Minggu, 14 Desember 2014



 TALQIN DI ATAS KUBUR

Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati mendengar dan ( tidak pula ) menjadikan orang orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. 
 ( Q.S. An Naml 80 )

Talqin maknanya menuntun ( membaca kalimat tahlil ), pada umumnya talqin dilaksanakan usai pelaksanaan pemakaman jenazah, setelah jenazah dikebumikan bapak modin meminta kepada para pengantar untuk mendekat ke makam, kemudian memulai dengan nasehat kepada para pengantar jenazah, bahwa semua yang berjiwa pasti akan mati, kemudian dilanjutkan dengan menalqin jenazah.

MENALQIN JENAZAH
Pada acara penalqinan jenazah biasanya bapak modin, menasehati jenazah yang telah dikebumikan dengan kalimat : “ Ya bapak / ibu almarhum, sebentar lagi sampean akan didatangi Malaikat yang akan bertanya : “ Siapa Tuhan sampean, maka sampean jawab : “ Allah “, “ Siapa Muhammad “, sampeyan jawab : “ Utusan Allah “. Setelah menalqin jenazah kemudian pak modin menutup dengan do’a.
Bagaimana acara ini menurut tuntunan agama ?. Bisakah jenazah dalam kubur mendengar nasehat ?, bagaimana menurut tuntunan sebenarnya di zaman Nabi s.a.w.   

LANDASAN HUKUM
Dalam melaksanakan ibadah, agama sudah memberikan tuntunan agar berpegang kepada Al Quran dan sunnah Nabi s.a.w., sebagai orang yang beriman hendaklah selalu berpegang teguh pada keduanya, agar didalam beribadah tidak lepas dari tuntunan agama, tidak melenceng dari aturan Nya !.
Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Nya ) dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah dia kepada Allah ( Al Quran ) dan Rasul ( sunnahnya ), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ( Q.S. An Nisaa’ 59 )
     Bukankah ayat tersebut diawali dengan kata : “ Hai orang orang yang beriman “, artinya bagi orang yang beriman harus kembali mentaati kepada Allah dan Rasul Nya bila ada masalah yang diperselisihkan. Dengan mengembalikan kepada Allah dan Rasul Nya, Insyaa Allah perselisihan bisa dihindari.

BISAKAH MAYAT MENDENGAR ?
Walau dalam prosesi pemakaman banyak dijumpai talqin yang agak menggelitik ( menasehati jenazah ? ), namun nyatanya acara tetap berlangsung sejak dulu hingga sekarang.
Padahal dalam firman Allah jelas bahwa orang sudah mati tidak bisa mendengar lagi, ini benar benar pernyataan Allah yang cukup rational ! :   
“ Dan tidak ( pula ) sama orang orang yang hidup dan orang orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki Nya dan kamu sekali kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “. ( Q.S. Fathir 22 )
Bahkan Allah menyatakan dengan tegas bahwa tidak sama orang yang hidup dengan yang telah mati, ditegaskan lagi dengan kalimat : “ Kamu sekali kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “, akankah firman Allah yang haq ini masih diragukan ?, Na’udzu billaahi min dzaalik. Dalam firman berikutnya Allah menegaskan lagi :
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati mendengar dan ( tidak pula ) menjadikan orang orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. ( Q.S. An Naml 80 )
Akankah penegasan Allah ini masih juga kurang jelas ? :
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati mendengar ....”. Dengan demikian jelas bahwa menasehati dan mentalqin jenazah di atas kuburan bertentangan dengan firman Allah !.

MENALQIN MENJELANG WAFAT
Sekarang bagaimana dengan tuntunan yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. sebagai utusan Nya dalam hal talqin ?. Karena sunnah Rasul merupakan landasan kedua setelah Al Quran.
Berdasar hadits dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah s.a.w.bersabda :
“ Talqinkan mayatmu ( orang yang akan meninggal ) dengan mengucapkan laa ilaaha illallah ) ". ( H.R. jama’ah kecuali Bukhari )
Demikian jelas Rasulullah s.a.w. mengajarkan tentang tata cara menghadapi kematian, demikian pentingnya mengakhiri ajal dengan kalimat tauhid, kalimat yang menunjukkan beriman atau tidaknya seseorang.
Dengan demikian jelas bahwa talqin hendaklah dilakukan terhadap orang yang akan wafat, bukan setelah wafat !. Dengan menalqin menurut sunnah Rasul ( sebelum wafat ) menjadi sejalan dengan firman Allah, yang menalqin sesudah wafat justru bertentangan dengan firman Allah dan sunnah Rasul Nya !.

MENGAKHIRI AJAL DENGAN KALIMAT TAHLIL
Bukankah Nabi s.a.w. menyatakan :
“ Siapa yang akhir kalimatnya mengucapkan : “ Laa ilaaha illallah maka dia masuk syurga “. Tidak semua orang dalam detik detik menjelang ajal kematian bisa mengucapkan kalimat tahlil ( laa ilaaha illallah ), kalimat ini Insyaa Allah akan bisa terucap bila dalam kehidupannya tidak musyrik, tidak menyekutukan Allah, apalagi bila dibiasakan mengucapkannya dalam sehari hari.  

REFLEKSI HIDUP
Sikap menjelang kematian seseorang menunjukkan cerminan hidupnya, orang yang terlampau mencintai harta menjelang kematiannya akan berbicara dan selalu memikirkan hartanya, minta kunci brand kas, mencari kartu A.T.M., minta buku tabungan bank dan sebagainya.
Sekitar tahun 1957, kisah nyata terjadi di kampung Maspati Surabaya, dimana hidup seorang yang suka tandaan ( joged ) dan minum minuman keras. Tahu .......ketika akan meninggal justru minta dimandikan air tuwak ( minuman keras ) dan minta minum bier, kasihan kematiannya diakhiri dengan suul khothimah.
Demikian pula yang suka kemusyrikan, dia akan mencari jimat jimat yang diperolehnya dari berbagai tempat, meminta keris pusaka, akik dan sebagainya untuk disanding dan digenggam menjelang kematiannya.
Beda dengan yang jiwanya selalu menauhidkan ( meng Esakan ) Allah, yang tidak suka kemusyrikan, dia pasti akan mengakhiri kalimat akhir dari mulutnya dengan kalimat : “ Laa illaaha illaallah, Laa illaaha illaallah “, terus menerus...sampai menjelang wafat. Maka disini pentingnya peran menalqin menjelang wafat, bukan sesudah wafat !.

MEMBIASAKAN TAHLIL
Rasulullah s.a.w. walau sebagai seorang Rasul, beliau suka membaca kalimat tahlil ( laa ilaaha illallah ) dalam sehari tidak kurang 100 kali.Semoga dalam keseharian kita membiasakan bertahlil, bila menjumpai orang yang menghadapi ajal menuntunnya pula dengan kalimat tahlil. Amiin.
 
                                                                           KISAH TAULADAN
ABDULLAH BIN ABDULLAH BIN UBAY BIN SALUL

Nama lengkap Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Malik bin Harits Al Anshari Al Khajrazi, biasa dipanggil Abu Hubab. Sebelum memeluk Islam bernama Hubab. Setelah memeluk Islam Nabi s.a.w. mengganti namanya menjadi Abdullah.
Ayahnya Abdullah bin Ubay bin Salul, hampir saja dinobatkan menjadi raja di Madinah sebelum kedatangan Rasulullah s.a.w. di Madinah, oleh sebab itu dia sangat membenci Nabi s.a.w. dan menyembunyikan kemunafikannya.
Ketika ayahnya berkata dalam perang Bani Musthalik : “ Seandainya kami kembali ke Madinah niscaya orang yang paling mulia akan keluar ( terusir ) dari Madinah menjadi orang yang paling hina “. 
Abdullah berkata kepada Nabi s.a.w. : “ Demi Allah dialah orang yang hina dan andalah yang mulia, wahai Rasulullah jika anda mengizinkan aku untuk membunuhnya, aku akan membunuhnya. 
Demi Allah seluruh anggauta kabilah Khazraj tahu nahwa tidak ada seorangpun yang yang paling berbakti kepada kedua orang tuanya kecuali aku. Aku khawatir anda memerintah seorang Muslim untuk membunuh ayahku dan aku tak kuasa melihat orang yang membunuh ayahku hidup dan aku khawatir membunuh seorang Muslim, sehingga aku kelak dimasukkan kedalam neraka “. Nabi s.a.w. menjawab : “ Tetapi kita harus mempergaulinya dengan baik dan bersikap lemah lembut dalam bergaul, jangan sampai orang orang mengatakan bahwa Muhammad membunuh sahabatnya sendiri “.
Ketika ayahnya wafat dia memohon agar Nabi s.a.w. menyalati jenazahnya, Nabi s.a.w. memberikan gamisnya sebagai kain kafan jenazahnya. 
Tatkala Nabi s.a.w. hendak menyalatkan dan memohonkan ampun untuknya, Umar bin Khaththab r.a. berkata : “ Ya Rasulullah bukankah Allah telah melarang anda untuk menyalati jenazah orang munafik “. Beliau menjawab : “ Aku berada dalam dua pilihan, aku memohon ampun atau tidak memohon untuk mereka “. Kemudian beliau menyolati jenazah Abdullah bin Ubay.
Kemudian turun firman Allah : “ Dan janganlah kamu sakali kali menyalati ( jenazah ) seorang yang mati diantara mereka ( Orang orang  munafik ) selama lamanya dan janganlah kamu berdiri ( mendo’akan ) dikuburnya “. ( Q.S. At Taubah 84 ). Setelah ayat tersebut turun beliau tidak menyalati jenazah orang orang munafik lagi.
Sempat meriwayatkan 3 hadits dari Nabi. Gugur sebagai syahid pada 12 H. dalam perang Al Yamamah melawan Musailamah al Kadzdzab.               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar