izin Allah Khutsaimah gugur pula sebagai syahid seperti yang dicita citakannya, dengan demikian tercapai sudah cita citanya dalam menemui dan menyusul putranya yang telah gugur mendahului sebagai syahid pula.
Demikian indah dan mulia kematian mereka demi memenuhi panggilan Tuhan Nya, dalam rangka menegakkan kalimat Laa ilaaha illallah !.     

                 
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar