Sabtu, 06 Desember 2014



          DEMI CINTANYA KEPADA NABI
                         NEKAD BERDA’WAH KE LUAR NEGERI

Katakanlah : " Jika kamu (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosamu ". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
( Ali Imran 31 )

Berkat keimanan dan ketauladanan yang ditanamkan Rasulullah s.a.w. secara mantap kepada para sahabat, membuahkan kecintaan dan rasa kasih sayang diantara mereka, diantaranya seorang budak berkulit hitam Bilal bin Rabah.
Bilal bin Rabah, lahir di daerah as Sarah 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, ibunya Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam tinggal di Mekah. Karena warna kulit ibunya yang hitam, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus Sauda’ ( putra wanita hitam).
Dibesarkan di Mekah sebagai budak keluarga bani Abdud Dar. Saat ayahnya meninggal Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh kaum kafir Quraisy.
Bilal termasuk orang pertama yang memeluk Islam, ketika itu hanya ada beberapa orang memeluknya, seperti Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar Rumi, dan al Miqdad bin al Aswad.

SIKSAAN BERTUBI TUBI
Bilal mengalami berbagai penganiayaan yang dilakukan orang orang musyrik, yang paling banyak menyiksa Bilal Umayyah bin Khalaf bersama algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata : “ Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa) ”. Mereka menindih dadanya dengan batu besar. Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar kemudian menyerahkannya kepada sejumlah orang dan anak anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang jalan.

DIBEBASKAN ABU BAKAR
Suatu ketika, Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membebaskan dan membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda, dia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tetapi ternyata Abu Bakar menyetujuinya, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

MUADZDZIN PERTAMA
Berkat keimanannya yang kokoh, derajatnya meningkat dari budak menjadi muadzdzin. Ketika Rasulullah s.a.w. selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah, Bilal ditunjuk untuk mengumandangkan adzan (muadzdzin)

DIPERINTAH ADZAN
Pada saat bersejarah tersebut, Rasulullah s.a.w. memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat adzan dari sana. 
Bilal melaksanakan perintah Rasul s.a.w. dengan senang hati, kemudian mengumandangkan adzan dengan suaranya yang lantang.

PARA PENYIKSA TERBUNUH
Bilal menyertai Nabi s.a.w. dalam Perang Badar, dia menyaksikan dengan mata kepalanya bagaimana Allah memenuhi janji Nya dan menolong tentara Nya. Dia melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan dahsyat. Dia menyaksikan Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin.

ADZAN SAAT NABI  WAFAT
Saat setelah Rasulullah s.a.w. mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah s.a.w. masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. 
Saat Bilal sampai pada kalimat : “ Asyhadu anna Muhammadan rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) ”, tiba tiba suaranya terhenti, dia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak wafatnya Rasulullah s.a.w. Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat : “ Asyhadu anna muhammadan rosuulullaah, dia langsung menangis tersedu sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya larut dalam tangisan pilu.

MINTA  IZIN TIDAK ADZAN LAGI
Kemudian Bilal memohon kepada Abu Bakar yang menjadi kholifah, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

DIDESAK KARENA ALLAH
Awalnya Ash Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal, namun Bilal mendesaknya seraya berkata : “ Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada Nya ”.
Abu Bakar menjawab : “ Demi Allah, aku benar benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah ”.
Bilal menjawab :  “ Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat ”.

DIIZINKAN PERGI
Abu Bakar menjawab : “ Baiklah aku mengabulkannya ”. Kemudian Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Dia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.
Bilal benar benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, dan bertemu kembali dengan Bilal r.a. setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut nyebut nama Abu Bakar ash Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali : “ Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan Bilal ”.

PADA MENANGIS
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan adzan di hadapan al Faruq Umar ibnul Khaththab.
Ketika suara Bilal yang nyaring kembali terdengar mengumandangkan adzan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu sedu, kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata.
Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah s.a.w. 
Bilal “ Sang pengumandang seruan adzan ”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat.
( Disarikan dan diedit dari “ Shuwar min Hayaatis Shahabah “ oleh Doktor Abdurrahman Ra’fat Basya )

KISAH TAULADAN
BILA RODA HIDUP TERUS BERPUTAR

Suatu hari seseorang sedang asyik makan ayam bakar bersama istrinya di ruang tamu. Tiba tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dari luar, mendengar pintunya diketuk, laki laki tersebut beranjak membukakan pintu sambil menggenggam erat ayam bakarnya.
Ternyata pengetuk pintu seorang pengemis yang minta makanan untuk mengganjal perutnya yang sudah tiga hari tidak terisi makanan. Namun dengan teganya laki laki tersebut tidak memberi sedikitpun ayam bakar yang digenggamnya. Bahkan dengan congkaknya ia menghardik dan mengusir pengemis tua itu dengan kasarnya.
Suatu hari laki laki tersebut jatuh pailit. Harta kekayaannyapun habis tidak tersisa. Akhirnya dia terpaksa menceraikan isterinya dan membiarkannya menikah dengan laki laki lain.
Pada kesempatan lain, ketika mantan isterinya ini sedang asyik makan ayam bakar dengan suaminya yang baru, tiba tiba terdengar seorang pengemis mengetuk pintu meminta makanan. Dengan segera suaminya memberikan ayam bakarnya dan memerintah isterinya memberikannya pada pengemis.
Ternyata pengemis tersebut adalah bekas suaminya yang pertama. Setelah  memberikan ayam bakar, ia kembali kesuaminya dengan menangis tersedu sedu.
Ketika ditanya mengapa dia menangis, ia menceritakan bahwa pengemis tadi adalah mantan suaminya. 
Si isteri kemudian mengisahkan prilaku bekas suaminya  terhadap pengemis dulu ketika sedang makan ayam bakar bersamanya.
Mendengar kisah tersebut, suaminya berkata : " Ketahuilah isteriku, pengemis yang kauceritakan itu adalah aku sendiri ".
      Begitulah bila roda nasib terus berputar, yang kaya bisa berubah jadi miskin, yang miskin bisa jadi kaya. Maka beruntunglah yang pandai mensyukuri nikmat Allah Ta'ala, dimanapun posisinya selalu ingat pada yang Maha Kuasa, ketika miskin bersikap sabar, sambil terus berusaha, ketika kaya tidak sombong dan suka menderma.
       Dengan demikian jiwanya akan jadi nyaman, tenang dan tak kebingungan, karena faham bahwa dunia tak berhenti berputar, artinya nasibpun terus ikut bergantian.         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar