Kamis, 01 Januari 2015


KEAGUNGAN AKHLAK RASULULLAH

“ Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.. “.
( Q.S. Ali Imran 159 )
                        
Nabi s.a.w. adalah sosok manusia biasa, bedanya beliau mendapat wahyu karena yang disampaikan adalah urusan agama untuk umat ahir zaman, dengan demikian harus punya landasan yang original dan benar dari Allah.

TUBUH NABI S.A.W.
Menurut berbagai riwayat dari para sahabat, beliau adalah seorang yang  potongan tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, halus dan putih kemerah merahn warna kulitnya, dadanya bidang dan kokoh, panjang rambutnya sebatas bahu, jalannya tegap berwibawa, tenaganya sangat kuat. Kata Ali r.a. : “ Wajah beliau sangat menarik bagi siapa yang memandangnya karena ketampanannya “.   

AKHLAK NABI S.A.W.
Agama Islam berkembang pesat berkat disebarkan dengan kehalusan dan ketinggian akhlak beliau, dengan kehalusan dan ketinggian akhlak inilah menjadi sentuhan dan perekat umat dalam menerima da’wah yang disampaikan.
Berkat ketinggian akhlak beliau Al Quran sampai mencantumkannya.          
“ Dan sesungguhnya engkau benar benar berbudi pekerti yang agung “. ( Q.S. Al Qalam 4 )

KESABARAN DAN KESEDERHANAANNYA
Sebagai kepala keluarga, beliau sangat sabar dan sederhana dalam kesehariannya, tidurnya hanya beralas tikar biasa, sehingga ketika bangun sahabat Umar bin Khaththab sangat terharu dibuatnya, karena pada badan beliau nampak tanda bekas anyaman tikar tempat tidurnya.
Dirumahnya hanya tergantung ghirbah ( tempat minum dari tempelok unta yang dikeringkan ). 
Di rumah beliau jarang ada tepung sebagai bahan makanan, jika toh ada itupun hanya tepung yang kasar bentuknya. Perut beliau sering diganjal batu guna menahan rasa laparnya.
Suatu pagi beliau bertanya kepada istrinya tentang sarapan pagi, maka dijawab   bahwa dirumah tidak tersedia makanan, dengan sabarnya beliau langsung berpuasa sunnah.
Demikian pula dalam berjalan dengan para sahabat beliau tak mau dikawal, justru suka berjalan bersama.

DIKERJAKAN SENDIRI
Walau beliau seorang Nabi sekaligus sebagai kepala rumah tangga, beliau tidak suka main perintah kepada istrinya, beliau suka menyapu rumahnya, bila sandalnya rusak dijahitnya sendiri dengan kedua tangannya, bajunya yang robek dijahitnya. Bila membeli barang dibawanya sendiri tak mau dibawakan sahabatnya.      

KETEGUHAN PENDIRIANNYA
Ketika beliau muliai menyampaikan da’wahnya kepada kaum Quraisy yang mereka nilai sebagai celaan terhadap berhala yang menjadi sembahannya, suatu saat datanglah para pembesar kaum kaum Quraisy datang kepada Abu Tholib ( paman Nabi ) sambil berkata : “ Hendaklah mulai sekarang ini engkau melarang keponakanmu dari mencela kami, orang tua kami dan berhala kami. Jika tidak maka kami terpaksa memusuhi engkau dan memusuhinya. Dan jika memang kami rasa perlu, dia ( Muhammad ) akan kami bunuh dengan terang terangan “.
Permintaan mereka oleh Abu Tholib disampaikan kepada Nabi s.a.w. : “ Hai anak saudara laki lakiku, hendaklah dari sekarang ini engkau menghentikan perbuatanmu selama ini, Janganlah engkau memberatkan tanggungan dan beban atas diriku yang aku tak akan kuat memikulnya. Hendaklah engkau menghentikan seruanmu yang begitu keras dan tajam itu “. Mendengar perkataan pamannya, beliau menyangka bahwa pamannya sudah enggan membantunya, dengan tegas beliau menjawab : “ Hai pamanku demi Allah jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di kiriku supaya aku meninggalkan urusan agama ini, tidaklah aku meninggalkannya sehingga Allah memberi kemenangan agama ini atau aku dihancurkan di dalamnya “.

KEBERANIANNYA
Dalam keseharian akhlak beliau dikenal sangat lembut dan santun, namun ketika peperangan berlangsung dalam rangka menegakkan kalimat tauhid ( Laa ilaaha illallah ), beliau sangat berani. Tentang keberanian beliau, para sahabat memberikan komentarnya sebagai berikut.
Dari sahabat Ibnu Umar r.a. ia berkata : “ Saya belum pernah melihat seorang yang lebih berani dan lebih tabah hati serta lebih pemurah dari Rasulullah s.a.w. “. ( H.R. Ad Darimi )
Ali r.a. berkata : “ Biasanya bila peperangan telah sengit dan biji manusia telah memerah kami berlindung kepada Rasulullah s.a.w.. Maka tidak ada seorangpun yang yang lebih dekat dengan musuh selain beliau “.

KEADILAN DAN KEJUJURANNYA
Keadilan dan kejujuran Nabi s.a.w. sudah dikenal masyarakat kota Mekkah sebelum diangkat jadi Nabi, sehingga beliau sejak kecil mendapat gelar Al Amin ( dapat dipercaya ).
Keadilan beliau terbukti ketika memutuskan hukum potong tangan terhadap seorang wanita bangsawan ( Fatimah binti Aswad bin Abdul Asad )  yang melakukan pencurian, walau ada seorang sahabat yang berusaha agar Nabi s.a.w. tidak melaksanakannya, namun justru dengan tegasnya Nabi s.a.w. bersabda : “ Jika sekiranya Fathimah binti Rasulullah mencuri pasti aku akan potong tangannya “.
Ketika para ketua kaum Quraisy berselisih dan bertengkar tentang siapa yang  berhak meletakkan kembali hajar aswad di tempatnya semula ( sudut ka’bah ), mereka ahirnya  memutuskan bahwa yang berhak meletakkan adalah yang mula mula masuk masjid di pagi hari. 
Ternyata yang masuk pertama kali adalah Muhammad yang waktu itu belum diangkat menjadi Nabi, mereka sama berteriak : “ Ini Al Amin ini dia Al Amin “.
Walau beliau mendapat mandat penuh untuk meletakkannya, namun agar semua pada kebagian mengangkatnya, dengan bijak beliau melepas surbannya sebagai alas hajar aswad, kemudian secara bersama sama pada bagian tepi surban dipersilahkan para pimpinan kaum Quraisy untuk ikut mengangkatnya, dengan keputusannya yang cukup adil dan bijak ini, para pimpinan kaum Quraisy merasa dihargai dan sama merasa puas.
Walau beliau dikenal jujur dan dapat dipercaya, namun ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul, karena sifat hasudnya Abu jahal sebagai tokoh Quraisy berkata dengan angkuhnya : “ Sesungguhnya kami tidak mendustakan kamu Muhammad, tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa ! “.

KESABARANNYA
Ketika beliau berda’wah ke Thoif, bukannya diterima dengan baik justru beliau dianiaya sampai berlumuran darah, sampai malaikat Jibril menawarkan kepada Rasulullah s.a.w. untuk melaporkan kepada malaikat penjaga gunung, agar mengangkat gunung guna ditimpakan kepada kaum Thoif, namun beliau justru menolaknya dan bersabda : Bahkan saya berharap semoga Allah melahirkan keturunan mereka itu orang menyembahnya, dan tidak menyekutukannya sesuatupun dengan Nya “.
Tidak berhenti sampai disini saja harapannya, bahkan berkat sifat pemaafnya kedzaliman umatnya dibalasnya dengan do’a yang sangat indah : “ Ya Allah tunjukkan kepada kaumku ke jalan yang lurus karena mereka tidak mengetahui “.
Ketika Nabi s.a.w. dilukai wajahnya dan dipecahkan giginya oleh musuh dalam perang Uhud, sebagian sahabat dengan marahnya berkata : ” Alangkah baiknya bila engkau berdo’a agar mereka diturunkan siksa “. Beliau menjawab : Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai pengutuk, tetapi aku diutus sebagai penyeru ( kepada petunjuk yang benar ) dan rahmat. Ya Allah tunjukkanlah kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui “.

PEMAAF BUKAN PENDENDAM
Ketika kota Mekkah ditaklukkan kaum Muslimin dengan damai, segenap pemuka Quraisy yang pernah memusuhi dan menyakiti beliau merasa ketakutan. 
Karena itu banyak diantara mereka yang melarikan diri keluar kota untuk menyelamatkan diri. Bahkan ada yang hendak bunuh diri diantaranya Shofwan bin Umayyah.
Ia bersembunyi kemudian melarikan diri untuk bunuh diri dengan menceburkan diri kelaut merah di Jeddah. Maka Umair sebagai saudara sepupunya datang menghadap Nabi s.a.w. sambil menceritakan rencana Shofwan bin Marwan tersebut. 
Kemudian Nabi s.a.w. memerintahkan Umair menjemput Shofwan bin Marwan dengan membawa surban beliau sebagai tanda jaminan keamanan dan ampunan bagi Shofwan bin Marwan.

BERFIKIR DAN MEMELUK ISLAM
Mendapat jaminan ini Shofwan bin Marwan tahu betul sifat Nabi yang tak akan menyelisihi janji, kemudian datang menghadap Nabi s.a.w. sambil berkata : “ Betulkah engkau menjamin keamananku ? ”. Nabi s.a.w. menjawab : “ Betul ! “. Shofwan bin Marwan berkata : “ Beri aku waktu dua bulan lamanya untuk berfikir sebelum masuk Islam “. Nabi s.a.w. menjawab : “ Silahkan engkau berfikir sampai empat bulan “.
Belum sampai genap empat bulan Shofwan bin Marwan ahirnya memeluk Islam.                            
Begitu toleransinya Nabi s.a.w. terhadap orang memusuhinya, sehingga beliau tak pernah bersikap bengis apalagi memaksa dalam menyebarkan agama.

KASIH SAYANGNYA TERHADAP HEWAN
Beliau tidak hanya mengajarkan kasih sayang terhadap sesama manusia saja, bahkan terhadap hewanpun beliau tekankan.
Pada suatu hari ‘Aisyah r.a. mengendarai seekor unta, karena unta itu binal, maka ‘Aisyah kesal dan bersikap kasar terhadap untanya, maka tatkala nabi s.a.w. melihat sikapnya, beliau menegur ‘Aisyah r.a. : “ Hendaklah engkau berlaku lemah lembut kepadanya “.
Beliau juga melarang orang membebani binatang dengan muatan yang berlebihan. Bahkan beliau juga mengingatkan agar taqwa dalam hal binatang, artinya ketika menyembelih binatang hendaklah dengan pisau yang tajam, agar hewan tak merasa terlampau lama kesakitan.        
Demikian santunnya beliau dalam mengajarkan tata krama, pantas bila agama Islam bisa berkembang berkat sentuhan dan ketauladanan bukan dengan paksaan.
“ Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan untuk rahmat bagi semesta alam “. ( Q.S. Al anbiyaa 107 )  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar