Minggu, 14 Desember 2014



MAYAT TIDAK DISIKSA KARENA
TANGIS

Katakanlah : " Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu, dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan ".  ( Q.S. Al An’am 164 )

Begitu adil dan bijak Allah dalam menentukan hukum, bagi yang berbuat baik akan diberi pahala berlipat, yang berbuat jahat akan mendapat balasan siksa yang sepadan dengan kejahatannya. 
Dengan kata lain orang yang berbuat akan menanggung resiko akibat perbuatannya sendiri.
Dengan demikian Allah juga tidak akan menimpakan dosa seseorang kepada orang lain yang tidak berdosa, artinya masing masing orang  menanggung akibat perbuatannya sendiri tanpa bisa melimpahkan ( mengalihkan ) akibatnya kepada orang lain.
Diantara pemahaman yang perlu diluruskan adalah “ menangisi mayat “,  yang katanya bisa mengakibatkan si mayat disiksa.

MENANGIS
Tangis merupakan fithrah manusia dalam menghadapi kematian, tangis menandakan kelembutan hati. Namun anehnya ada yang melarangnya, bahkan sampai ada yang melarang agar air matanya jangan sampai menetes ke wajah si mayit ?.   
Bagaimana tentang pemahaman ini ?, guna mendudukkan masalah baiklah menelaah beberapa hadits dibawah ini.

KOREKSI ISTRI NABI
Dari Hisyam r.a. dari bapaknya katanya : “ Diceritakan orang dekat ‘Aisyah r.a. riwayat dari Ibnu Umar bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda : “ Bahwa mayit tersiksa dalam kuburnya karena ditangisi keluarganya “. Kata ‘Aisyah r.a. : “ Bukan begitu sesungguhnya yang diucapkan Nabi itu ialah : “ Bahwasanya mayit itu disiksa karena kesalahan atau karena dosanya. Sedangkan keluarganya menangis baru sekarang. Hal itu sama kelirunya  dengan ucapan yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berdiri di pinggir sebuah lubang kecil ketika perang Badar, kemudian dimasukkan orang kedalam lubang itu mayat mayat orang orang musyrik yang terbunuh, kemudian Nabi berkata kepada mereka, bahwa mereka ( mayat mayat ) itu mendengar apa yang dikatakan beliau. Hal itu sungguh keliru, yang benar ialah Nabi mengatakan : “ Sesungguhnya mereka itu bakal mengetahui ( di akherat kelak ) bahwa apa yang kukatakan kepada mereka ( semasa mereka masih hidup ) adalah benar “. Kemudian ‘Aisyah membaca :
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.  ( Q.S. An Naml 80 )
“ Dan tidak ( pula ) sama orang orang yang hidup dan orang orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki Nya dan kamu sekali kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “. ( Q.S. Fathir 22 ). ( H.R. Muslim )
Sebagai istri Nabi s.a.w. ‘Aisyah r.a. sangat faham betul tentang seluk beluk agama, sehingga beliau mengoreksi pemahaman yang keliru tentang “ orang yang menangisi mayat berakibat mayat akan ikut disiksa “.
Bahkan ‘Aisyah r.a. meralat bahwa yang diucapkan Nabi yang benar  adalah : “ Bahwasanya mayit itu disiksa karena kesalahan atau karena dosanya “. Apalagi ‘Aisyah r.a. faham tentang firman yang berbunyi :
“....Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain “. ( Q.S. Al An’am 164, Az Zumar 7 )

DISIKSA KARENA DOSANYA
Bahkan ‘Aisyah r.a. mengkritisi pula yang keliru dalam menyampaikan  berita, bahwa Nabi berkata kepada mereka “ bahwa mereka ( mayat mayat ) itu mendengar apa yang dikatakan beliau. Hal itu sungguh keliru, yang benar ialah Nabi mengatakan : “ Sesungguhnya mereka itu bakal mengetahui ( di akherat kelak ) bahwa apa yang kukatakan kepada mereka ( semasa mereka masih hidup ) adalah benar “. Kemudian ‘Aisyah membaca :
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati mendengar ......“. ( Q.S. An Naml 80 )     
Begitu kritisnya ‘Aisyah r.a. dalam mengoreksi terhadap orang orang yang keliru dalam meriwayatkan dan memahami hadits, ‘Aisyah adalah istri Nabi s.a.w. yang dikenal cerdas dan banyak meriwayatkan hadits. 

TIDAK DISIKSA LANTARAN TANGIS
Nabi s.a.w. sendiri dalam hal menangisi mayat ( karena sedih ) tidak mengaitkannya dengan disiksanya si mayat, karena memang tidak ada kaitan antara yang hidup dengan yang mati dalam hal tangis.
Demikian luas dan murah ajaran agama sehingga menangisi mayat yang merupakan fithrah manusia di beri tempat yang wajar dan tidak mengakibatkan disiksa. 
Betapa sempitnya yang beranggapan bahwa menangisi mayat sangat dilarang.
Oleh karena itu memahami agama hendaklah menurut tuntunan, bukan menurut apa kata orang, karena akan menyesatkan dan merepotkan. 
Bahkan bisa bisa yang beragama lain akan berkata : “ Alangkah susah dan rumitnya ajaran Islam, menangis karena kesusahan saja tidak boleh ! “.
Padahal Nabi s.a.w. secara jelas bersabda tentang tangis ini :   
Dari ibnu Umar r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersama “Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bi Abu Waqqash dan ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. melayat Sa’ad bin ‘Ubadah, kemudian beliau menangis, ketika para sahabat melihat Rasulullah s.a.w. menangis maka mereka pun menangis, Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda : “ Tidakkah kamu sekalian mau mendengar ?, sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa seseorang karena linangan air mata dan tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah menyiksa atau mengasihani seseorang itu karena ini “, beliau menunjuk kepada lidah. ( H.R. Bukhari Muslim )     

KESIMPULAN
Dengan demikian jelas bahwa menangis tidak mengakibatkan disiksanya si mayat, bahkan dengan tandas Nabi s.a.w. menjelaskan :  “Sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa seseorang karena linangan air mata dan tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah menyiksa atau mengasihani seseorang itu karena ini “, beliau menunjuk kepada lidah.
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah Nya, agar kita selalu berpegang pada ajaran Nya, tidak selalu mengikut apa kata orang.
                                                                                                  
                                                            
                                                                           KISAH TAULADAN
KHALID BIN WALID PRIBADI DAN STRATEGI PERANGNYA

Khalid bin Walid adalah panglima yang lihai menghadapi musuh, dapat menangkis tiap manouver militer musuh dan menghalau prajurit yang melakukan desersi dari pasukannya. 
Al Hafizh bin Katsir menilai Khalid sebagai orang yang tidak pernah tidur, dan tidak membiarkan seorangpun diantara pasukannya yang tertidur. 
Berkat ketaqwaan dan semangat jihad yang menggebu  sampai Khalid berkata : “ Tiada malam yang dihadiahkan kepadaku seorang pengantin wanita atau dikabari berita kelahiran seorang putraku, lebih aku sukai dari malam yang sangat dingin dalam sebuah misi perang dan pagi harinya aku menyerbu pasukan musuh “.  
Suatu saat panglima pasukan Romawi berkata kepada Khalid : “ Kami mengetahui kalian tidak akan keluar dari wilayah kalian kecuali karena kelaparan dan susah payah. Jika kalian mau aku akan memberi setiap prajurit 10 dinar, pakaian dan makanan, dengan syarat kalian harus pulang dan meninggalkan wilayah kami. Tahun berikutnya aku juga akan mengirim sebanyak itu pula.
Khalid dengan tegasnya menjawab : “ Bukan kelaparan yang mendorong kami keluar dari wilayah kami seperti yang anda duga, tetapi kami adalah peminum darah, kami tahu bahwa tidak ada darah yang paling segar dan paling baik kecuali darah orang Romawi, karena itulah kami datang ke wilayah anda “.
Ketika pemimpin pasukan Romawi bertekad untuk memerangi kaum Muslimin, Abu Bakar berkata : “ Demi Allah aku akan menumpas mereka dengan Khalid ! “. Dalam perang Al Yarmuk Khalid menugaskan pasukan wanita di garis belakang dengan tujuan untuk membunuh prajurit yang melarikan diri dari medan perang.      
Ketika Umar menjabat sebagai khalifah diantara kebijakannya mencopot Khalid bin Walid sebagai panglima agar tidak terjadi fitnah, mengingat dalam kepemimpinan Khalid sering meraih kemenangan sehingga Khalid di dipuji dan diagung agungkan, sehingga bisa menimbulkan kultus individu yang membahayakan. 
Kebijakan umar yang cukup extrim ini dita’ati Khalid. 
Ketika Khalid sudah menjadi prajurit biasa, ada seseorang bertanya : " Bagaimana perasaan anda dari panglima menjadi prajurit biasa ? ". Khalid menjawab dengan entengnya : " Saya berjuang bukan karena Umar, tetapi saya berjuang karena Allah ! ".  
Kemudian Umar bermaksud mengangkatnya kembali namun Khalid menolaknya.Menjelang wafat dia berkata : “ Aku menyaksikan  sekian banyak prajurit, dan ditubuhku tidak ada tempat melainkan terdapat banyak bekas tikaman pedang, tombak dan panah. Dan inilah aku yang akan mati diatas tempat tidurku sebagaimana matinya seekor onta “. 
Sempat meriwayatkan  18 hadits, wafat diHimsh pada 21 H. Sampai sekarang strategi perang Khalid bin Walid menjadi bahan study dan dipelajari dipelbagai universitas di Jerman dan Inggeris. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar