Senin, 29 Desember 2014



WALAU NAFSU TERPUASKAN TAK MENJAMIN JIWA TENANG
              
" Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah kisah itu agar mereka berfikir ".  ( Q.S. Al A'raaf 176 )
              
Sebenarnya bila manusia mau berpegang kepada firman Allah, derajatnya akan tinggi, namun karena kemauan memperturutkan hawa nafsunya kepada dunia lebih diutamakan, maka derajatnya menjadi rendah. Begitu rendah posisinya sampai diumpamakan bagai anjing.
Manusia yang dicipta lebih baik dan lebih mulia dari semua makhluk ciptaan Nya, menjadi turun drastis derajatnya hanya karena lebih mngutamakan hawa nafsu dari pada firman Tuhan Nya.

MEMERANGI HAWA NAFSU
Begitu besar kekuatan hawa nafsu sehingga digambarkan lebih besar dari peperangan.
Ketika Rasulullah s.a.w. kembali dari peperangan Badar, beliau bersabda : " Kita pulang dari perang yang kecil menuju ke peperangan yang besar ". Para sahabat pada heran sambil bertanya : " Ya Rasulullah masih adakah perang yang lebih besar dari perang Badar ? ". Jawab Nabi s.a.w. " Ya ada, yakni memeranngi hawa nafsu  !".            
Begitu beratnya memerangi hawa nafsu sehingga Nabi s.a.w. membandingkan dengan perang yang memakan waktu cukup lama, dana, dan menelan korban jiwa para syuhada yang cukup besar.
Sangat tepat kiranya pernyataan Rasulullah s.a.w., memerangi hawa nafsu bukan hal yang mudah, sangat berat 

AKANKAH PUAS DENGAN HARTA ?
Banyak manusia pada terperangkap pada gemerlap dunia, dikira dengan melimpahnya harta jiwa jadi puas dan lega, akankah jiwa akan terpuaskan dengan melimpahnya harta, ternyata justru ada yang jadi gelisah, mengapa ?.

MENGENDALIKAN DAN DIKENDALIKAN HARTA
Harta yang dikendalikan beda dengan yang dikendalikan harta, harta yang dikendalikan bisa membawa ketenangan jiwa, karena berjalan menurut kaidah agama, sehingga tahu arah kemana harta harus dibelanjakannya.
Beda dengan yang dikendalikan harta, jiwanya akan selalu tersiksa karena hanya memperturutkan hawa nafsu yang takkan bisa puas terhadap harta, karena nafsu tak punya batasan “ puas “ terhadap harta !. bagai minum air laut yang tidak bisa mengilangkan dahaga.

ORANG KAYA YANG GELISAH     
Ternyata terbukti bahwa dengan harta berlimpah tak pasti bisa menjamin memuaskan jiwa, justru banyak yang pada gelisah dan tertekan jiwanya.
Sebuah kisah terjadi dimana hidup seorang hamba yang kaya raya di daerah Lamongan, karena banyaknya perusahaan, sehingga dia selalu sibuk dibuatnya, hidup dirasa terasa sempit, dibatasi waktu dengan mengelola perusahaan, sehingga waktu istirahatpun jadi berkurang, tidurpun jadi susah, karena diliputi fikiran yang selalu fokus pada dunia usaha belaka.
Akhirnya setelah merasakan kegelisahan akibat banyaknya mengurusi perusahaan, dia mulai merenung dan memutuskan, keputusan yang mengejutkan, dimana semua harta diputuskan untuk disedekahkan untuk sekolahan, rumah yatim, dan segala kegiatan sosial keagamaan.
Dalam keseharian orang jadi dibuat keheranan karena tampilannya sangat jauh beda dengan sebelumnya, jika dulunya kemana mana mengendarai mobil mewah, justru sekarang keluyuran memakai sepeda motor biasa, jika dulu tidur susah sekarang bisa tidur lelap dibuatnya, bila dulu makan direstoran mahal dan mewah, sekarang justru jadi nikmat dan nyaman bila makan di warung pinggir jalan alias lesehan.

BEBAS AMAN DAN  NYAMAN 
Dia berkomentar pada kawan kawannya : “ Jiwa saya sekarang lega, puas, nyaman dan tenang, kemana mana bebas keluyuran tidak ada batas tidak ada kesenjangan, istirahat cukup tidurpun terasa lelap dan nyaman, hati terasa bebas tidak seperti dulu kemana mana terasa was was, karena khawatir dengan harta saya, khawatir dirampok dan sebangsanya.
Namun sekarang saya puas dan lega, karena harta telah saya wakafkan untuk kepentingan agama, jika dulu seakan saya dikendalikan harta, sekarang justru harta yang saya kendalikan, yang kelak bakal saya nikmati dikala saya akan menghadap kepada Nya “.
Ternyata sekarang dia telah menemukan hakekat harta sebenarnya, dimana dia menemukan kepuasan, menemukan ketenangan dengan mengendaikan harta yang jelas takkan memuaskannya, apalagi ketika mati harta takkan dibawanya serta, dengan mewakafkan hartanya untuk kepentingan agama jiwanya jadi puas karena hartanya telah aman dan bermanfaat bagi agama.          

KISAH DI ZAMAN KHOLIFAH
Berkat didikan dan ketauladanan Nabi s.a.w. yang sangat hati hati terhadap harta, tidak berlebihan terhadap harta, sehingga beliau hidup dalam kesederhanaan saja.
Berkat ketauladanan beliau yang sederhana ini, membuat sangat terkesan dan membekas di hati para sahabatnya, sehingga para sahabat juga tidak begitu terkesima terhadap harta.
Di zaman kholifah Umar, pernah terjadi seorang gubernur di daerah Himsa Umair namanya, karena lama tidak berkunjung ke pusat  dan melaporkan kepemimpinannya, maka kholifah Umar jadi curiga, maka diutusnya Al Harits untuk menyelidikinya dengan dibekali uang 100 dinar, Umar berpesan : ” Pergilah ke rumah Umair, usahakan engkau menginap di rumahnya sebagai tamu, apabila engkau melihat bukti bukti kekayaan, kembalilah, namun jika kondisinya memprihatinkan berika uang 100 dinar kepadanya ! “.
Sesampai di kediaman Umair, ia melihat Umair menyulam jubahnya, Al Harits mengucapkan salam kepadanya, kemudian Umair berkata : “ Mampirlah kemari semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepadamu, Umair bertanya : “ Dari mana anda datang ? “, dia menjawab : “ Dari Madinah “. Umair bertanya : “ Bagaimana keadaan Amirul Mukminin ? “. Al Harits menjawab : “ Baik baik saja “. Umair bertanya : ” Bagaimana kondisi Umat Islam ? “, dia menjawab : “ Mereka baik baik saja “. Umair bertanya : “ Bukankah Khalifah akan menegakkan hukuman ? “, dia menjawab : “ Sudah, bahkan beliau memukul putranya yang melakukan pelanggaran, sampai meninggal dunia karena kerasnya pukulan “.
Umair berkata : “ Ya Allah tolonglah Umar sesungguhnya aku tidak mengenalnya, kecuali ia seorang yang tegas karena kecintaannya kepada Mu “.

SANGAT MISKIN
Al Harits menginap selama tiga hari, Umair tidak memiliki bahan makanan kecuali sedikit gandum, mereka sengaja menyisihkan untuk menjamu tamu. Suatu saat Umair berkata : “ Kamu tinggal disini tetapi kami tidak mampu melayani dengan baik, jika ingin pergi silahkan “.

MENOLAK PEMBERIAN
Kemudian Al harits memberikan uang dinar sambil berkata : “ Uang ini pemberian Khalifah, pergunakan menurut kebutuhanmu “. Umair berteriak sambil berkata : “ Saya tidak membutuhkan uang ini, kembalikan ! “.
Isteri Umair berkata : “ Jika engkau membutuhkan ambillah, jika tidak berikan kepada yang berhak ! “. Umair berkata : “ Aku tidak mempunyai kepentingan dengan uang ini ! “. Kemudian isterinya merobek jubah bawahnya dan diberikan pada Umair sebagai tempat uang, kemudian Umair pergi guna dibagikan ke anak anak yatim para syuhada perang dan fakir miskin.
Selanjutnya Umair berkata : “ Aku kirim salam kepada Amirul mukminin “.
Sesampai Al Harits menghadap khalifah, diceritakan tentang penderitaan Umair. kemudian Umar bertanya : “ Bagaimana ia menggunakan uang ? “, Al Harits menjawab : “ Aku tidak tahu “. Kemudian Umar menulis surat : “ Jika surat ini sampai kepadamu jangan engkau letakkan dari tanganmu kecuali engkau segera manghadapku ! “.

DICECAR PERTANYAAN
Kemudian Umair segera memenuhi panggilan dan menghadap Khalifah, Umar bertanya : “ Apa yang kau lakukan dengan uang tersebut ? “. Umair menjawab : “ Terserah aku bagaimana aku memanfaatkannya, mengapa engkau menanyakan uang itu ? ”, Umar menjawab : “ Aku mohon kepadamu berikan laporan penggunaan uang dinar itu ! “. Umair menjawab : “ Kupergunakan untuk diriku “. Umar menjawab : “ Semoga Allah mencurahkan kasih sayangnya kepadamu “.

SEDERHANA
Kemudian Umar memerintahkan agar dibekali tepung, makanan dan dua potong pakaian. Umair berkata : “ Jika berupa makanan aku tak membutuhkan, karena di rumahku ada dua sho’ gandum, namun untuk pakaian kuperuntukkan ummu fulan “.
Tidak berselang lama Umair meninggal, beritanya sampai ke Khalifah Umar, ia merasa terpukul dan sedih, kemudian beliau menuju pemakaman Baqi’ul Garqad.
Begitu tinggi ahlak Umair sebagai gubernur, dia lebih mementingkan umat dari pada dirinya, sehingga rela hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan. Allah yarham. 
                     
               




Tidak ada komentar:

Posting Komentar