Minggu, 14 Desember 2014



BOLEHKAH MENANGISI MAYAT ?

(Yaitu) orang orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : " Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun “. ( Q.S. Baqarah 156 )

Dunia merupakan hunian sementara, bersifat tidak kekal, dunia merupakan batu pijakan untuk menuju alam kekekalan ( syurga / neraka ).
Dengan demikian alam dunia penuh berbagai ujian, maka sangat beruntung bagi yang memahami dan betapa rugi bagi yang tidak menyadari.
Bukankah Allah sudah mengingatkan :
“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar ". ( Q.S. Al Baqarah 155 )
Bagi yang memahami musibah yang terjadi akan dihadapi dengan tenang dengan sabar, bukan dengan kekalutan, keresahan dan kekecewaan.          

SEMUA BERASAL DARI  ALLAH
Yang tidak menyadari bahwa semuanya berasal dari Allah, alangkah kecewa bila mendapat musibah. Beda dengan yang memahami hakekat keberadaan diri, keluarga dan hartanya, semuanya pada hakekatnya adalah pinjaman, merupakan titipan. Apalagi Allah mengingatkan bahwa semuanya yang ada adalah milik Allah.
“ Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi ..... “.  ( Q.S. Al Baqarah 284 )

KEMATIAN DIHADAPI DENGAN RIDLO
Diantara musibah yang cukup berat adalah kematian, namun bagi yang memahami hakekat hidup, kematian akan dihadapinya dengan tabah dan sabar, karena faham bahwa anak dan istri merupakan milik Allah, titipan Allah. 
Dengan demikian dia akan bersikap “ Ridlo / rela, apalagi didasari dengan mengharap ampunan dan pahala Allah, bahkan yakin pula akan dibalas dengan syurga Nya “. Maka sikap kecewa, gundah, resah akan mudah ditepisnya.    
Dari Abu hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Allah Ta’ala berfirman : “ Aku tidak akan memberi balasan kepada hamba Ku yang mukmin, bila aku mengambil kekasihnya di dunia ini kemudian dia ridlo dan mengharap pahala kepada Ku, melainkan balasannya syurga “. ( H.R. Bukhari )

ISTIRJA’
Kalimat istirja’ ( pernyataan kembali kepada Allah ) adalah kalimat yang diucapkan ketika mengalami musibah :
" innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun "
                          Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan    kepada Nya lah kami kembali
Dengan membaca kalimat ini dengan khusyu’, Insyaa Allah jiwa jadi tenang, tegar, tabah dan sabar dan sekaligus merupakan ciri orang yang sabar

TAHMID DAN ISTIRJA’
Bahkan ada yang luar biasa, karena sikap seorang hamba ketika anaknya meninggal justru tidak kecewa bahkan bersyukur, luar biasa memang !.
Ini adalah tingkat iman yang unggul, karena dia sadar bahwa walau anak yang dicintainya wafat, dia toh sudah merasakan memiliki anak, walau hanya sebentar, sehingga tetap saja bersyukur, apalagi dia sadar toh itu bukan miliknya.  
Dari Abu Musa r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Apabila anak seseorang itu meninggal dunia maka Allah ta’ala bertanya kepada Malaikat Nya : “ Kamu telah mencabut nyawa anak hamba Ku ? “, Malaikat menjawab : “ Ya “. Allah berfirman : “ Kamu telah mencabut buah hatinya ? “, Malaikat menjawab : “ Ya “, Allah berfirman : “ Maka apa yang diucapkan oleh hamba Ku ? “, Malaikat menjawab : “ Dia memuji kepada Mu dan mengucapkan : “ Innaa lilaahi wa innaa ilaihi rooji’un “. Kemudian Allah Ta’ala berfirman : “ Bangunkanlah untuk hamba Ku sebuah rumah di dalam syurga dan namakanlah rumah itu dengan nama Baitul hamdi ( rumah pujian )  “.  ( H.R. At Turmudzy )       

JIWA LAPANG
Betapa hebat dan luar biasa yang bisa bersyukur ketika mendapat mushibah, sehingga Allah memerintahkan membuat bangunan " rumah pujian " di syurga. 
Demikian tinggi penghargaan Allah bagi yang sadar dan sabar, jiwa yang menyadari bahwa ujian dihadapi dengan bersyukur memang luar biasa, betapa tidak ?.
Dengan bersikap syukur jiwanya tidak menderita, jiwanya terasa lapang, dengan demikian jiwanya tidak tersiksa, karena apapun dihadapi dengan sikap tidak meniadakan apa yang telah dikaruniakan kepadanya, baginya semua yang dimiliki adalah merupakan titipan Allah belaka.
Maka tidak sepantasnya bila ketetapan Allah dihadapi dengan ketidak puasan, yang jelas akan membuat jiwa jadi kecewa dan menderita, yang akan menyiksa dirinya !.

TANGIS SEBAGAI RAHMAT
Tangis merupakan tanda kemanusiawian seseorang, merupakan fithrah manusia, tangis semacam ini diperbolehkan karena merupakan bentuk belas kasih hati yang lembut, sebagaimana Rasulullah s.a.w. juga melakukan.
Dari Usamah bin Zaid r.a. bahwasanya ketika cucu Rasulullah s.a.w. yang hampir meninggal dunia itu diserahkan kepadanya, maka kedua mata beliau mencucurkan air mata, kemudian Sa’d bertanya kepada belaiu : “ Wahai Rasulullah kenapa tuan bersikap demikian ? “, beliau menjawab : “ Ini adalah suatu rahmat yang Allah Ta’ala limpahkan kedalam hati hamba Nya dan sesungguhnya Allah akan mengasihani hamba hamba Nya yang mempunyai sifat belas kasihan “. ( H.R. Bukhari Muslim ) 

BUKAN TANGIS KECEWA
Tangis karena sedih pernah dilakukan Rasulullah s.a.w. ketika putranya Ibrahim wafat, namun tangis yang berlebihan karena kecewa dan tidak ridlo dengan ketentuan Allah sangat dilarang, sehingga melontarkan kata kata kecewa, umpatan kepada takdir Allah dan sebagainya, bahkan sampai meraung raung, merobek baju, berguling guling ditanah.
Dari Anas r.a. bahwasanya ketika Rasulullah s.a.w. masuk ke kamar putranya Ibrahim r.a., yang sedang menghembuskan nafasnya yang terakhir maka kedua mata Rasulullah s.a.w. mencucurkan air mata, kemudian ‘Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada beliau : “ Tuan juga menangis wahai Rasulullah ? “. Beliau menjawab : “ Wahai Ibnu ‘Auf sesungguhnya ini adalah suatu rahmat, tetapi kemudian diikuti dengan ketentuan lain “, beliau bersabda pula : “ Sesungguhnya mata berlinang dan hati merasa sedih tetapi kami tidak kami tidak boleh mengucapkan sesuatu kecuali apa yang diridloi oleh Allah. Dan sungguh saya merasa sedih karena harus berpisah denganmu wahai Ibrahim “. ( H.R. Bukhari )

TIDAK DISIKSA LANTARAN TANGIS
Bahkan Nabi s.a.w. menegaskan tangis dan sedih tidak menyebabkan disiksa Allah justru yang disiksa dan dirahmati disebabkan karena lidah.
Dari ibnu Umar r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersama “Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bi Abu Waqqash dan ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. melayat Sa’ad bin ‘Ubadah, kemudian beliau menangis, ketika para sahabat melihat Rasulullah s.a.w. menangis maka mereka pun menangis, Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda : “ Tidakkah kamu sekalian mau mendengar ?, sesungguhnya Allah itu tidak menyiksa seseorang karena linangan air mata dan tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah menyiksa atau mengasihani seseorang itu karena ini “, beliau menunjuk kepada lidah. ( H.R. Bukhari Muslim )

KESIMPULAN
1.Menangis diperkenankan selama hanya sebatas terharu ( karena lembutnya hati ).

2.Tangis yang dilarang yang bersifat meraung raung karena kesal, kecewa, tidak ridlo ( terhadap takdir yang terjadi ).           

                    
 KISAH TAULADAN
ZUBAIR BIN AWWAM
           
Nama lengkap Zubair bin Awwam bin Khuwailid Al Qurasyi Al Asadi, bergelar Hawari Rasulullah ( teman setia Nabi ).
Lahir 28 sebelum H. berpostur tinggi, berjenggot tipis, berkulit coklat, bibinya Khodijah binti Khuwailid, istri Rasulullah s.a.w.
Ibunya pernah memukulnya, tiba tiba salah seorang anggauta keluarganya  lewat sambil menegurnya, ibunya menjawab sambil melantunkan syair : “ Aku memukulnya agar dia tangkas menunggang kuda, memimpin prajurit, dan menjadi orang yang berguna “.
Harapan ibunya menjadi kenyataan, Zubair akhirnya menjadi penunggang kuda yag hebat. Merupakan orang pertama yang menghunus pedang setelah mendapat berita bahwa Nabi s.a.w. terbunuh dalam perang Uhud.
Karena memeluk Islam, pamannya pernah mengurungnya di sebuah rumah yang dipanasi, justru dia berkata : “ Aku tidak akan murtad dari Islam untuk selama lamanya ! “.
Zubair putra bibi Nabi, ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthalib. Zubair termasuk salah seorang dari 10 sahabat yang diberitakan masuk syurga. Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Thalkhah dan Zubair keduanya adalah tetanggaku di Syurga “. ( H.R. At Tirmidzi ).
Termasuk sahabat kaya raya, berprofesi sebagai pedagang, meninggalkan harta senilai 40. Juta dirham.
Di dadanya terdapat bekas luka tusukan tombak dan anak panah yang berbentuk seperti mata.
Berhijrah ke Habasyah pertama dan ke dua, tidak pernah absen mengikuti peperangan bersama Nabi s.a.w.
Rasulullah s.a.w. pernah menugaskan beserta 70 kaum Muslimin untuk mengusir orang musyrik pasca perang Uhud.
Tidak pernah menjabat gubernur, hanya menjabat sebagai panglima perang. 
Rasulullah bersbda : “ Setiap Nabi mempunyai hawari ( sahabat setia ), dan sahabat setiaku adalah Zubair “. ( H.R. Bukhari ).
Zubair menikah dengan Asma’ binti Abu Bakar, diantaranya putranya Abdullah bin Zubair, Amirul Mukminin dan Urwah bin Zubair salah satu diantara 7 ahli Fiqh Madinah di masanya.
Pada 36 H. Zubair dibuntuti oleh Amr ibn Jurmuz dan ditikam ketika sedang sholat.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar