WALAU NAFSU TERPUASKAN TAK MENJAMIN JIWA TENANG
" Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah kisah
itu agar mereka berfikir ". ( Q.S. Al A'raaf 176 )
Sebenarnya bila manusia mau
berpegang kepada firman Allah, derajatnya akan tinggi, namun karena kemauan
memperturutkan hawa nafsunya kepada dunia lebih diutamakan, maka derajatnya
menjadi rendah. Begitu rendah posisinya sampai diumpamakan bagai anjing.
Manusia yang dicipta lebih baik
dan lebih mulia dari semua makhluk ciptaan Nya, menjadi turun drastis
derajatnya hanya karena lebih mngutamakan hawa nafsu dari pada firman Tuhan Nya.
MEMERANGI HAWA
NAFSU
Begitu
besar kekuatan hawa nafsu sehingga digambarkan lebih besar dari peperangan.
Ketika Rasulullah s.a.w.
kembali dari peperangan Badar, beliau bersabda : " Kita pulang dari perang yang kecil menuju ke peperangan yang besar ". Para sahabat pada
heran sambil bertanya : " Ya Rasulullah masih adakah perang yang lebih besar dari
perang Badar ? ". Jawab
Nabi s.a.w. " Ya ada, yakni
memeranngi hawa nafsu !".
Begitu beratnya
memerangi hawa nafsu sehingga Nabi s.a.w. membandingkan dengan perang yang
memakan waktu cukup lama, dana, dan menelan korban jiwa para syuhada yang cukup
besar.
Sangat tepat kiranya pernyataan
Rasulullah s.a.w., memerangi hawa nafsu bukan hal yang mudah, sangat berat
AKANKAH PUAS DENGAN HARTA ?
Banyak manusia pada terperangkap pada gemerlap dunia, dikira dengan
melimpahnya harta jiwa jadi puas dan lega, akankah jiwa akan terpuaskan dengan
melimpahnya harta, ternyata justru ada yang jadi gelisah, mengapa ?.
MENGENDALIKAN DAN DIKENDALIKAN HARTA
Harta yang
dikendalikan beda dengan yang dikendalikan harta, harta yang dikendalikan bisa
membawa ketenangan jiwa, karena berjalan menurut kaidah agama, sehingga tahu
arah kemana harta harus dibelanjakannya.
Beda dengan yang
dikendalikan harta, jiwanya akan selalu tersiksa karena hanya memperturutkan
hawa nafsu yang takkan bisa puas terhadap harta, karena nafsu tak punya batasan
“ puas “ terhadap harta !. bagai minum air laut yang tidak bisa mengilangkan
dahaga.
ORANG KAYA YANG GELISAH
Ternyata
terbukti bahwa dengan harta berlimpah tak pasti bisa menjamin memuaskan jiwa,
justru banyak yang pada gelisah dan tertekan jiwanya.
Sebuah
kisah terjadi dimana hidup seorang hamba yang kaya raya di daerah Lamongan,
karena banyaknya perusahaan, sehingga dia selalu sibuk dibuatnya, hidup dirasa
terasa sempit, dibatasi waktu dengan mengelola perusahaan, sehingga waktu
istirahatpun jadi berkurang, tidurpun jadi susah, karena diliputi fikiran yang
selalu fokus pada dunia usaha belaka.
Akhirnya
setelah merasakan kegelisahan akibat banyaknya mengurusi perusahaan, dia mulai
merenung dan memutuskan, keputusan yang mengejutkan, dimana semua harta
diputuskan untuk disedekahkan untuk sekolahan, rumah yatim, dan segala kegiatan
sosial keagamaan.
Dalam keseharian orang jadi dibuat keheranan
karena tampilannya sangat jauh beda dengan sebelumnya, jika dulunya kemana mana
mengendarai mobil mewah, justru sekarang keluyuran memakai sepeda motor biasa,
jika dulu tidur susah sekarang bisa tidur lelap dibuatnya, bila dulu makan
direstoran mahal dan mewah, sekarang justru jadi nikmat dan nyaman bila makan
di warung pinggir jalan alias lesehan.
BEBAS AMAN DAN
NYAMAN
Dia
berkomentar pada kawan kawannya : “ Jiwa saya sekarang lega, puas, nyaman dan
tenang, kemana mana bebas keluyuran tidak ada batas tidak ada kesenjangan,
istirahat cukup tidurpun terasa lelap dan nyaman, hati terasa bebas tidak
seperti dulu kemana mana terasa was was, karena khawatir dengan harta saya,
khawatir dirampok dan sebangsanya.
Namun sekarang
saya puas dan lega, karena harta telah saya wakafkan untuk kepentingan agama, jika
dulu seakan saya dikendalikan harta, sekarang justru harta yang saya
kendalikan, yang kelak bakal saya nikmati dikala saya akan menghadap kepada Nya
“.
Ternyata
sekarang dia telah menemukan hakekat harta sebenarnya, dimana dia menemukan
kepuasan, menemukan ketenangan dengan mengendaikan harta yang jelas takkan
memuaskannya, apalagi ketika mati harta takkan dibawanya serta, dengan
mewakafkan hartanya untuk kepentingan agama jiwanya jadi puas karena hartanya telah
aman dan bermanfaat bagi agama.
KISAH DI ZAMAN KHOLIFAH
Berkat didikan
dan ketauladanan Nabi s.a.w. yang sangat hati hati terhadap harta, tidak
berlebihan terhadap harta, sehingga beliau hidup dalam kesederhanaan saja.
Berkat ketauladanan
beliau yang sederhana ini, membuat sangat terkesan dan membekas di hati para
sahabatnya, sehingga para sahabat juga tidak begitu terkesima terhadap harta.
Di zaman
kholifah Umar, pernah terjadi seorang gubernur di daerah Himsa Umair namanya,
karena lama tidak berkunjung ke pusat dan melaporkan kepemimpinannya, maka kholifah
Umar jadi curiga, maka diutusnya Al Harits untuk menyelidikinya dengan dibekali
uang 100 dinar, Umar berpesan : ” Pergilah ke rumah Umair, usahakan engkau
menginap di rumahnya sebagai tamu, apabila engkau melihat bukti bukti kekayaan,
kembalilah, namun jika kondisinya memprihatinkan berika uang 100 dinar
kepadanya ! “.
Sesampai
di kediaman Umair, ia melihat Umair menyulam jubahnya, Al Harits mengucapkan
salam kepadanya, kemudian Umair berkata : “ Mampirlah kemari semoga Allah
mencurahkan kasih sayangnya kepadamu, Umair bertanya : “ Dari mana anda datang
? “, dia menjawab : “ Dari Madinah “. Umair bertanya : “ Bagaimana keadaan
Amirul Mukminin ? “. Al Harits menjawab : “ Baik baik saja “. Umair bertanya :
” Bagaimana kondisi Umat Islam ? “, dia menjawab : “ Mereka baik baik saja “.
Umair bertanya : “ Bukankah Khalifah akan menegakkan hukuman ? “, dia menjawab
: “ Sudah, bahkan beliau memukul putranya yang melakukan pelanggaran, sampai
meninggal dunia karena kerasnya pukulan “.
Umair
berkata : “ Ya Allah tolonglah Umar sesungguhnya aku tidak mengenalnya, kecuali
ia seorang yang tegas karena kecintaannya kepada Mu “.
SANGAT MISKIN
Al Harits menginap
selama tiga hari, Umair tidak memiliki bahan makanan kecuali sedikit gandum,
mereka sengaja menyisihkan untuk menjamu tamu. Suatu saat Umair berkata : “
Kamu tinggal disini tetapi kami tidak mampu melayani dengan baik, jika ingin
pergi silahkan “.
MENOLAK PEMBERIAN
Kemudian
Al harits memberikan uang dinar sambil berkata : “ Uang ini pemberian Khalifah,
pergunakan menurut kebutuhanmu “. Umair berteriak sambil berkata : “ Saya tidak
membutuhkan uang ini, kembalikan ! “.
Isteri
Umair berkata : “ Jika engkau membutuhkan ambillah, jika tidak berikan kepada
yang berhak ! “. Umair berkata : “ Aku tidak mempunyai kepentingan dengan uang
ini ! “. Kemudian isterinya merobek jubah bawahnya dan diberikan pada Umair
sebagai tempat uang, kemudian Umair pergi guna dibagikan ke anak anak yatim
para syuhada perang dan fakir miskin.
Selanjutnya
Umair berkata : “ Aku kirim salam kepada Amirul mukminin “.
Sesampai
Al Harits menghadap khalifah, diceritakan tentang penderitaan Umair. kemudian
Umar bertanya : “ Bagaimana ia menggunakan uang ? “, Al Harits menjawab : “ Aku
tidak tahu “. Kemudian Umar menulis surat : “ Jika surat ini sampai kepadamu
jangan engkau letakkan dari tanganmu kecuali engkau segera manghadapku ! “.
DICECAR PERTANYAAN
Kemudian
Umair segera memenuhi panggilan dan menghadap Khalifah, Umar bertanya : “ Apa
yang kau lakukan dengan uang tersebut ? “. Umair menjawab : “ Terserah aku
bagaimana aku memanfaatkannya, mengapa engkau menanyakan uang itu ? ”, Umar
menjawab : “ Aku mohon kepadamu berikan laporan penggunaan uang dinar itu ! “.
Umair menjawab : “ Kupergunakan untuk diriku “. Umar menjawab : “ Semoga Allah
mencurahkan kasih sayangnya kepadamu “.
SEDERHANA
Kemudian
Umar memerintahkan agar dibekali tepung, makanan dan dua potong pakaian. Umair
berkata : “ Jika berupa makanan aku tak membutuhkan, karena di rumahku ada dua
sho’ gandum, namun untuk pakaian kuperuntukkan ummu fulan “.
Tidak
berselang lama Umair meninggal, beritanya sampai ke Khalifah Umar, ia merasa
terpukul dan sedih, kemudian beliau menuju pemakaman Baqi’ul Garqad.
Begitu
tinggi ahlak Umair sebagai gubernur, dia lebih mementingkan umat dari pada
dirinya, sehingga rela hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Allah
yarham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar