KEAGUNGAN AKHLAK
RASULULLAH
“
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka.. “.
( Q.S. Ali Imran 159 )
Nabi s.a.w. adalah sosok
manusia biasa, bedanya beliau mendapat wahyu karena yang disampaikan adalah
urusan agama untuk umat ahir zaman, dengan demikian harus punya landasan yang original
dan benar dari Allah.
TUBUH NABI S.A.W.
Menurut berbagai
riwayat dari para sahabat, beliau adalah seorang yang potongan tubuhnya tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah, halus dan putih kemerah merahn warna kulitnya, dadanya bidang dan kokoh, panjang
rambutnya sebatas bahu, jalannya tegap berwibawa, tenaganya sangat kuat. Kata
Ali r.a. : “ Wajah beliau sangat menarik
bagi siapa yang memandangnya karena ketampanannya “.
AKHLAK NABI S.A.W.
Agama Islam
berkembang pesat berkat disebarkan dengan kehalusan dan ketinggian akhlak
beliau, dengan kehalusan dan ketinggian akhlak inilah menjadi sentuhan dan
perekat umat dalam menerima da’wah yang disampaikan.
Berkat ketinggian akhlak beliau Al
Quran sampai mencantumkannya.
“
Dan sesungguhnya engkau benar benar berbudi pekerti yang agung “. ( Q.S. Al Qalam 4 )
KESABARAN
DAN KESEDERHANAANNYA
Sebagai kepala keluarga, beliau
sangat sabar dan sederhana dalam kesehariannya, tidurnya hanya beralas tikar
biasa, sehingga ketika bangun sahabat Umar bin Khaththab sangat terharu
dibuatnya, karena pada badan beliau nampak tanda bekas anyaman tikar tempat
tidurnya.
Dirumahnya
hanya tergantung ghirbah ( tempat minum dari tempelok unta yang dikeringkan ).
Di rumah beliau jarang ada tepung sebagai bahan makanan, jika toh ada itupun
hanya tepung yang kasar bentuknya. Perut beliau sering diganjal batu guna
menahan rasa laparnya.
Suatu
pagi beliau bertanya kepada istrinya tentang sarapan pagi, maka dijawab bahwa
dirumah tidak tersedia makanan, dengan sabarnya beliau langsung berpuasa
sunnah.
Demikian
pula dalam berjalan dengan para sahabat beliau tak mau dikawal, justru suka
berjalan bersama.
DIKERJAKAN
SENDIRI
Walau beliau seorang Nabi
sekaligus sebagai kepala rumah tangga, beliau tidak suka main perintah kepada
istrinya, beliau suka menyapu rumahnya, bila sandalnya rusak dijahitnya sendiri
dengan kedua tangannya, bajunya yang robek dijahitnya. Bila membeli barang
dibawanya sendiri tak mau dibawakan sahabatnya.
KETEGUHAN PENDIRIANNYA
Ketika
beliau muliai menyampaikan da’wahnya kepada kaum Quraisy yang mereka nilai
sebagai celaan terhadap berhala yang menjadi sembahannya, suatu saat datanglah
para pembesar kaum kaum Quraisy datang kepada Abu Tholib ( paman Nabi ) sambil
berkata : “ Hendaklah mulai sekarang ini engkau melarang keponakanmu dari
mencela kami, orang tua kami dan berhala kami. Jika tidak maka kami terpaksa
memusuhi engkau dan memusuhinya. Dan jika memang kami rasa perlu, dia (
Muhammad ) akan kami bunuh dengan terang terangan “.
Permintaan mereka oleh Abu Tholib
disampaikan kepada Nabi s.a.w. : “ Hai anak saudara laki lakiku, hendaklah dari
sekarang ini engkau menghentikan perbuatanmu selama ini, Janganlah engkau
memberatkan tanggungan dan beban atas diriku yang aku tak akan kuat memikulnya.
Hendaklah engkau menghentikan seruanmu yang begitu keras dan tajam itu “.
Mendengar perkataan pamannya, beliau menyangka bahwa pamannya sudah enggan
membantunya, dengan tegas beliau menjawab : “ Hai pamanku demi Allah jika mereka meletakkan matahari di tangan
kananku dan bulan di kiriku supaya aku meninggalkan urusan agama ini, tidaklah
aku meninggalkannya sehingga Allah memberi kemenangan agama ini atau aku
dihancurkan di dalamnya “.
KEBERANIANNYA
Dalam
keseharian akhlak beliau dikenal sangat lembut dan santun, namun ketika
peperangan berlangsung dalam rangka menegakkan kalimat tauhid ( Laa ilaaha
illallah ), beliau sangat berani. Tentang keberanian beliau, para sahabat
memberikan komentarnya sebagai berikut.
Dari
sahabat Ibnu Umar r.a. ia berkata : “ Saya belum pernah melihat seorang yang
lebih berani dan lebih tabah hati serta lebih pemurah dari Rasulullah s.a.w. “. ( H.R. Ad Darimi )
Ali r.a. berkata : “ Biasanya bila
peperangan telah sengit dan biji manusia telah memerah kami berlindung kepada
Rasulullah s.a.w.. Maka tidak ada seorangpun yang yang lebih dekat dengan musuh
selain beliau “.
KEADILAN
DAN KEJUJURANNYA
Keadilan dan kejujuran Nabi
s.a.w. sudah dikenal masyarakat kota Mekkah sebelum diangkat jadi Nabi,
sehingga beliau sejak kecil mendapat gelar Al
Amin ( dapat dipercaya ).
Keadilan beliau terbukti ketika
memutuskan hukum potong tangan terhadap seorang wanita bangsawan ( Fatimah
binti Aswad bin Abdul Asad ) yang
melakukan pencurian, walau ada seorang sahabat yang berusaha agar Nabi s.a.w.
tidak melaksanakannya, namun justru dengan tegasnya Nabi s.a.w. bersabda : “ Jika sekiranya Fathimah binti Rasulullah
mencuri pasti aku akan potong tangannya “.
Ketika para ketua kaum Quraisy
berselisih dan bertengkar tentang siapa yang
berhak meletakkan kembali hajar aswad di tempatnya semula ( sudut ka’bah
), mereka ahirnya memutuskan bahwa yang
berhak meletakkan adalah yang mula mula masuk masjid di pagi hari.
Ternyata yang
masuk pertama kali adalah Muhammad yang waktu itu belum diangkat menjadi Nabi,
mereka sama berteriak : “ Ini Al Amin
ini dia Al Amin “.
Walau beliau mendapat mandat
penuh untuk meletakkannya, namun agar semua pada kebagian mengangkatnya, dengan
bijak beliau melepas surbannya sebagai alas hajar aswad, kemudian secara
bersama sama pada bagian tepi surban dipersilahkan para pimpinan kaum Quraisy
untuk ikut mengangkatnya, dengan keputusannya yang cukup adil dan bijak ini,
para pimpinan kaum Quraisy merasa dihargai dan sama merasa puas.
Walau beliau dikenal jujur dan dapat
dipercaya, namun ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul, karena sifat
hasudnya Abu jahal sebagai tokoh Quraisy berkata dengan angkuhnya : “ Sesungguhnya kami tidak mendustakan kamu
Muhammad, tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa ! “.
KESABARANNYA
Ketika beliau berda’wah ke
Thoif, bukannya diterima dengan baik justru beliau dianiaya sampai berlumuran
darah, sampai malaikat Jibril menawarkan kepada Rasulullah s.a.w. untuk melaporkan
kepada malaikat penjaga gunung, agar mengangkat gunung guna ditimpakan kepada
kaum Thoif, namun beliau justru menolaknya dan bersabda : “ Bahkan saya berharap semoga Allah melahirkan keturunan mereka itu
orang menyembahnya, dan tidak menyekutukannya sesuatupun dengan Nya “.
Tidak
berhenti sampai disini saja harapannya, bahkan berkat sifat pemaafnya
kedzaliman umatnya dibalasnya dengan do’a yang sangat indah : “ Ya Allah tunjukkan kepada kaumku ke jalan
yang lurus karena mereka tidak mengetahui “.
Ketika Nabi s.a.w. dilukai
wajahnya dan dipecahkan giginya oleh musuh dalam perang Uhud, sebagian sahabat
dengan marahnya berkata : ” Alangkah baiknya bila engkau berdo’a agar mereka
diturunkan siksa “. Beliau menjawab : “
Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai pengutuk, tetapi aku diutus sebagai
penyeru ( kepada petunjuk yang benar ) dan rahmat. Ya Allah tunjukkanlah kepada
kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui “.
PEMAAF
BUKAN PENDENDAM
Ketika kota Mekkah ditaklukkan
kaum Muslimin dengan damai, segenap pemuka Quraisy yang pernah memusuhi dan
menyakiti beliau merasa ketakutan.
Karena itu banyak diantara mereka yang
melarikan diri keluar kota untuk menyelamatkan diri. Bahkan ada yang hendak
bunuh diri diantaranya Shofwan bin Umayyah.
Ia bersembunyi kemudian melarikan
diri untuk bunuh diri dengan menceburkan diri kelaut merah di Jeddah. Maka
Umair sebagai saudara sepupunya datang menghadap Nabi s.a.w. sambil
menceritakan rencana Shofwan bin Marwan tersebut.
Kemudian Nabi s.a.w.
memerintahkan Umair menjemput Shofwan bin Marwan dengan membawa surban beliau
sebagai tanda jaminan keamanan dan ampunan bagi Shofwan bin Marwan.
BERFIKIR DAN MEMELUK ISLAM
Mendapat jaminan ini Shofwan bin
Marwan tahu betul sifat Nabi yang tak akan menyelisihi janji, kemudian datang
menghadap Nabi s.a.w. sambil berkata : “ Betulkah engkau menjamin keamananku ?
”. Nabi s.a.w. menjawab : “ Betul ! “. Shofwan bin Marwan berkata : “ Beri aku
waktu dua bulan lamanya untuk berfikir sebelum masuk Islam “. Nabi s.a.w.
menjawab : “ Silahkan engkau berfikir
sampai empat bulan “.
Belum sampai genap empat bulan
Shofwan bin Marwan ahirnya memeluk Islam.
Begitu
toleransinya Nabi s.a.w. terhadap orang memusuhinya, sehingga beliau tak pernah
bersikap bengis apalagi memaksa dalam menyebarkan agama.
KASIH
SAYANGNYA TERHADAP HEWAN
Beliau tidak hanya mengajarkan
kasih sayang terhadap sesama manusia saja, bahkan terhadap hewanpun beliau
tekankan.
Pada
suatu hari ‘Aisyah r.a. mengendarai seekor unta, karena unta itu binal, maka
‘Aisyah kesal dan bersikap kasar terhadap untanya, maka tatkala nabi s.a.w.
melihat sikapnya, beliau menegur ‘Aisyah r.a. : “ Hendaklah engkau berlaku
lemah lembut kepadanya “.
Beliau
juga melarang orang membebani binatang dengan muatan yang berlebihan. Bahkan
beliau juga mengingatkan agar taqwa dalam hal binatang, artinya ketika
menyembelih binatang hendaklah dengan pisau yang tajam, agar hewan tak merasa
terlampau lama kesakitan.
Demikian santunnya beliau dalam
mengajarkan tata krama, pantas bila agama Islam bisa berkembang berkat sentuhan
dan ketauladanan bukan dengan paksaan.
“
Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk rahmat bagi semesta alam “. ( Q.S. Al anbiyaa 107 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar