TALQIN DI ATAS KUBUR
“ Sesungguhnya
kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati
mendengar dan ( tidak
pula )
menjadikan orang orang
yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang “.
( Q.S. An Naml 80 )
Talqin maknanya menuntun
( membaca kalimat tahlil ), pada umumnya talqin dilaksanakan usai pelaksanaan
pemakaman jenazah, setelah jenazah dikebumikan bapak modin meminta kepada para
pengantar untuk mendekat ke makam, kemudian memulai dengan nasehat kepada para
pengantar jenazah, bahwa semua yang berjiwa pasti akan mati, kemudian
dilanjutkan dengan menalqin jenazah.
MENALQIN JENAZAH
Pada acara
penalqinan jenazah biasanya bapak modin, menasehati jenazah yang telah dikebumikan dengan kalimat :
“ Ya bapak / ibu almarhum, sebentar lagi
sampean akan didatangi Malaikat yang akan bertanya : “ Siapa Tuhan sampean,
maka sampean jawab : “ Allah “, “ Siapa Muhammad “, sampeyan jawab : “ Utusan
Allah “. Setelah menalqin jenazah kemudian pak modin menutup dengan do’a.
Bagaimana acara ini menurut tuntunan agama ?. Bisakah
jenazah dalam kubur mendengar nasehat ?, bagaimana menurut tuntunan sebenarnya
di zaman Nabi s.a.w.
LANDASAN HUKUM
Dalam
melaksanakan ibadah, agama sudah memberikan tuntunan agar berpegang kepada Al
Quran dan sunnah Nabi s.a.w., sebagai orang yang beriman hendaklah selalu
berpegang teguh pada keduanya, agar didalam beribadah tidak lepas dari tuntunan
agama, tidak melenceng dari aturan Nya !.
“ Hai orang orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Nya ) dan
ulil amri di antara kamu,
kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka
kembalikanlah dia kepada Allah ( Al Quran ) dan
Rasul ( sunnahnya ),
jika kamu benar benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya “. (
Q.S. An Nisaa’ 59 )
Bukankah
ayat tersebut diawali dengan kata : “ Hai orang orang yang beriman “, artinya
bagi orang yang beriman harus kembali mentaati kepada Allah dan Rasul Nya bila
ada masalah yang diperselisihkan. Dengan mengembalikan kepada Allah dan Rasul
Nya, Insyaa Allah perselisihan bisa dihindari.
BISAKAH MAYAT MENDENGAR ?
Walau dalam prosesi pemakaman banyak dijumpai talqin yang
agak menggelitik ( menasehati jenazah ? ), namun nyatanya acara tetap
berlangsung sejak dulu hingga sekarang.
Padahal
dalam firman Allah jelas bahwa orang sudah mati tidak bisa mendengar lagi, ini
benar benar pernyataan Allah yang cukup rational ! :
“ Dan
tidak ( pula ) sama
orang orang
yang hidup dan orang orang
yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki Nya
dan kamu sekali kali
tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “. ( Q.S. Fathir 22 )
Bahkan Allah menyatakan dengan tegas bahwa tidak sama
orang yang hidup dengan yang telah mati, ditegaskan lagi dengan kalimat : “ Kamu
sekali kali
tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar “, akankah firman
Allah yang haq ini masih diragukan ?, Na’udzu billaahi min dzaalik. Dalam firman berikutnya Allah menegaskan lagi :
“ Sesungguhnya
kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati
mendengar dan ( tidak
pula )
menjadikan orang orang
yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang “. ( Q.S. An Naml 80 )
Akankah penegasan Allah ini masih juga kurang jelas ? :
“ Sesungguhnya
kamu tidak dapat menjadikan orang orang yang mati
mendengar ....”. Dengan
demikian jelas bahwa menasehati dan mentalqin jenazah di atas kuburan
bertentangan dengan firman Allah !.
MENALQIN MENJELANG WAFAT
Sekarang bagaimana dengan tuntunan yang dilakukan oleh
Rasulullah s.a.w. sebagai utusan Nya dalam hal talqin ?. Karena sunnah Rasul
merupakan landasan kedua setelah Al Quran.
Berdasar hadits dari Abu Sa’id, bahwa Rasulullah s.a.w.bersabda
:
“ Talqinkan
mayatmu ( orang yang akan meninggal ) dengan mengucapkan laa ilaaha illallah ) ". ( H.R. jama’ah
kecuali Bukhari )
Demikian jelas Rasulullah s.a.w. mengajarkan tentang tata
cara menghadapi kematian, demikian pentingnya mengakhiri ajal dengan kalimat tauhid,
kalimat yang menunjukkan beriman atau tidaknya seseorang.
Dengan demikian jelas bahwa talqin hendaklah dilakukan
terhadap orang yang akan wafat, bukan setelah wafat !. Dengan menalqin menurut
sunnah Rasul ( sebelum wafat ) menjadi sejalan dengan firman Allah, yang
menalqin sesudah wafat justru bertentangan dengan firman Allah dan sunnah Rasul
Nya !.
MENGAKHIRI AJAL DENGAN KALIMAT TAHLIL
Bukankah Nabi s.a.w. menyatakan :
“ Siapa
yang akhir kalimatnya mengucapkan : “ Laa ilaaha illallah maka dia masuk syurga
“. Tidak semua orang dalam detik detik menjelang ajal kematian bisa
mengucapkan kalimat tahlil ( laa ilaaha illallah ), kalimat ini Insyaa Allah
akan bisa terucap bila dalam kehidupannya tidak musyrik, tidak menyekutukan
Allah, apalagi bila dibiasakan mengucapkannya dalam sehari hari.
REFLEKSI HIDUP
Sikap menjelang kematian seseorang menunjukkan cerminan
hidupnya, orang yang terlampau mencintai harta menjelang kematiannya akan
berbicara dan selalu memikirkan hartanya, minta kunci brand kas, mencari kartu
A.T.M., minta buku tabungan bank dan sebagainya.
Sekitar tahun 1957, kisah nyata terjadi di kampung Maspati
Surabaya, dimana hidup seorang yang suka tandaan ( joged ) dan minum minuman
keras. Tahu .......ketika akan meninggal justru minta dimandikan air tuwak ( minuman keras ) dan
minta minum bier, kasihan kematiannya diakhiri dengan suul khothimah.
Demikian pula yang suka kemusyrikan, dia akan mencari
jimat jimat yang diperolehnya dari berbagai tempat, meminta keris pusaka, akik
dan sebagainya untuk disanding dan digenggam menjelang kematiannya.
Beda dengan yang jiwanya selalu menauhidkan ( meng Esakan ) Allah, yang
tidak suka kemusyrikan, dia pasti akan mengakhiri kalimat akhir dari mulutnya
dengan kalimat : “ Laa illaaha
illaallah, Laa illaaha illaallah “, terus menerus...sampai menjelang wafat. Maka
disini pentingnya peran menalqin menjelang wafat, bukan sesudah wafat !.
MEMBIASAKAN TAHLIL
Rasulullah
s.a.w. walau sebagai seorang Rasul, beliau suka membaca kalimat tahlil ( laa
ilaaha illallah ) dalam sehari tidak kurang 100 kali.Semoga
dalam keseharian kita membiasakan bertahlil,
bila menjumpai orang yang menghadapi ajal menuntunnya
pula dengan kalimat tahlil. Amiin.
KISAH TAULADAN
ABDULLAH BIN ABDULLAH BIN UBAY BIN SALUL
Nama
lengkap Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Malik bin Harits Al Anshari Al
Khajrazi, biasa dipanggil Abu Hubab. Sebelum memeluk Islam bernama Hubab.
Setelah memeluk Islam Nabi s.a.w. mengganti namanya menjadi Abdullah.
Ayahnya
Abdullah bin Ubay bin Salul, hampir saja dinobatkan menjadi raja di Madinah
sebelum kedatangan Rasulullah s.a.w. di Madinah, oleh sebab itu dia sangat
membenci Nabi s.a.w. dan menyembunyikan kemunafikannya.
Ketika
ayahnya berkata dalam perang Bani Musthalik : “ Seandainya kami kembali ke
Madinah niscaya orang yang paling mulia akan keluar ( terusir ) dari Madinah
menjadi orang yang paling hina “.
Abdullah berkata kepada Nabi s.a.w. : “ Demi
Allah dialah orang yang hina dan andalah yang mulia, wahai Rasulullah jika anda
mengizinkan aku untuk membunuhnya, aku akan membunuhnya.
Demi Allah seluruh
anggauta kabilah Khazraj tahu nahwa tidak ada seorangpun yang yang paling
berbakti kepada kedua orang tuanya kecuali aku. Aku khawatir anda memerintah
seorang Muslim untuk membunuh ayahku dan aku tak kuasa melihat orang yang
membunuh ayahku hidup dan aku khawatir membunuh seorang Muslim, sehingga aku
kelak dimasukkan kedalam neraka “. Nabi s.a.w. menjawab : “ Tetapi kita harus mempergaulinya dengan baik dan bersikap lemah
lembut dalam bergaul, jangan sampai orang orang mengatakan bahwa Muhammad
membunuh sahabatnya sendiri “.
Ketika
ayahnya wafat dia memohon agar Nabi s.a.w. menyalati jenazahnya, Nabi s.a.w.
memberikan gamisnya sebagai kain kafan jenazahnya.
Tatkala Nabi s.a.w. hendak
menyalatkan dan memohonkan ampun untuknya, Umar bin Khaththab r.a. berkata : “
Ya Rasulullah bukankah Allah telah melarang anda untuk menyalati jenazah orang
munafik “. Beliau menjawab : “ Aku berada dalam dua pilihan, aku memohon ampun
atau tidak memohon untuk mereka “. Kemudian beliau menyolati jenazah Abdullah
bin Ubay.
Kemudian
turun firman Allah : “ Dan janganlah kamu sakali kali menyalati (
jenazah ) seorang yang mati diantara mereka ( Orang orang munafik ) selama lamanya dan janganlah
kamu berdiri ( mendo’akan ) dikuburnya “. ( Q.S. At Taubah 84 ). Setelah
ayat tersebut turun beliau tidak menyalati jenazah orang orang munafik lagi.
Sempat meriwayatkan 3 hadits dari Nabi. Gugur sebagai
syahid pada 12 H. dalam perang Al Yamamah melawan Musailamah al Kadzdzab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar