JIWA PUAS
DAN NIKMAT BILA HIDUP BERMANFAAT
“ Maha
suci Allah yang di tangan Nyalah segala
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun “.
( Q.S. Al Mulk 1-2 )
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun “.
( Q.S. Al Mulk 1-2 )
Karena
Maha Kuasa Nya Dia Mencipta, Memelihara, Menguasai dan Memiliki makhluk ciptaan
Nya secara sendiri. Tidak hanya itu, bahkan Dia Kuasa pula Mematikan Nya, dan
.....kelak akan membangkitan untuk dimintai pertanggung jawabannya.
Kemudian
untuk apa manusia dicipta dan dipelihara Nya ?, pasti ada tujuan di balik
penciptaannya, bagi yang beriman jelas tahu
jawabannya :
“ .....yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..... “.
Betapa rugi dan sia sia yang bersusah payah menggeluti hidup, namun tidak tahu
untuk apa dia dihidupkan, walaupun mungkin kesuksesan telah digapainya :
jabatan tinggi, harta melimpah, dan berbagai kenikmatan lainnya. Apalagi yang tidak berhasil menggapainya, betapa
kasihan hidupnya.
TERBATAS
Bahwa
kehidupan dunia pasti ada batas, ada akhirnya !, semuanya sudah sama faham, artinya apapun yang
dimiliki pasti tidak akan dinikmati selamanya, apapun jabatan yang dimiliki
pasti juga ada akhirnya paling tidak bergelar pensiunan.
Karena kekuatan akan melemah, menjadi
tua, kelemahan yang tak ada kekuatan dan tak berdaya, dan........pasti kematian akan menjemputnya.
UNTUK APA HIDUPNYA
Kemudian untuk apa kehidupan di dunia yang
telah diupayakan dengan susah payah, yang jelas tidak pasti tidak bisa lagi
membantunya.
Bukankah sejak kecil sampai dewasa, dituntutnya ilmu sejak
T.K..sampai perguruan tinggi dan yang berhasil bisa menyandang gelar sarjana. Kemudian bekerja, dan bisa menikmati kehidupan dunia beserta istri dan anak anaknya.
Kemudian
masa tua pasti akan menghadangnya dan kematian pasti akan menjemputnya. Jika sudah begini apa yang telah
diperbuatnya ?, akankah bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya ?.
Kemudian untuk
apa masa hidup yang telah dilauinya dengan bersusah payah ?. Betapa ruginya
yang tidak mempercayai hari kebangkitan, sehingga hidupnya tak meninggalkan
bekas yang berguna.
LEBIH BAIK AMALNYA
Bukankah pepatah mengatakan
gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang ( kulit ), nah
manusia yang lebih mulia ketika mati meninggalkan apa ?, semestinya
meninggalkan sesuatu yang tak kalah pentingnya dengan hewan, yakni sesuatu yang
bermanfaat, yang berguna.
Maka
sangat tepat bila Allah berfirman : ".....Supaya
Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya..... “.
Sesuatu
yang bermanfaat adalah amal baik, amal sholih, dengan berbuat baik akan
membuahkan bekas, baik di dunia maupun akherat.
DENGAN ILMUNYA
Bukankah
seseorang bisa pandai berkat amal sholih bapak ibu gurunya ?, bukankah orang
bisa mengenal agama berkat amal sholih para ustadz dan ustadzah ?.
DENGAN HARTA
Apalagi
yang benar benar faham hakekat harta, sehingga mau berjuang di jalan Nya,
dengan mewaqafkan tanah, rumah, untuk pembangunan sekolah, rumah yatim, rumah
sakit, betapa nikmatnya ketika meninggal dunia, karena baginya apalah gunanya
harta yang banyak, toh ketika mati tak akan dibawanya serta.
DENGAN HARTA DAN JIWA
Bukankah
para sahabat Nabi s.a.w. sampai rela berjuang dengan harta bahkkan nyawanya,
karena faham bahwa agama harus diperjuangkan agar manusia punya pegangan, agar
hidupnya tak sia sia.
Begitu hebatnya para sahabat memanfaatkan hidupnya
sehingga agama Islam tetap tegak hingga sekarang dan kita bisa mengenyam manfaat
perjuangannya, semangat jihadnya dalam menegakkan agama.
KEBAIKAN DAN DOSA
Akhlak
yang baik merupakan bentuk berbuat baik, yang jelas akan membawa manfaat, beda
dengan dosa yang bisa membuat jiwa jadi risau, yang membuat jiwa tak tenang,
jiwa jadi resah.
Dari
An Nawwas bin Sam’an r.a. berkata : “ Saya menanyakan tentang kebaikan dan dosa
kepada Rasulullah s.a.w. kemudian beliau menjawab : “ Kebaikan adalah akhlak
yang baik dan dosa adalah sesuatu yang merisaukan hatimu dan kamu tidak senang
bila hal itu diketahui orang lain “. ( H.R. Muslim )
SEBAIK BAIK MANUSIA Maka
beruntung yang memahami hakekat hidup sehingga diisinya dengan kesholihan,
dengan berbuat baik.
Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Sebaik baik manusia adalah
yang panjang umurnya dan baik amalnya, dan sejelek jelek manusia ialah yang
panjang umurnya dan jelek amalnya “. ( H.R. Ahmad )
Dengan memperbanyak amal sholih betapa
nikmatnya, karena termasuk sebaik baik manusia.
DI SYURGA
BERSAMA RASULULLAH
Begitu banyak bidang kebaikan, termasuk menyantuni anak yatim
sehingga kelak berada di syurga berdekatan dengan Nabi.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda :
“ Orang yang menanggung anak yatim, baik anak yatim itu saudaranya sendiri
maupun orang lain, maka saya dan orang yang menanggungnya itu berada di syurga
seperti dua jari ini “. Perawi hadits ini yakni Malik bin Anas mengatakan bahwa
beliau berisyarat pada jari telunjuk dan jari tengah “. (
H.R. Muslim )
SETINGKAT AHLI IBADAH
Begitu tinggi penghargaan bagi yang melakukan kebaikan yang merupakan manifestasi akhlak atau budi pekerti sampai bisa mengejar ke tingkat derajat ahli ibadah.
Dari ‘Aisyah r.a. berkata : “ Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Sesungguhnya orang mukmin dengan budi pekertinya yang baik dapat mengejar derajat orang yang selalu berpuasa dan sholat malam “. ( H.R. Abu Dawud )
BAGAI BERJUANG DI JALAN ALLAH
BAGAI BERJUANG DI JALAN ALLAH
Mengurus janda dan orang miskin termasuk bidang kesholihan juga, begitu
tinggi nilainya sehingga dikatagorikan berjuang di jalan Allah, dianggap
seperti orang yang selalu aktif melakukan sholat tahajjud dan aktip berpuasa.
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “
Orang yang mengurusi janda dan orang miskin adalah bagaikan orang yang berjuang
pada jalan Allah “. Dan kalau tidak salah beliau bersabda pula : “ Dan seperti
orang yang selalu sholat malam yang tidak pernah letih, dan seperti orang yang
puasa tidak pernah berbuka “. ( H.R. Bukhari Muslim )
KISAH
TAULADAN
IMAM MALIK BIN ANAS
MENOLAK MENGAJAR DI KELAS EKSEKUTIF
Menuntut ilmu merupakan keharusan bagi seorang Muslim,
agar hidupnya tak salah arah, “ Barang
siapa menghendaki dunia hendaklah dengan ilmu, barang siapa menghendaki akherat
hendaklah dengan ilmu, barang siapa menghendaki keduanya hendaklah dengan ilmu
pula “, demikian bunyi kata berhikmah.
Dalam menuntut
ilmu ada etikanya, ibarat minum yang berhajat harus mendatangi sumber atau tempat
minumnya, bukan sebaliknya.
Demikian pula dalam menuntut ilmu, murid yang harus mendatangi
guru, bukan guru mendatangi muridnya.
Imam Malik bin Anas dikenal sabagai seorang ulama besar
dan terkenal, tentunya sangat memahami liku liku dalam menuntut ilmu.
Suatu
kali Harun sultan Ar Rasyid menunaikan ibadah haji, kemudian mengunjungi Madinah dan
sangat berkeinginan bertemu dan belajar dari Imam Malik bin Anas yang terkenal
tentang keluasan ilmu dan wawasannya.
Kemudian dia
mengirim utusan untuk menyampaikan keinginannya dan memohon agar Imam Malik bin
Anas berkenan sudi menemuinya.
Walau yang
membutuhkan adalah seorang sultan, Imam Malik bin Anas tidak merasa perlu memenuhi panggilannya,
seraya menyampaikan pesan kepada Amirul Mukminin melalui utusannya, bahwa
seorang penuntut ilmu harus datang mencari ilmu, bukan ilmu yang mendatangi
seseorang.
Khalifah Harun ar Rasyid menuruti
permintaannya dan mengunjungi Imam Malik di
kediamannya, tetapi dia meminta agar majelis ilmunya kosong dari orang lain.
Imam
Malikpun spontan menolak permintaannya dan membiarkan majelisnya tetap berjalan
seperti biasa, seraya berkata : " Apabila ilmu tidak diberikan
kepada umum maka tidak ada gunanya di dalamnya bagi orang elite ! ".
Begitu teguh pendirian imam Malik bin Anas dalam memegang prinsip, baginya
walau seorang sultan tetap diperlakukan sebagai murid biasa, beliau tidak
membeda bedakan dengan murid lainnya, begitu adil sikapnya, begitu mulia ahlaknya,
sehingga harga diri dan kehormatannya sebagai ulama tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar