MEMPERTAJAM
HATI
“
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri ( dengan
beriman ), dan dia ingat nama
Tuhannya, kemudian
dia sholat. Tetapi kamu ( orang orang
kafir )
memilih kehidupan duniawi, sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal “.
( Q.S. Al A’laa 14-17 )
Tubuh
manusia terdiri dari jiwa dan raga, karena raga atau tubuh ujudnya jelas, maka
banyak yang faham dalam merawatnya : Rambut agar terawat dicuci dengan sampo dan pomade, wajah agar
bersih dirawat dengan pencuci wajah atau perawatan muka, badan agar bersih
dicuci dengan sabun mandi, ketiak agar wangi diusap deodorant dan sebagainya.
Demikian teliti manusia dalam merawat tubuhnya.
Namun
bagaimana dalam hal merawat jiwa, nah disini banyak yang lupa dan
menterlantarkannya, karena jiwa bersifat abstrak, sehingga hati jadi mudah merana,
mudah resah, mudah tertekan, mudah kecewa, karena tidak dirawat dan dipelihara.
MERAWAT
JIWA
Maka
Allah Yang Maha Tahu segalanya mengingatkan dengan firman Nya :
“ Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri “, membersihkan diri artinya mensucikan jiwa, dengan beriman
dan selalu ingat pada Tuhannya : Dengan melaksanakan apa yang diperintah dan
menjauhi apa yang dilarang Nya.
Jiwa atau
hati sama halnya dengan tubuh perlu dirawat dan dipelihara juga, agar jiwa jadi
sehat, jadi tenang. Betapa nikmatnya hidup bila memiliki jiwa yang tenang.
FITHRAH
JIWA
Hati yang
tenang dan bahagia menjadi dambaan siapa saja, namun banyak tak tahu arah dalam
menggapainya, padahal agama telah memberi jalan keluarnya, namun karena manusia
terlalu cintanya pada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya sehingga lupa pada
firman Nya, yang jelas mutlak kebenarannya :
“ Orang
orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah.
Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenang “. (
Q.S. Ar Ra’du 28 )
Ketenangan
hati bukan karena berlimpahnya harta, bukan kerena tingginya jabatan, bukan
pula karena titel yang disandangnya, bukan juga karena kecantikan isterinya.
Namun Hati atau jiwa akan tenang dan bahagia bila sering diajak
mengingat Sang Pencipta Nya ( dzikir ).
MEMFUNGSIKAN
HATI
Ibarat pisau agar tajam perlu
diasah, demikian pula halnya dengan hati atau jiwa, perlu juga dipertajam agar
peka.
“ Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk ( isi neraka
jahannam )
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami ( ayat ayat
Allah )
dan mereka mempunyai mata ( tetapi )
tidak dipergunakannya untuk melihat ( tanda tanda
kekuasaan Allah ),
dan mereka mempunyai telinga ( tetapi )
tidak dipergunakannya untuk mendengar ( ayat ayat
Allah ).
Mereka
itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang orang
yang lalai “. ( Q.S. Al A’raaf 179 )
Jiwa diasah
dan dipertajam dengan memahami firman Allah ( textual, ayat Al Quran ), bahkan tidak
hanya memahami ayat ayat textual saja, namun jiwa harus difungsikan juga : Ketika
melihat keindahan bentuk dan beraneka macamnya ikan, burung, bunga, buah
buahan, gunung dan aliran sungainya, hutan belantara beserta marga satwanya (
ayat kauniah ), maka jiwa harus ikut merasakan dan merenung dengan mengingat
betapa Besar dan Pandai Sang pencipta Nya. Lebih lebih yang menciptakan mata
dengan perlengkapannya yang cukup canggih, sehingga bisa melihat pemandangan
yang indah, bayangkan betapa susah dan merananya bila tidak bisa melihat alias
buta ( tuna netra ), Subhaanallah.
Ketika
mendengar kicau burung, gemericik air sungai atau air terjun, deburan ombak di
pantai, alunan musik, maka jiwa harus diajak serta menyelami dan merasakan
kebesaran Sang Pencipta yang telah menciptakan telinga dengan systim audionya
yang canggih, sehingga bisa mendengar dan menikmati merdu dan indahnya suara,
bayangkan betapa menderita dan tersiksa bagi yang tidak bisa mendengarnya (
tuna rungu ), Subhaanallah.
Dengan
mengaktifkan jiwa, selalu mengingat dan mengembalikan kepada Sang Pencipta Nya,
maka dalam jiwa akan timbul rasa syukur dan puas, dengan demikian jiwa makin bening,
makin bersih, makin peka, makin tajam, sehingga mudah diajak ke arah yang benar,
karena hatinya telah terbuka tajam, peka lantaran jiwa yang bening penuh ketenangan
sehingga jadi tajam melihat kebenaran.
Tidak
hanya mata dan pendengaran saja, namun ketika mencium,
meraba dan merasa, jiwa harus ikut pula merasakan betapa nikmatnya ketika
indera pencium ( hidung ), peraba ( kulit ) dan perasa ( lidah ) berfungsi
dengan baik. Maka akan timbul rasa
syukurnya kepada yang Maha Kuasa, dengan demikian jiwa makin tenang, nyaman
dan bahagia dibuatnya.
Ingat
tatkala terserang flu, berakibat hidung tersumbat, tidak bisa merasakan bau
masakan, lidah pun tak bisa merasakan
nikmatnya masakan, betapa tersiksanya ?.
Dengan
mengajak jiwa selalu mengingat karunia Yang Maha Kuasa, Sang Maha Pencipta,
jiwa makin tajam, makin meningkat kuwalitasnya.
Jauh beda
dengan hati yang tertutup dan beku, berakibat sulit diajak kejalan yang lurus
karena tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah, karena terlalu cenderung
dan cintanya pada dunia dan selalu memperturutkan hawa nafsunya.
MEMPERTURUTKAN HAWA NAFSU
Bila jiwa
mau tunduk pada firman Allah, maka derajatnya akan menjadi tinggi, namun bila
sebaliknya dan memperturutkan hawa nafsunya akan jadi hina, sehingga diumpamakan
seperti anjing yang menjulurkan lidahnya.
“ Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan ( derajat ) nya dengan ayat ayat itu, tetapi dia cenderung
kepada dunia dan memperturutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya ( juga ). Demikian Itulah perumpamaan orang orang yang mendustakan ayat ayat Kami. Maka ceritakanlah ( kepada mereka ) kisah kisah itu agar
mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang orang yang mendustakan ayat ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat dzalim “. ( Q.S. Al A’raaf 176 – 177 )
JIWA
YANG TENANG
Jiwa yang selau ingat pada
Tuhan Nya akan menjadi bersih dan tenang, kelak akan menghadap Allah dalam
keadaan tidak hina.
“ Dan janganlah Engkau
hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, ( yaitu ) di
hari harta dan anak laki laki
tidak berguna, kecuali orang orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih “. ( Q.S. As Syu’araa’ 87-89 )
Jiwa yang
tenang kelak akan dipanggil dengan hati yang puas dan diridloi Allah, dan
dimasukkan kedalam syurga Nya.
“ Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai Nya. Maka masuklah
ke dalam jama'ah hamba hamba Ku,
masuklah ke dalam syurga Ku “. ( Q.S. Al Fajr 27-30 )
Semoga
Allah selalu memberikan petunjuk Nya agar selalu mengingat kepada Nya, Amiin.
KISAH
TAULADAN
KARROMAH IMAM ABU HANIFAH
Yazid bin Al Kumaid berkata : ”
Abu Hanifah adalah seorang yang taqwa kepada Allah. Suatu saat ketika Ali bin
Al Husain, mengimami kami dalam sholat Isya’, beliau membaca surat Al Zalzalah, sementara imam Abu
Hanifah menjadi makmum.
Seusai sholat, para jama’ah pada pulang kerumah masing
masing, sedang aku melihat imam Abu Hanifah masih berdzikir sambil menarik
nafas.
Kemudian aku segera beranjak pulang dan meninggalkan
masjid, agar beliau tidak terganggu
dengan kehadiranku, sementara lampu minyakku yang tinggal sedikit kutinggal
dalam masjid untuk penerangan dalam masjid.
Menjelang
fajar aku datang lagi ke masjid, aku melihat imam Abu Hanifah sedang sholat,
seusai sholat beliau memegang jenggotnya sambil berkata : ” Wahai Dzat yang
membalas kebaikan sebesar biji sawi dengan kebaikan, Wahai Dzat yang membalas
keburukan sebesar biji sawi dengan keburukan, jauhkanlah An Nukman hambamu ini
dari api neraka dan dari perbuatan buruk yang mendekatkan kepada api neraka.
Masukkanlah ia ke dalam rahmat Mu yang sangat luas “.
Kemudian aku mengumandangkan adzan, tiba tiba lampu
minyak itu menyala terang sehingga menerangi imam Abu Hanifah yang sedang
berdiri melaksanakan sholat.
Ketika aku menemui beliau, beliau bertanya : “ Apakah
engkau ingin mengambil lampu minyak itu ? “. Aku menjawab : “ Aku tadi telah
mengumandangkan adzan sholat Shubuh “, beliau berkata : “ Rahasiakan apa yang
kamu lihat ! “. Kata kata ini menujukkan bahwa beliau khawatir bila karromahnya
( kemulyaan ) tersiar dan membuat ujub diri beliau.
Imam Abu Hanifah kemudian sholat sunnah dua rekaat,
kemudian duduk sehingga aku mengumandangkan iqomah
Kemudian beliau sholat bersama kami dengan wudlu yang
beliau gunakan ketika sholat Isya’ semalam ( sejak sholat Isya’sampai shubuh
beliau tidak batal wudlu ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar