Minggu, 14 September 2014

DUTA NABI MENGHADAP KAISAR ROMAWI




DUTA NABI MENGHADAP KAISAR ROMAWI

“ Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
 bantahlah mereka dengan cara yang baik .....“.
 ( Q.S. An Nahl 125 )
                
Dalam mengembangkan agama Islam, Rasulullah s.a.w. sangat bijaksana strateginya, disamping dengan ajakan dan ketauladanan, juga berkirim surat lewat duta yang ditunjuknya. Salah satunya surat yang dikirim ke kaisar Rumawi ( Heraclius ). 
Penyerahan surat dan dialog dengan Kaisar dikisahkan oleh Abu Sufyan.    
PENYERAHAN SURAT
Dari Ibnu Abbas r.a. katanya : “ Abu Sofyan mengisahkan kepadanya dari lesan Abu Sofyan sendiri kisah sebagai berikut : “ Pada masa berlangsungnya perjanjian damai antara aku dengan Rasulullah s.a.w. aku pergi berniaga ke Syam.
Ketika aku sedang berada disana, disampaikan orang sepucuk surat dari Rasulullah s.a.w. kepada Kaisar Heraclius, penguasa agung Rumawi. Yang membawa surat adalah Dihyah Al Kalbi kemudian disampaikan kepada pembesar Bushra, kemudian pembesar Bushra menyampaikannya kepada Kaisar Heraclius.
DIALOG
Tanya Heraclius : “ Adakah disini orang orang dari bangsa laki laki yang menda’wakan dirinya menjadi Nabi itu ? “, jawab mereka : “ Ada “. Kemudian saya ( Abu Sofyan ) dipanggil mereka menghadap Heraclius bersama beberapa orang Quraisy kawan kawanku, kami masuk dan duduk dihadapan baginda. Heraclius bertanya : “ Siapakah diantara kalian yang dekat pertalian darahnya dengan orang yang menda’wahkan dirinya menjadi Nabi itu ? “, jawabku : “ Aku “. Kemudian mereka menyuruhku duduk kedepan, sedang kawan kawanku duduk dibelakangku.
LEWAT PENERJEMAH
Kemudian dipanggilnya penerjemah sambil berkata : “ Katakan kepada mereka bahwa aku ( Heraclius ) menanyakan kepada mereka tentang laki laki yang menda’wahkan dirinya sebagai Nabi, jika dia berdusta katakan dia dusta “. 
Kata Abu Sufyan : “ Demi Allah ! kalau aku tidak takut akan dicap pendusta sungguh telah kudustai dia “. 
BANGSAWAN BUKAN RAJA
Kemudian Heraclius berkata kepada penerjemah : “ Tanyakan kepadanya bagaimana kebangsaan orang itu dikalanganmu ? “, jawabku : “ Dia seorang bangsawan dikalangan kami “, ia bertanya lagi : “ Apakah dia keturunan raja ? “, jawabku : “ Tidak “. 
BUKAN PEMBOHONG
Tanyanya : “ Pernahkah kalian mengatakannya pembohong sebelum ia mengaku menjadi Nabi ? “, jawabku : “ Tidak “, tanyanya lagi : “ Siapakah yang jadi pengikutnya, orang orang orang besar atau rakyat kecil ? “. 
RAKYAT KECIL
Jawabku : “ Hanya rakyat kecil “, tanyanya : “ Apakah pengikutnya bertambah atau berkurang ? “, jawabku : “ Mereka selalu bertambah “. 
TIDAK ADA YANG MURTAD
Tanyanya : “ Adakah diantara pengikutnya itu orang yang murtad karena benci kepada agama yang dikembangkannya itu ? “. Jawabku : “ Tidak “. 
KADANG KALAH KADANG MENANG
Tanyanya : “ Pernahkah kamu berperang  dengannya ? “, jawabku : “ Ya pernah “, tanyanya : “ Bagaimana jalannya peperanganmu dengannya ? “. Jawabku : “ Peperangan kami berjalan silih berganti antara menang dan kalah, kadang kadang kami yang menang dia kalah, kadang kadang kami yang kalah dia yang menang “. 
TIDAK INGKAR JANJI
Tanyanya : “ Pernahkah dia inkar janji ? “, jawabku : “ Tidak bahkan kami sedang dalam masa perjanjian damai, yaitu tidak akan serang menyerang dengannya. Aku tidak tahu apa yang dibuatnya terhadap perjanjian itu “. Kata Sufyan selanjutnya : “ Demi Allah, tidak ada kalimat dapat kuucapkan selain dari pada itu “. Tanyanya : “ Adakah orang lain sebelum dia yang mengaku menjadi Nabi seperti dia pula ? “, jawabku : “ Tidak “.
MAKIN YAKIN
Kemudian dia berkata kepada penerjemahnya : “ Katakan kepadanya, kutanyakan kepadamu tentang bangsanya ( status sosial ), maka engkau katakan dia bangsawan, memang demikianlah halnya semua Rasul Rasul, mereka dibangkitkan dari kalangan bangsawan kaumnya “. Kutanyakan pula kepadamu : “ Apakah dia turunan raja, jawabmu tidak “. 
Kataku “ Jika bapak atau kakeknya yang menjadi raja, tentu dia ingin mengembalikan keuasaan nenek moyangnya “. Kutanyakan pula tentang pengikutnya, apakah terdiri dari rakyat atau orang orang besar, engkau jawab hanya terdiri dari rakyat kecil. 
Memang merekalah pengikut para Rasul. Kutanyakan pula pernahkah kamu menuduhnya sebagai pembohong sebelumnya, jawabmu tidak. 
Aku tahu dia tidak akan pernah berdusta terhadap manusia, apalagi berdusta terhadap Allah. Saya tanya kepadamu adakah pengikutnya yang murtad, karena setelah dipeluknya lalu dia membenci agama itu, jawabmu tidak. 
Memang begitulah halnya apabila iman telah tertanam dalam hati seseorang. Katanya pula apakah pengikutnya berkurang, jawabmu bahkan mereka selalu bertambah, ya seperti itulah iman hingga sempurna “. 
Katanya pula : “ Pernahkah kamu memeranginya, jawabmu memang kamu memerangi, dan peperangan berjalan silih berganti, kadang kadang menang dan kadang kalah. Memang demikianlah halnya para Rasul itu selalu diuji, namun demikianlah kemenangan terahir selalu berada difihak mereka. 
Kutanyakan pula : “ Pernahkah dia inkar janji “, jawabmu tidak pernah, memang demikianlah para Rasul tak pernah inkar janji. 
Kutanya pula engkau adakah orang lain sebelum dia yang mengaku menjadi Nabi seperti dia, jawabmu tidak, kataku kalau ada orang lain sebelumnya yang mengaku jadi Nabi seperti dia, mungkin dia hanya ikut ikutan dengan orang yang sebelumnya itu.
MEMBENARKAN KENABIAN
Kemudian dia bertanya : “ Apa saja yang diperintahkan kepadamu ? “, jawabku : “ Dia menyuruh kami sholat, membayar zakat, menghubungkan shilaturrahmi dan hidup suci “. 
Katanya : “ Jika yang kamu katakan itu benar semuanya, maka tak salah lagi orang itu sesungguhnya Nabi !. Aku tahu bahwa dia akan muncul, tetapi aku tidak menduga bahwa dia akan muncul di kalangan kalian. 
Kalaulah aku yakin bahwa aku dapat bertemu dengannya, aku memang ingin benar bertemu dengannya. Dan kalau aku telah berada didekatnya, akan kubasuh kedua telapak kakinya. Dan daerah kekuasaanya kelak akan sampai ke daerah kekuasaanku ini ! ”.
AJAKAN
Kata Abu Sufyan : “ Kemudian dimintanya surat Rasulullah s.a.w. tersebut kemudian dibacanya, didalamnya tertulis : “ Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad Rasulullah kepada Heraclius pembesar Rumawi. 
Berbahagialah orang yang mengikuti petunjuk. Kemudian aku mengajak anda masuk Islam, Islamlah anda niscaya anda selamat, Islamlah anda niscaya Allah akan memberi anda pahala berlipat ganda. Jika anda menolak maka anda akan memikul dosa seluruh rakyat anda. 
Hai ahli kitab marilah kita bersatu dalam kalimat yang sama antara kita semua, yakni bahwa kita tidak akan menyembah selain hanya kepada Allah semata mata, tidak akan menyekutukan Nya dengan sesuatu yang lain, dan tidak menjadikan sebagian kita menjadi Tuhan sebagian yang lain, kecuali hanya Allah semata mata !
Jika mereka menolak maka katakanlah kepada mereka : Saksikanlah bahwa kami adalah orang orang Muslim “.
TA’KJUB
Setelah Heraclius membaca surat, terdengar suara heboh disekitarnya. Dia memerintahkan kami agar keluar, sampai diluar aku berkata kepada kawan kawanku : 
“ Sungguh luar biasa urusan Ibnu Abi Kabsyah ( panggilan Nabi ), sehingga dia ditakuti oleh raja bangsa kulit kuning. Karena itu aku senantiasa yakin bahwa agama Rasulullah s.a.w. ini pasti menang, sehingga ahirnya Allah memasukkan Islam kedalam hati sanubariku “. ( H.R. Muslim ) 
Demikianlah da’wah Nabi lewat surat, karena kebijakan isinya, sehingga membuat Kaisar Rumawi yakin akan kebenaran misi ajaran agama yang dibawa Nabi.  
Lebih lebih diperkuat kesaksian tentang ketinggian ahklaknya oleh para nara sumber, yang memberikan testimoninya secara jujur dan meyakinkan.


    KISAH TAULADAN
WAFAT DENGAN JARI MENUNJUK KEATAS
            
Dari Ja’far bin Aslam berkata : “ Tatkala kaum muslimin berada di tengah medan perang Yamamah, yang pertama kali menjadi kurban adalah Abu Uqail. Dia terkena panah pada bagian antara kedua bahu dan dadanya, tetapi tidak sampai meninggal dunia.
Kemudian panah dicabutnya, di siang hari tangan kirinya terasa lemah, kemudian dibawa kedalam kemah.           
Ketika peperangan makin memanas, umat Islam mengalami kekalahan, sementara Abu Uqail masih dalam kondisi lemah karena lukanya, tiba tiba ia mendengar Ma’n bin Addy menjeru : “ Wahai kaum Anshar, mohonlah pertolongan kepada Allah, seranglah musuhmu ! “.
Ibnu Umar berkata : “ Setelah mendengar seruan, Abu Uqail berdiri untuk menemui kaumnya. Maka aku bertanya : “ Apa yang kamu inginkan ?, kamu tidak harus  ikut menyerang “.
Abu Uqail menjawab : “ Tadi aku mendengar seseorang memanggil namaku “. Aku katakan kepadanya : “ Yang memanggil mengatakan wahai orang Anshar, bukan memanggil wahai orang yang terluka ! “.
Abu Uqail berkata : “ Aku termasuk orang Anshar oleh karena itu aku harus menyambut seruannya sekalipun dengan merangkak “, jawabnya dengan semangat.
Dengan sigapnya Uqail mengenakan sabuk dan mengambil pedang sambil berseru : “ Wahai kaum Anshar, seranglah musuh sebagaimana dalam perang Hunain, bersatulah kalian semoga Allah melimpahkan Rahmat kepadamu. Majulah kemedan perang karena kaum Muslimin itu bersembunyi, hanya sekedar memperdaya musuh, giringlah musuhmu sehingga masuk kedalam kebun, kemudian membaurlah dengan mereka dan gunakan pedang kalian untuk menebas mereka ! “.
Aku perhatikan tubuh Abu Uqail, ternyata tangannya penuh luka dan terlepas dari bahunya, pada tubuhnya terdapat 14 luka yang menyebabkan ia meninggal dunia. Saat itu bertepatan dengan terbunuhnya musuh Allah yakni Musailamah si Nabi palsu.
Aku berada di sisi abu Uqail ketika ia menghembuskan nafasnya yang terahir, aku memanggil namanya : “ Wahai Abu Uqail “, ia menjawab : “ Labbaik “, dengan suara terbata bata ia bertanya : “ Siapa yang kalah ? ”, aku menjawab : “ Bergembiralah musuh Allah telah terbunuh ! “
Kemudian ia menunjuk kelangit dengan jarinya sambil memuji Allah, diikuti  dengan hembusan nafasnya yang terakhir.
Demikian hebat semangat jihad Uqail, sehingga terus dan tetap berjuang walau tubuhnya penuh luka, demi tegaknya kalimat tauhid, kalimat tertinggi di sisi Nya. 
Ya Allah ampuni dosanya dan masukkan kedalam syurga Mu yang penuh kenikmatan. Amiin
              


Tidak ada komentar:

Posting Komentar