Minggu, 07 Desember 2014



        GILA PANGKAT TANDA JIWA TAK SEHAT

“ Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yakni wanita wanita, anak anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik ( surga ) “. 
( Q.S. Ali Imran 14 )
            
Kehidupan dunia memang sangat menarik karena penuh pesona, karena manusia memang diberi fithrah untuk mencintainya. Cinta wanita, cinta keturunannya, cinta harta, cinta jabatan atau pangkat, emas dan perak, kuda, binatang ternak dan sawah ladang. 
Walau mencintai dunia merupakan fithrah manusia, namun sangat berbahaya bila terlampau mencintainya, karena kehidupan dunia hanya bersifat sementara dan banyak resikonya.

WASPADA
Maka dalam kehidupan dunia Allah mengingatkan bahwa kehidupan dunia merupakan kesenangan sementara, jangan terpedaya oleh pola kebebasan orang kafir, karena mereka calon penghuni neraka jahannam.  
“ Janganlah sekali kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk buruknya “. ( Q.S. Ali Imran 196-197 )

KEHIDUPAN BERIRAMA
Kehidupan dunia banyak tipuan, merupakan panggung sandiwara kata nyanyian, betapa tidak ?!, yang dulunya miskin bisa jadi hartawan, yang dulunya kaya hartanya bisa punah melarat tak ketulungan.
Asalnya bawahan bisa jadi pimpinan, dulunya pangkat bisa turun jabatan, paling tidak menyandang gelar jadi pensiunan. Itulah model kehidupan dunia nan penuh variasi dan pesona, namun banyak yang tak menyadari bahwa semuanya tak mengekalkan !. 

MEMIKAT
“ Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah ( atas kebenaran ) isi hatinya. Padahal ia adalah penantang yang paling keras “. ( Q.S. Al Baqarah 204 )
Itulah gemerlap dunia, bagi yang tak faham akan mudah terbuai dan hanyut pada belaian dan rayuan setan dan akan hanyut kedalam kehinaan .

JABATAN MEMANG MEMIKAT
Diantara godaan dunia adalah jabatan atau pangkat, betapa nikmat dan anggun rasanya yang punya pangkat atau jabatan tinggi dan terhormat, betapa tidak ?, kemana mana dikawal, disanjung dan dihormat. Sehingga orang sama segan karena jabatan yang disandangnya. Apalagi rumah dan mobil dinas disediakan, ditambah lagi pengawalan yang cukup ketat.
Mengagumkan memang, karena seolah dia yang paling segalanya. Namun akankah jabatan akan disandang selamanya ?, jelas tidak !, pada waktunya pasti akan berubah, akan pensiun, akan turun menjadi manusia biasa.

MENGGEBU GEBU
Bagi yang tidak memahami hakekat hidup, jabatan atau pangkat dikejarnya dengan berbagai cara, bahkan uang suap jadi andalannya, saking nekatnya baginya dosa urusan belakang, yang penting jabatan tinggi bisa digapainya.    
Ketika berada dijabatan puncak, biasanya penyakit “ keakuannya “ akan semakin meninggi, makin sombong : “ saya kok, saya orang berpangkat kok, maka saya harus menjaga jarak dengan orang bawah, agar harga diri tetap terjaga “. Sehingga dalam keseharian dirinya merasa paling berharga, paling top.
Dalam keseharian penampilannya jadi sangat beda, senyum sapa hanya untuk orang tertentu saja, dengan bawahan benar benar harus dijaga.

JUSTRU TAKUT DAN BERISTIRJA’
Padahal bila faham hakekat hidup sebenarnya, bukankah jabatan merupakan amanat, yang kelak bakal diminta pertanggung jawabannya, betapa berat resikonya. 
Maka disaat para sahabat menerima jabatan, ucapan yang dilontarkan bukan kalimat “ Alhamdulillah “, justru beristirja’ : “ Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun “. Karena faham beratnya tanggung jawab amanat yang dipikulnya dan pertanggung jawabannya di hari kebangkitan kelak.  

BERHATI HATI
Apalagi bila tahu tentang resiko jabatan yang diminta, bukankah Nabi s.a.w. menjelaskan bahwa jabatan yang diminta pertanggung jawabannya lebih berat dari yang tidak.
Maka di zaman sahabat tidak ada yang pada berebut jabatan, apalagi berkampanye, karena mereka tahu diri, justru mereka saling menunjuk sahabatnya, mereka saling menghormati, saling menghargai, masing masing tidak merasa punya kelebihan.
Begini keadaan bila jiwa dan lingkungan sama sehat karena ajaran Islam, sehingga tidak ada hiruk pikuk kampanye yang memboroskan anggaran, ditambah lagi jalanan yang penuh gambar para tokoh yang mencalonkan. Belum lagi tawuran antar kelompok yang pro maupun yang kontra.

TERJERAT KASUS
Karena terbius sikap ambisiusnya, sehingga sampai lupa amanat yang diembannya, sehingga banyak yang memiliki jabatan puncak justru pada terjerat kasus korupsi yang merugikan rakyat. Bukankah ratusan bupati pada terjerat kasus ini, bahkan sampai tingkat gubernur dan menteri. Itulah irama dunia, yang semula nampak dihormati justru berakhir dengan berdiam dibalik jeruji bui.
Itulah akibat bila jauh dari tuntunan agama, karena tak faham bahwa tiap yang bernyawa pasti berakhir dengan kematian yang pasti bakal menjemputnya !.

MENDERITA BATIN
Apalagi ketika menjabat bila bersikap kurang bersahabat dengan bawahan, lantaran sikap arogannya, keakuannya, dimasa pensiun akan tersiksa jiwanya. Bukankah ketika pensiun biasanya pada berkumpul pada waktu waktu tertentu, maka orang yang pernah menjabat jabatan tinggi jelas akan menutup diri, karena malu, untuk apa berkumpul dengan para pensiunan, yang terdiri dari pelbagai lapisan dan jabatan, seakan harga dirinya jadi turun.
Begini akibat bila dulu bersikap tinggi hati, jiwanya selalu tersiksa, karena tak kuat menerima keadaan yang dihadapinya. Maka jangan heran bila banyak pensiunan yang terkena depresi, terkenan post power syndrome, apalgi tidak mau menyambung tali shilaturrahim, sehingga kawannya tidak tahu khabar beritanya lagi, tahu tahu terdengar khabar menderita sakit strooke, lantaran tak kuat menahan beban jiwanya.   

BERUNTUNG YANG BISA MENGENDALIKAN
Maka sangat beruntung yang mengerti hakekat jabatan, sehingga walau pensiun jiwanya tetap berada dalam ketenangan, karena faham bahwa jabatan bersifat tak mengekalkan, sehingga di masa pensiun dihadapinya dengan tenang. 
Sisa hidupnya dimanfaatkan dan diisi dengan aktif bershilaturrahim, keakraban disambungnya, dengan demikian berkumpul dengan para pensiunan merupakan obat penawar jiwa yang dibutuhkan.
Dengan bershilaturrahim bisa berbagi rasa, bisa melihat kebawah nasib rekan rekannya, sehingga akan timbul pula rasa syukurnya, yang bisa membuat jiwa makin tenang, bukan kegelisahan dan kekecewaan yang menyiksa jiwa.
Harta dan jabatan tinggi, tidak mesti membawa manfaat dan ketenangan, justru banyak yang mencelakan dan menjerumuskan !.
Maka beruntung bagi yang bisa mengendalikannya, bukan dikendalikan.


                                                                           KISAH TELADAN                 
                                KHOLIFAH MENGHUKUM ANAKNYA
Kisah tentang keadilan Khalifah Umar Bin Khathab cukup banyak.Ini salah satu diantaranya tentang sikap adilnya terhadap Ubaidillah atau yang lebih dikenal dengan Abu Sahma.
Suatu hari datang seorang wanita dari Bani Najjar, wanita terseut mengadu dizinahi Abu Sahmah hingga hamil dan melahirkan bayi, tentu saja peristiwa tersebut sangat memalukan Khalifah. “ Hai jariyah, benar perkataanmu itu ? ”, tanya Kholifah Umar r.a.. Benar Khalifah, jika kurang yakin hamba berani angkat sumpah dengan Al Qur’an ”, ujarnya menyakinkan.
Dengan penyumpahan itu, yakinlah Khalifah Umar bahwa wanita tersebut tidak  berdusta. Dan anak yang digendongnya buah perzinaan dengan Abu Sahmah anak kandungnya sendiri.
Ketika ditanyakan kepada anaknya langsung, Abu Sahmah tidak menolaknya.
“ Benar Ayahku, hukuman apa yang akan ayah timpahkan kepadaku akan kuterima daripada disiksa di akhirat kelak ”, ujarnya pasrah. Di sinilah sikap adil seorang pemimpin diuji walau harus berhadapan dengan anak kandung sendiri.
“ Bagaimanapun juga keadilan harus ditegakkan. Abu Sahmah anakku harus dihukum rajam sesuai dengan hukum Islam ”, tekad Umar.
Mendengar sikap Umar, banyak sahabat berusaha mencegah dan menasehatinya agar hukuman itu diurungkan atau diganti dengan hukuman lain. Namun ketetapan hati Umar untuk menegakkan keadilan sudah bulat dan tak bisa ditawar lagi.
“ Hukum harus ditegakkan tiada pandang bulu ! ”, jawabnya tegas.
Akhirnya hukum rajam tetap dilaksanakan. Abu Sahmah putera Khalifah Umar Bin Khathab menjalani eksekusi hukuman rajam atau cambuk setimpal dengan kejahatan yang dilakukan hingga akhirnya menemui ajalnya di tiang rajam.
Begitu tegas sikap Umar bin Khaththab r.a. sebagai khalifah, hukum dilaksanakan tanpa tebang pilih, walau terhadap anak kandungnya sendiri, sehingga Umar yang dulunya dikenal sangat membenci Islam justru berubah total, menjadi insan bertaqwa yang selalu bersikap adil pada setiap tindakannya.                      
    “ ......Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. Al Maidah 8 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar