INSAN TAULADAN
“
Sesungguhnya telah ada pada ( diri ) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu ( yaitu ) bagi orang yang mengharap ( rahmat ) Allah dan ( kedatangan )
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah “.
( Q.S. Al Ahzab 21 )
Sebagai seorang utusan ahir zaman, Rasulullah s.a.w.
dalam menyampaikan da’wahnya tidak hanya sekedar bersabda saja, namun diikuti
pula dengan cermin ketauladanan, dengan ketinggian akhlaknya, sehingga
da’wahnya ( ajakannya ) menyentuh dan meyakinkan umatnya, dengan demikian semakin
hari jumlah pengikutnya semakin meningkat, bahkan sampai mendunia.
Walau beliau seorang Rasul ( utusan ), beliau sangat
sederhana dalam kehidupannya, akrab, dan sangat santun terhadap kaum lemah. Jauh
dari sifat sombong dan angkuh, sehingga umat sangat dekat dan simpati
padanya.
SIKAPNYA
PADA HARTA
Karena ketinggian budinya,
walau sebagai seorang pemimpin, beliau tidak terlampau silau dengan harta, Imam
Tirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abi Umamah r.a. ia berkata : “ Rasulullah
pernah bersabda : “ Tuhan pernah
mengemukakan kepadaku akan mengubah gunung gunung di Mekkah menjadi emas
untukku, aku berkata : “ Tidak ya Tuhan tetapi aku lebih suka sehari kenyang
sehari lapar “, apabila aku lapar aku menghampirkan diriku kepada Mu dan
mengingat Mu, dan bila aku kenyang aku bersyukur kepada Mu dan memuji Mu “.
KEMISKINANNYA
Abu Nuaim meriwaratkan dari Abi
Sa’id r.a. ia berkata : “ Rasulullah s.a.w.
apabila telah makan siang hari, beliau tidak makan pada petang hari, apabila
beliau telah makan pada petang hari, beliau beliau tidak makan pada siang hari
“.
Diriwayatkan oleh imam Baihaqi
dari ‘Aisyah r.a. ia berkata : “ Tidak pernah
Rasulullah kenyang sampai tiga hari berturut turut hingga beliau wafat, jika
kami mau tentu kami kenyang, tetapi beliau mengalahkan dirinya sendiri “.
SERING LAPAR
Dalam riwayat Ahmad, Tirmidzi
dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata : “ Rasulullah tidur pada beberapa malam berturut turut dalam keadaan
lapar dan keluarganya tidak mempunyai persediaan makanan untuk petang hari “.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Muslim, dan lainnya dari ‘Aisyah r.a. ia
berkata : “ Tidak pernah keluarga
Muhammad s.a.w. sejak datang ke Madinah merasakan kenyang dari makanan gandum
tiga hari berturut turut, sehingga beliau wafat “.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa
‘Aisyah berkata : “ Sesungguhnya Nabi
s.a.w. wafat, beliau tidak pernah makan roti dan minyak dalam sehari dua kali
“.
Imam Tirmidzi meriwayatkan
bahwa Abu Thalhah berkata :
“
Kami pernah mengeluh karena kelaparan kepada Rasulullah, maka kami mengeluarkan
sebuah batu ( sebagai pengganjal rasa lapar ) dari perut kami masing masing,
namun Rasulullah s.a.w. justru
mengeluarkan dua buah batu dari perutnya “.
HANYA KURMA DAN AIR
‘Aisyah r.a. berkata
: “ Kami keluarga Muhammad biasa berdiam
selama sebulan di rumah, kami tidak menyalakan api sedikitpun untuk memasak
makanan, adapun yang kami makan hanya kurma dan air “.
Sebagai
seorang Nabi dan pemimpin umat, sangat benar sikapnya dengan seringnya
mengosongkan perut, dengan demikian dalam jiwanya akan tumbuh kepekaan dan
ketajaman pada penderitaan umatnya, sekaligus sebagai cermin kesederhanaan
sebagai seorang pimpinan.
DERMAWANNYA
Kemiskinan dalam keseharian beliau
bukan karena tidak empunya, namun karena beliau lebih mengutamakan kepentingan
umatnya, karena beliau tidak suka menyimpan dan mengumpulkan harta.
Tentang sikap beliau ini Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Nabi s.a.w pernah diberi harta yang sangat besar jumlahnya dari Bahrain, beliau
bersabda : “ Sebarkan olehmu harta itu “,
kemudian beliau pergi ke masjid tanpa melihat harta tadi.
Kedermawanan beliau diriwayatkan pula
oleh imam Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas bin Malik r.a. :
“
Rasulullah adalah manusia terbaik, paling dermawan dan pemberani “.
Bukhari dan Muslim
meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah r.a. berkata : “
Rasulullah tidak pernah mengatakan tidak bila dimintai sesuatu “.
Imam Al Qadhi Iyadh
meriwayatkan tentang kedermawanan Nabi s.a.w. dari Anas r.a. berkata : “ Ada
seorang laki laki meminta bantuan kepada Nabi s.a.w. kemudian beliau memberikan
kepadanya kambing milik beliau yang digembala diantara dua gunung.
Kemudian
laki laki tersebut pulang kenegerinya, kepada kaumnya dia berkata : “ Hendaklah kalian semua memeluk agama
Islam, karena Muhammad memberi bantuan yang tidak sedikit, seperti orang yang
tidak takut kemiskinan ".
MEMELUK ISLAM BERKAT MENERIMA 300 ONTA
Nabi s.a.w juga
pernah memberi ratusan ekor unta kepada beberapa orang, bahkan pernah memberi
juga 300 ekor unta kepada shofwan bin Umayyah, kemudian Shofwan berkata : “ Nabi Muhammad telah memberi apa saja
kepadaku, padahal dulunya adalah orang yang paling kubenci. Karena beliau terus
menerus memberi kepadaku, maka sekarang beliau adalah orang yang paling
kusukai, sungguh saya bersaksi bahwa tidak akan ada seorang manusia pun yang
sebaik itu, melainkan pasti dirinya seorang Nabi “.
Dengan kedermawanan
Nabi ini, maka Showan bin Umayyah sadar dari kekafirannya dan memeluk Islam.
Suatu saat beliau
menerima harta sejumlah 90.000 dirham, kemudian diletakkan di atas sehelai
tikar, dan dibagikannya kepada orang banyak sampai habis.
BERHUTANGLAH ATAS NAMAKU
Pada suatu hari
datanglah seorang laki laki kepada Nabi s.a.w. meminta bantuan, maka beliau
bersbda : “ Aku tidak punya apa apa,
tetapi berhutanglah engkau atas namaku, nanti bila ada rizki aku akan
membayarnya “.
Imam Baihaqi dan Al
Khatib meriwayatkan dari Hasan bin Muhammad bahwa ia berkata : “ Rasulullah s.a.w. apabila mendapat harta,
beliau tidak menyimpannya baik pada waktu tidur malam maupun siang hari “.
KESEDERHANAAN
TIDURNYA
Kesederhanaan beliau juga
nampak dalam hal tidurnya, beliau tidak suka tidur dengan alas yang empuk. Dalam
riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa ‘Aisyah pernah ditanya : “ Apa tikar yang biasa dipergunakan untuk tidur Nabi di rumahmu ? “, ia menjawab : “ Dari kulit yang isinya sabut “. Orang
yang bertanya kepada ‘Aisyah bertanya pula kepada Hafsah r.a. : “ Apa tikar yang yang biasa dipergunakan
untuk tidur Nabi di rumahmu ? ”, ia menjawab : “ Kadut yang kami buat menjadi dua lapis, lalu beliau tidur di atasnya,
kemudian pada suatu malam saya berfikir jika saya jadikan empat lapis tentu
lebih empuk, kemudian saya jadikan empat lapis untuk tidur beliau “.
Setelah pagi beliau bertanya : “ Apa tikar yang kamu bentangkan untukku
semalam ?. Saya menjawab : Tikar itu
tikarmu hanya saya jadikan empat lapis, agar lebih empuk “. Nabi bersabda : “ Hendaklah engkau kembalikan seperti
biasa sebagai mana keadaan semula, karena keempukan itu menghalangiku untuk
sholat malam ( Tahajjud ) “.
Al Qadhi Iyadh dalam
Asysyifaa’ mengutip satu riwayat : ”
Rasulullah s.a.w. terkadang tidur di atas tempat tidur yang dibuat dari anyaman
dahan pohon kurma, sehingga kelihatan bekas bekasnya di lambung beliau karena
kasarnya tempat tidur itu “.
TAWADHDHU’NYA
Walau seorang Nabi namun beliau
tidak suka dihormati secara berlebihan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Umamah r.a. ia berkata : “ Rasulullah s.a.w. pernah datang kepada kami dengan memegang sebuah
tongkat, maka berdirilah kami untuk menghormat kedatangan beliau, kemudian
beliau bersabda : “ Janganlah kamu berdiri seperti orang orang yang selain
bangsa Arab berdiri, sebagian mereka memuliakan sebagiannya “.
TIDAK SUKA DIHORMAT DENGAN BERDIRI
Imam Turmudzi
meriwayatkan bahwa Anas barkata : “
Tidak ada seorang yang lebih dicintai oleh mereka ( para sahabat ) dari pada
cinta mereka kepada Rasulullah s.a.w. Tetapi apabila mereka melihat beliau
datang mereka tidak berdiri menghormat karena mereka mengetahui ketidak sukaan
beliau pada sikap yang demikian itu “.
Namun sayangnya umat Islam
tidak memahami ketauladanan Nabi ini, sehingga sering kita saksikan pada
resepsi penganten, ketika kedua mempelai datang para hadlirin dipersilahkan
pada berdiri ?. Termasuk pula ketika para pimpinan datang, baik di acara kenegaraan
maupun acara wisuda.
Al Qadhi dalam Asysyifa’ meriwayatkan bahwa Abu Hurairah
r.a. berkata : “ Pada suatu hari aku
masuk ke pasar bersama Rasulullah s.a.w. kemudian beliau membeli beberapa helai
baju. Sesudah penjual tadi mengetahui bahwa yang membeli kainnya adalah
Rasulullah s.a.w. maka meloncatlah ia kemudian memegang tangan beliau sambil
mengecupnya, tetapi seketika itu beliau menarik tangannya sambil bersabda : “
Yang seperti itu adalah perbuatan orang orang ‘Ajam terhadap para rajanya,
padahal aku ini bukan seorang raja, aku ini hanya seorang laki laki bangsamu “.
MEMBAWA SENDIRI
Kemudian
beliau mengambil kain bajunya tadi, dan aku hendak membawakannya, tetapi beliau
tidak menyerahkannya sambil berkata : “ Orang yang mempunyai sesuatu itu lebih
berhak dengan barangnya dan membawanya sendiri “.
Demikian mulia
akhlak beliau, sehingga tidak pernah menunjukkan kebesaran nya sebagai seorang
Nabi, tidak seperti sikap para raja waktu itu.
Dengan sikap tawadhdhu’nya tidak membuat
wibawanya menjadi rendah, justru jadi makin mulia dan berwibawa, karena sikap
tawadhdhu’ menujukkan sikap kemandirian dan tidak gila hormat, yang akan
membuat repot dan menyusahkan umat !. (
Disarikan dari " Kelengkapan tarikh Nabi Muhammad " K.H Munawar C. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar