DEMI CINTANYA KEPADA NABI
NEKAD BERDA’WAH KE LUAR NEGERI
“ Katakanlah : " Jika kamu (benar benar) mencintai
Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu ". Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang “.
( Ali Imran 31 )
( Ali Imran 31 )
Berkat keimanan dan ketauladanan yang ditanamkan Rasulullah s.a.w. secara mantap kepada para sahabat, membuahkan kecintaan dan
rasa kasih sayang diantara mereka, diantaranya seorang budak berkulit hitam
Bilal bin Rabah.
Bilal bin Rabah, lahir di daerah as
Sarah 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, ibunya Hamamah, seorang
budak wanita berkulit hitam tinggal di Mekah. Karena warna kulit ibunya yang hitam, sebagian orang
memanggil Bilal dengan sebutan ibnus
Sauda’ ( putra wanita hitam).
Dibesarkan di Mekah sebagai budak keluarga
bani Abdud Dar. Saat ayahnya meninggal Bilal diwariskan kepada Umayyah bin
Khalaf, seorang tokoh kaum kafir Quraisy.
Bilal termasuk orang pertama yang
memeluk Islam, ketika itu hanya ada beberapa orang memeluknya, seperti Khadijah
binti Khuwailid, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, ‘Ammar bin Yasir
bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar Rumi, dan al Miqdad bin al Aswad.
SIKSAAN BERTUBI TUBI
Bilal mengalami berbagai penganiayaan yang
dilakukan orang orang musyrik, yang
paling banyak menyiksa Bilal Umayyah bin Khalaf bersama algojonya.
Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya
berkata : “ Ahad, Ahad …
(Allah Maha Esa) ”. Mereka menindih dadanya dengan batu besar. Apabila merasa lelah dan bosan
menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf mengikat leher Bilal dengan tali yang
kasar kemudian menyerahkannya kepada sejumlah orang dan anak anak agar menariknya
di jalanan dan menyeretnya di sepanjang jalan.
DIBEBASKAN ABU BAKAR
Suatu ketika, Abu Bakar Radhiyallahu
‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membebaskan dan membeli Bilal
darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda, dia mengira Abu Bakar tidak
akan mau membayarnya. Tetapi ternyata Abu Bakar menyetujuinya, walaupun harus mengeluarkan
sembilan uqiyah emas.
MUADZDZIN PERTAMA
Berkat keimanannya yang kokoh, derajatnya meningkat dari budak menjadi muadzdzin. Ketika
Rasulullah s.a.w. selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah, Bilal
ditunjuk untuk mengumandangkan adzan (muadzdzin)
DIPERINTAH ADZAN
Pada saat bersejarah tersebut, Rasulullah s.a.w.
memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan
kalimat adzan dari sana.
Bilal melaksanakan perintah Rasul s.a.w. dengan
senang hati, kemudian mengumandangkan adzan dengan suaranya yang lantang.
PARA PENYIKSA TERBUNUH
Bilal menyertai Nabi s.a.w. dalam
Perang Badar, dia menyaksikan dengan mata kepalanya bagaimana Allah
memenuhi janji Nya dan menolong tentara Nya. Dia melihat langsung tewasnya para
pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan dahsyat. Dia menyaksikan Abu
Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum
muslimin.
ADZAN SAAT NABI WAFAT
Saat setelah Rasulullah
s.a.w. mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri
mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah s.a.w. masih
terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan.
Saat Bilal sampai pada kalimat : “ Asyhadu anna Muhammadan rosuulullaah (Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) ”, tiba tiba suaranya
terhenti, dia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir
di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang
membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak wafatnya Rasulullah s.a.w.
Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Setiap sampai kepada
kalimat : “ Asyhadu anna
muhammadan rosuulullaah, dia langsung menangis tersedu sedu. Begitu pula
kaum muslimin yang mendengarnya larut dalam tangisan pilu.
MINTA IZIN TIDAK ADZAN LAGI
Kemudian Bilal memohon kepada Abu Bakar
yang menjadi kholifah, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi,
karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu Bilal juga meminta izin
kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah
dan ikut berperang ke wilayah Syam.
DIDESAK KARENA ALLAH
Awalnya Ash Shiddiq merasa ragu untuk
mengabulkan permohonan Bilal,
namun Bilal mendesaknya seraya berkata : “ Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka
engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah,
maka biarkanlah aku bebas menuju kepada Nya ”.
Abu Bakar menjawab : “ Demi Allah, aku benar benar
membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah ”.
Bilal menjawab : “ Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk
siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat ”.
DIIZINKAN PERGI
Abu Bakar menjawab : “ Baiklah aku mengabulkannya ”. Kemudian Bilal
pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Dia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.
Bilal benar benar tidak mau
mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, dan
bertemu kembali dengan Bilal r.a. setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan
Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang
menyebut nyebut nama Abu Bakar ash Shiddiq di depannya, maka Umar segera
menimpali : “ Abu Bakar adalah
tuan kita dan telah memerdekakan Bilal ”.
PADA MENANGIS
Dalam kesempatan pertemuan tersebut,
sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan adzan di hadapan al Faruq
Umar ibnul Khaththab.
Ketika suara Bilal yang nyaring kembali
terdengar mengumandangkan adzan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka
iapun menangis tersedu sedu, kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir
hingga janggut mereka basah dengan air mata.
Suara Bilal membangkitkan segenap
kerinduan mereka kepada masa masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama
Rasulullah s.a.w.
Bilal “ Sang pengumandang seruan adzan ”, tetap tinggal
di Damaskus hingga wafat.
( Disarikan dan diedit dari “ Shuwar min
Hayaatis Shahabah “ oleh Doktor Abdurrahman Ra’fat Basya )
KISAH TAULADAN
BILA RODA HIDUP TERUS BERPUTAR
Suatu hari seseorang
sedang asyik makan ayam bakar bersama istrinya di ruang tamu. Tiba tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dari luar,
mendengar pintunya diketuk, laki laki tersebut beranjak membukakan pintu sambil
menggenggam erat ayam bakarnya.
Ternyata pengetuk
pintu seorang pengemis yang minta makanan untuk mengganjal perutnya yang
sudah tiga hari tidak terisi makanan. Namun dengan teganya laki laki tersebut
tidak memberi sedikitpun ayam bakar yang digenggamnya. Bahkan dengan congkaknya
ia menghardik dan mengusir pengemis tua itu dengan kasarnya.
Suatu hari laki laki
tersebut jatuh pailit. Harta kekayaannyapun habis tidak tersisa. Akhirnya dia
terpaksa menceraikan isterinya dan membiarkannya menikah dengan laki laki lain.
Pada kesempatan
lain, ketika mantan isterinya ini sedang asyik makan ayam bakar dengan suaminya
yang baru, tiba tiba terdengar seorang pengemis mengetuk pintu meminta
makanan. Dengan segera suaminya memberikan ayam bakarnya dan memerintah
isterinya memberikannya pada pengemis.
Ternyata pengemis tersebut
adalah bekas suaminya yang pertama. Setelah
memberikan ayam bakar, ia kembali kesuaminya dengan menangis
tersedu sedu.
Ketika ditanya
mengapa dia menangis, ia menceritakan bahwa pengemis tadi adalah mantan
suaminya.
Si isteri kemudian mengisahkan prilaku bekas suaminya terhadap pengemis dulu ketika sedang makan
ayam bakar bersamanya.
Mendengar kisah
tersebut, suaminya berkata : " Ketahuilah isteriku, pengemis yang
kauceritakan itu adalah aku sendiri ".
Begitulah bila roda nasib terus
berputar, yang kaya bisa berubah jadi miskin, yang miskin bisa jadi kaya. Maka
beruntunglah yang pandai mensyukuri nikmat Allah Ta'ala, dimanapun posisinya
selalu ingat pada yang Maha Kuasa, ketika miskin bersikap sabar, sambil terus
berusaha, ketika kaya tidak sombong dan suka menderma.
Dengan demikian jiwanya akan jadi nyaman, tenang dan tak
kebingungan, karena faham bahwa dunia tak berhenti berputar, artinya nasibpun
terus ikut bergantian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar