Minggu, 14 Desember 2014



PUASKAH JIWA DENGAN HARTA BERLIMPAH ?   
“ Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali kali tidak !. Sesungguhnya dia benar benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu ?.  (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang tiang yang panjang “. ( Q.S. Al Humazah 1-9 )  
              
Harta memang menarik dan menggiurkan, namun akankah bisa memuaskan dan mengekalkannya ?.
Ayat tersebut mengingatkan akan sikap orang bakhil yang giat  mengumpulkan harta dan selalu sibuk menghitungnya, sehingga lupa menyedahkannya kepada yang memerlukannya, dikira dengan harta akan bisa mengekalkannya, betapa bodoh dan hina prilakunya.
Justru dengan kebakhilannya akan membuat dicampakkan kedalam api neraka khuthamah, neraka yang apinya bisa membakar bahkan sampai bisa menembus ke dalam hatinya.
Demikian dahsyat teknologi akherat, di dunia saja kebakaran yang hebat tidak sampai api bisa membakar sampai ke dalam hati.  

HARTA MEMANG MENAWAN
“ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini yakni kepada wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik (Syurga) “. ( Q. S. Ali Imran 14 )
Harta memang menawan karena merupakan fithrah manusia, sehingga membuat kecintaan pada wanita, anak, harta, emas, perak, kuda, binatang ternak, sawah ladang, sebagai kesenangan hidup di dunia.
Namun akankah dengan harta berlimpah jiwa akan terpuaskan ?, jawabannya bisa ya bisa tidak, ini tergantung pada jiwa dalam menyikapinya. Karena mencari harta bagai minum air laut, semakin diminum semakin dahaga.

HAUS AKAN HARTA
“ Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Andaikata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah ( maut ). Dan Allah menerima taubat orang yang taubat kepada Nya “.  ( H.R. Muslim )
Kiranya pernyataan Nabi s.a.w. ini tidak berlebihan, bukankah ketika manusia berusaha mulai dari bawah kemudian berhasil sampai mendirikan perusahaan, ia ingin terus berusaha mendirikan lagi yang lebih besar agar terus berkembang, bahkan meluas sampai mendunia. 
Ingat perusahaan minuman : Coca cola. Bidang makanan : K.F.C. Bidang kendaraan : Toyota, Mitsubisi, Honda. Bidang elektronik : Sony, Nasional, Samsung dan sebagainya.
Itulah naluri manusia dalam mengumpulkan harta, takkan ada puasnya kecuali sampai ajal menjemputnya !.    

MAKNA KAYA
Orang banyak harta disebut kaya, namun batasan kaya sulit dicari patokan dan ukurannya, karena kaya bersifat relatif. Orang yang punya mobil biasanya disebut kaya, namun bagi pemilik mobil justru merasa belum kaya, bahkan  mungkin masih merasa belum apa apa, karena berpatokan dengan yang berada diatasnya, orang jadi heran orang kaya kok masih merasa belum punya ?, masih merasa belum apa apa !.
Ternyata bila berpatokan pada materi sulit mengukurnya, karena memang tidak ada standard ukurannya, bahkan jiwa bisa dibuat merana dan kecewa !, namun bila mengacu pada jiwa maka akan ditemukan jawabannya, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi s.a.w. :     
“ Dari Abu Hurairah r.a. katanya : Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Yang disebut kaya bukanlah kaya harta benda duniawi, tetapi yang dikatakan kaya ialah kaya jiwa “.  ( H.R. Muslim )
Ternyata ukurannya kembali kepada hati kepada jiwa yang bisa menjawabnya, dengan berpatokan pada jiwa, mensyukuri apa yang diperolehnya, dengan merasa puas dan ridlo kepada pemberi Nya, jiwa terasa puas dan nikmat dibuatnya. Ini makna kaya sesungguhnya !.
Bukankah puas dan tidak puas ukurannya kembali kepada jiwa bukan pada materi belaka, dengan demikian bila berpatokan pada sabda Nabi s.a.w. maka  takkan kecewa dibuatnya, karena selalu merasa bersyukur terhadap apa yang telah diterimanya dari yang Maha Kuasa.

PERPECAHAN AKIBAT HARTA
Ternyata ketidak puasan terhadap harta itulah penyebabnya, sehingga dicarinya dengan berbagai cara, halal haram tak diperdulikannya yang penting harta banyak diperolehnya.      Bukankah banyak terjadi kasus dimana hubungan persaudaraan jadi terpecah gara gara perusahaan makin berkembang, sehingga perusahaan harus dibagi dua, persaudaraan yang semula akrab jadi berantakan dibuatnya.
Bahkan di kota Malang, pada bulan Desember 2014 ini, ada seorang anak yang dengan teganya menuntut 5 miliard rupiah, justru pada orang tuanya sendiri yang tua renta yang telah mendidik dan membesarkannya dengan susah payah. Begini akibat bila terlampau mencintai harta.  
“ Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda beda. Adapun orang yang memberikan ( hartanya di jalan Allah ) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik ( syurga ).  Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.  Dan adapun orang orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup (  tidak memerlukan pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada Nya ). Serta mendustakan pahala terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya ( jalan ) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa “. ( Q.S. Al Lail 4-11 )
Ternyata kaya harta bukan jadi ukuran, kaya harta takkan pasti memuaskan jiwa, namun kaya hati dan kebarokahanlah yang jadi ukuran, kebarokahan yang berdasar : Kejujuran, kebenaran, dan rasa syukur pada Sang Pemberi Nya !.                      

                                                                         KISAH TAULADAN                                                                          
MEMBEBASKAN BUDAK DEMI MENEBUS KESALAHAN

Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW, setelah duduk di hadapan beliau, dia berkata : “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki beberapa orang budak yang membohongi saya, mengkhianati dan menentang saya. karena itu saya mencela dan memukul mereka. Bagaimanakah hubungan saya dengan mereka? ”.
Nabi SAW menatap lelaki tersebut, kemudian bersabda : “ Pada hari kiamat nanti akan dihitung (dihisab) apa yang mereka khianati, apa yang mereka tentang pada dirimu, dan apa yang mereka dustakan. Kemudian Allah juga akan menghitung (menghisab) celaanmu dan hukumanmu atas mereka. Jika apa yang engkau lakukan itu sesuai dengan kadar dosa yang mereka lakukan, maka itu cukup, engkau tidak akan mendapatkan apa-apa (yakni pahala) dan tidak pula mendapat dosa. Tetapi bila hukumanmu melebihi kadar dosa mereka, maka aku akan menuntut qishas darimu atas kelebihan itu…! ”.
Lelaki yang duduk terpekur itu langsung memekik dan menangis mendengar penjelasan Nabi SAW tersebut. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaannya di yaumul hisab kelak, apalagi kalau ternyata Nabi SAW bukannya memberikan syafaat, justru malah menuntutnya karena kedzalimannya dalam menangani budak-budaknya.
Rasulullah SAW bersabda lagi : “ Tidak pernahkan kamu membaca firman Allah : " Dan Kami letakkan timbangan timbangan keadilan pada hari kiamat sehingga seseorang tidak akan didzalimi sedikitpun, meskipun itu seberat biji atom (dzarrah), tentu Kami akan mendatangkannya, dan cukuplah Kami sebagai penghisab ! ”.
Lelaki tersebut makin tenggelam dalam tangisan kesedihannya, dan hanya satu jalan yang mungkin bisa menyelamatkannya. Lelaki itu berkata : “ Wahai Rasulullah, aku tidak pernah mendapatkan alasan apapun untuk berpisah dengan mereka (kecuali hal ini), maka saksikanlah, ya Rasulullah, bahwa mereka semua aku merdekakan…! ”.
Nabi SAW tersenyum dan gembira mendengar keputusan lelaki tersebut, dan mendoakannya dengan kebaikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar