Selasa, 30 September 2014

KELUH KESAH MENGOTORI JIWA



KELUH KESAH MENGOTORI JIWA

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa apa (yang tidak mau meminta), dan orang orang yang mempercayai hari pembalasan “.  ( Q.S. Al Ma’arij 19-26 )
                
Sudah menjadi tabiat manusia bahwa maunya hidup dalam keadaan enak terus, senang terus, sehat terus, kaya terus, tanpa mau ada resiko yang menghadangnya, begini memang tabiat manusia mau enaknya saja.
Maka firman diatas dengan tepatnya mengungkap tabiat manusia yang sangat lemah sikapnya, suka berkeluh kesah dan bakhil.

BERNASIB JELEK KELUH KESAH
Bayangkan ketika cuaca panas menyengat, mereka sama sambat : “ Betapa panas cuacanya, alangkah nyamannya bila hujan “.
Namun apa yang terjadi bila benar benar turun hujan, justru mereka tidak bersyukur bahkan berkeluh kesah lagi sambil berkata dengan kesalnya : “ Hujan teruuus, jemuran tidak kering kering, jalanan pada banjir, susah deh bila hujan tidak berhenti “. Aneh kan sikapnya ?.
Apalagi bila tertimpa sakit, keluh kesahnya makin seeruuu : “ Sakit flu ndak sembuh sembuh, hidung terasa buntu, kepala terusan ngilu, o alaaah nasibmu ! “. Namun ketika sembuh, tahu ?, apakah dia merasa sehat, merasa sembuh, oooh tidak !, justru seolah cuek dengan kesehatan yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Itulah tabiat manusia.

BILA ENAK BAKHIL
Karena Kemurahan dan Kasih Sayang Nya, manusia selalu diberi segalanya, dijaga Nya, diurusnya terus menerus, bahkan tanpa kantuk dan tidur.
Allah tidak ada Tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan Nya apa yang di langit dan di bumi....”.
( Q.S. Al Baqarah 255 )
Betapa sibuk Nya Allah mengurus makhluk Nya, namun akankah manusia sadar dan pandai bersyukur  kepada Nya ?. Justru yang terjadi sebaliknya, ketika nasib baik berfihak kepadanya, melupakan karunia Nya. Tahu ketika mendapat untung, mendapat rizki  justru banyak yang lupa sedekah, yang diingat hanya ketika rugi saja, dengan umpatan luar biasa. Itulah tabiat manusia.

TEKUN SHOLAT
Guna mengatasi tabiat yang lemah, suka resah dan sambat yang membahayakan kesehatan jiwa, terapinya hanya kembali kepada jiwa itu sendiri, resepnya dari Sang Pencipta jiwa itu sendiri, yakni dengan melaksanakan sholat secara kontinue ( dawam ).
Mengapa sholat ?, bukankah banyak yang melaksanakan sholat tetapi masih sering sambat dan resah ?, bahkan rakus, ketidak jujuran masih melekat dan menghiasi prilakunya, khianat tetap saja menjadi bawaannya, apalagi menipu, curang bahkan korupsi jadi langganannya, mengapa ?.

TIMPANG
Disini jelas bahwa walau ibadah sholatnya tekun dilakukannya, namun hanya sebatas olah tubuh belaka, hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja,  jiwanya tidak diikutkan sertakan. 
Memang sudah baik di satu sisi, namun di sisi lain ada ketimpangannya, sehingga jadi tidak balance, kurang seimbang. Dengan demikian ibadah sholatnya tidak membekas pada prilakunya, padahal seharusnya dengan melaksanakan sholat bisa tercegah dari perbuatan keji dan munkar.
“ Sesungguhnya shalat itu mencegah dari ( perbuatan perbuatan ) keji dan mungkar.. .....”.  ( Q.S. Al Angkabut 45 ). Begini akibat bila sholat tidak dilaksanakan secara utuh, sehingga sampai ada yang mengejek dengan tajamnya saking kesalnya : “ Percuma jungkal jungkel ( sholat ) tapi pancet ae kelakuane !  ( percuma jungkal balik namun tetap saja prilakunya ) “.
Beda dengan yang menyertakan jiwanya, karena meresapi  maknanya, sehingga prilakunya terkontrol karena membekasnya makna bacaan.

YANG MENGUASAI HARI PEMBALASAN
Bukankan dalam tiap rekaat sholat diwajibkan membaca surat Al Fatihah, mengapa ?, disini rahasianya, karena terdapat kalimat : “ Maaliki yaumiddiin ( yang menguasai hari pembalasan ) “, dimana kelak pada hari qiamat semua jin dan manusia pada diadili di mahkamah luar biasa yang adil dan telitinya, apalagi  Allah sebagai Penguasanya. 
Tidak ada yang bisa mengelak dari perbuatannya, anggauta tubuhpun ikut bicara sebagai saksi perbuatannya, bahkan Malaikat Raqib dan Atid sebagai pencatat data prilakunya pada melaporkan yang telah dicatatnya secara akurat.
Sehingga yang khusyu’ dalam sholatnya jelas kalimat tersebut akan membekas dalam kesehariannya, sehingga takkan sembrono dalam prilakunya, bahkan bekas tanda sujud nampak diwajahnya, nampak jernih, bening, cerah, murah cenyum, suka menyapa alias ramah tamah tampilannya, sejuk memang bagi yang melihatnya. Sifat dzalim pantangannya, karena selalu terbayang mahkamah luar biasa, Maaliki yaumiddiin, yang selalu dibaca minimal 17 kali dalam kesehariannya. 

HANYA KEPADAMU KAMI MENGHAMBA
Bukankah pada ayat ke 4 terdapat kalimat : “ Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in ( hanya kepada Mu kami beribadah / menghamba dan hanya kepada Mu kami meminta tolong ) “. 
Dari pernyataan ini bisa diambil hikmah,  bahwa hidup hanya untuk mengabdi kepada Nya, dengan demikian akan malu bila berlaku curang, malu bila khianat,  malu ila dusta apalagi menipu, malu bila mencuri apalagi korupsi uang negara yang merupakan milik rakyat juga.

HARTANYA ADA BAGIAN TERTENTU
Bukankah dalam sholat berjama’ah diharuskan merapatkan shof, merapatkan barisan, artinya usai sholatpun kebersamaan harus tetap diujudkan, keperdulian harus diamalkan, termasuk sikap perduli kepada fakir dan miskin, ini bukti ujud sebagai hamba yang konsekwen melaksanakan sholat. Sehingga hablumminallah dan hablumminannas berjalan seimbang. Indah memang.

PERCAYA KEPADA HARI PEMBALASAN
Walau dalam sholat sudah terangkum kalimat Yang Menguasai hari Pembalasan, namun pada firman tersebut diatas Allah masih menyertakan kembali kalimat : “ Waalladziina yushoddiiquuna biyaumiddiin ( orang orang yang mempercayai hari pembalasan ), ini menujukkan betapa pentingnya mengontrol prilaku, sehingga tidak merugikan orang lain yang menyebabkan resiko diterimanya adzab di akherat kelak yang sangat sangat berat akibatnya.  
Bila resep sudah dilaksanakan, artinya melaksanakan sholat secara kontinue, tidak bakhil alias suka bersedekah kepada kaum dhu’afa dan tetap mengingat adanya hari qiamat, Insyaa Allah jiwa tidak mudah resah tak mudah berkeluh kesah.


KISAH TAULADAN
ENAK MISKIN SAJA AGAR TEKUN IBADAH
            
Di zaman Nabi s.a.w. hiduplah seorang sahabat yang tekun beribadah, Sa’labah nama panggilannya, hidup sangat miskin dalam kesehariannya, sholat berjama’ah tak pernah ditinggalkannya. 
Usai melaksanakan sholat berjama’ah pasti pulang dengan segera, keadaan ini terpantau para sahabat yang berada dibelakangnya. 
Melihat kebiasaan ini sahabat jadi penasaran dan melaporkan kepada Nabi s.a.w. dengan harapan agar memanggilnya, guna mendudukkan persoalannya. Agar tidak terjadi menambah dosa akibat membicarakan aibnya.
Suatu saat dipanggilnya Sa’labah oleh baginda Nabi s.a.w. sambil bertanya : “ Wahai Sa’labah mengapa engkau segera bergegas pulang setiap usai melaksanakan sholat wahai sahabatku ? “. 
Jawab Sa’labah sambil menundukkan wajahnya : “ Ya Rasulullah, bukannya aku segera pulang karena tak mau berdzikir kepada Allah, namun aku kasihan istriku “. “ Mengapa ? “, tanya Rasulullah s.a.w.
“ Karena aku hanya mempunyai selembar pakaian yang saya pakai ini untuk sholat, sehingga ketika istriku melaksanakan sholat dengan terpaksa bergantian memakainya, makanya saya segera pulang agar istriku bisa melaksanakan sholat tepat  waktu sebagaimana yang engkau fatwakan “.
Rupanya kemiskinan ini membuat istrinya usul agar Sa’labah minta dido’akan Nabi supaya kehidupannya agak sedikit meningkat. Atas usul istrinya Sa’ labah menemui Nabi s.a.w. minta dido’akan. Nabi s.a.w. bersabda : “ Sa’labah engkau enak dalam keadaan miskin saja agar bisa tetap tekun ibadah “. 
Namun rupanya dalam keseharian Sa’labah tidak betah, sehingga terus mendesak Nabi agar tetap mendo’akannya. Akhirnya Nabi s.a.w. mendo’akan dan memberinya sepasang domba, berkat do’a Nabi kambing berkembang pesat, sehingga Sa’labah terpaksa menggembalakannya keluar kota Madinah, yang menyebabkan sudah tidak nongol lagi sholat berjama’ah.
Akhirnya tibalah saat menunaikan zakat, namun ketika ditagih para sahabat utusan Nabi, Sa’labah rupanya enggan menunaikan, sehingga Nabi melaknatnya. Akhirnya jumlah kambing makin hari kian menyusut, bahkan Sa’labah meninggal mengenaskan di zaman kholifah Usman r.a.
Begini akibatnya bila lupa sholat, lupa sedekah bahkan melupakan kebangkitan di hari kemudian. Na’udzu billaahi min dzaalik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar