Rabu, 13 Agustus 2014

ALLAH KAGUM





                                         ALLAH KAGUM
                                               OLEH :  M. FARID ANWAR
           “ Dan orang orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman ( kaum anshor ) sebelum ( kedatangan ) mereka ( kaum muhajirin ), mereka ( anshor ) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka ( muhajirin ). Dan mereka ( anshor ) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa apa yang diberikan kepada mereka ( muhajirin ), dan mereka mengutamakan ( orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka dalam kesusahan dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung ”. ( Q.S. Al Hasyr 9 )
  Islam sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan,  bahkan sampai disangkut pautkan dengan keimanan dan hari kebangkitan.
    “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya suka memulyakan tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya suka menyambung persaudaraan ( shilaturrahim ). Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berbicara yang baik ( kalau tidak dapat ), maka lebih baik diam “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )                                                                   
MEMULYAKANTAMU                                                                                 
         Sisi kemanusiaan yang diajarkan adalah menghormati tamu. Mengapa agama sangat perhatian dalam memulyakan tamu ?, bukankah kehadirannya bisa mengganggu !.  
               Manusia adalah makhluk sosial artinya makhluk yang punya fithrah saling berhubungan, saling membutuhkan, saling tolong, sehingga tak akan bisa hidup sendiri tanpa berhubungan                                                                 
                Tanpa berpegang  ajaran agama,  manusia akan selalu mempertu                     rutkan hawa nafsunya, hanya mementingkan dirinya sendiri saja.
BERBAGAI MASALAH
            Tamu adalah orang yang datang kerumah, baik diundang maupun tidak, kehadirannya disebabkan berbagai kepentingan : Memenuhi undangan, sekedar shilaturrahim, ada yang menyampaikan persoalan ( curhat ), meminta nasehat dan saran, atau mungkin meminta sumbangan atau meminjam uang.
SERBA BERPAHALA
            Secara dhohiriah kedatangannya sangat mengganggu, betapa tidak ?, karena paling tidak menyita waktu, tenaga dan fikiran, setidaknya ada hidangan yang disajikan, ini bila berfikir secara keduniaan, namun beda bila disandarkan pada ajaran agama.
            Bayangkan ketika tamu datang, kemudian disongsong dengan senyuman saja sudah berpahala, karena senyum merupakan shodakoh. Mempersilahkan masuk dengan ramah merupakan bidang shodakoh juga. Apalagi dengan menghidangkan suguhan ala kadarnya juga shodakoh pula. Mendengarkan keluhan kemudian memberikan nasehat,  sehingga tamu pulang dengan perasaan lega. Apalagi ketika pulang diantar sampai kedepan rumah, akan menambah pahala karena memang Nabi mengajarkannya.
BEDA DI AMERIKA
            Orang barat dikenal dengan semboyannya time is money ( waktu adalah uang ), segala sesuatunya diukur dengan uang, jadi waktu bagi mereka sangat berharga. Maka jangan coba coba nyelonong bertamu tanpa janji terlebih dahulu di Amerika.
Pernah seorang dosen Indonesia menceritakan kisahnya ketika bertugas di Amerika beserta keluarga, selang berapa lama anaknya memperkenalkan calon pacar pilihannya seorang wanita Amerika, beberapa waktu kemudian tahu tahu sudah menikah, anehnya si dosen tanpa mengetahui siapa besannya, begini memang kehidupan ala Amerika.
Suatu saat sang dosen ingin berkenalan ke besannya, namun apa yang terjadi ?, si dosen hanya diajak bicara diluar tanpa dipersilahkan masuk kedalam rumah,  alangkah kaget dan heran si dosen jauh jauh datang untuk berkenalan demi menjaga kekeluargaan tahu tahu hanya dibalas dan diterima diluar rumah, subhaanallah demikian rendahnya budaya Eropah. Amerika yang katanya Negara maju dan Negara adi jaya, ternyata tak mengenal etika dan harkat manusia !. Begini akibat bila hidup hanya disandarkan dan diukur dengan dunia. Alangkah beda dengan nilai nilai yang diajarkan agama, yang mengajarkan juga kebutuhan jiwa, karena manusia pada hakekatnya tak hanya butuh masalah dunia saja, namun ketenangan jiwa juga.
Maka memulyakan tamu merupakan tuntunan, agar jiwa terpelihara dan sehat adanya. Dengan memulyakan tamu berarti jiwa ikut berbagi rasa, ada keperdulian, ada rasa cinta kasih pada sesama. Dengan demikian jiwa ikut tumbuh berkembang, akan membuahkan jiwa jadi tenang, bukankah ketenangan jiwa merupakan kebutuhan !.
Demikian halnya dengan Nabi dan para sahabat, begitu semangatnya mereka dalam memulyakan tamu, sehingga walaupun keadaannya susah namun tetap saja berusaha mengamalkannya.                    
KEDATANGAN TAMU
                        Dari Abu Hurairah r.a. katanya : “ Seorang laki laki datang kepada Rasulullah s.a.w. kemudian ia berkata : “ Aku dalam kesusahan hidup, maka beliau bawa orang itu ke rumah isteri beliau satu persatu menanyakan kalau mereka ada persediaan makanan. Para isteri beliau menjawab : “ Demi Allah yang mengutus anda dengan yang hak aku tak sedia apa apa selain air “. Demikian jawab mereka masing masing.
BERSIASAT
Kemudian beliau bersabda kepada para sahabat : “ Siapa bersedia menerima tamu malam ini ? niscaya dia diberi rahmat Allah Ta’ala “. Maka berdirilah seorang laki laki Anshar sambil berkata : “ Aku ya Rasulullah ! “. Maka dibawalah orang itu kerumahnya, dia bertanya kepada isterinya : “ Adakah engkau sedia makanan ? “. Jawab isterinya : “ Tidak ada kecuali makanan untuk anak anak “. Ia berkata : “ Bujuklah mereka dengan apa saja, bila tamu kita telah masuk, tunjukkan kepadanya bahwa kita makan bersamanya. Bila dia telah mulai makan berdirilah kedekat lampu kemudian padamkan ! “. Maka  duduklah mereka dan sang tamupun makan.
 ALLAH KAGUM
            Setelah shubuh sahabat tersebut bertemu dengan Nabi s.a.w. kemudian beliau bersabda : “ Allah kagum dengan caramu berdua melayani tamu tadi malam “. ( H.R. Muslim )                                                                               Lampu dipadamkan ketika mulai makan, maksudnya agar tak ketahuan kalau tuan rumah tak ikut makan, karena hanya berpura pura mengunyah makanan. 
TURUN WAHYU
            Begitu mulyanya sikap sahabat Nabi dalam memulyakan tamunya sehingga wahyu Allah pun turun : Dari Abu Hurairah r.a. katanya : “ Seorang laki laki Anshar kedatangan tamu dan bermalam dirumahnya. Padahal dia tidak mempunyai makanan selain makanan anak anaknya. Maka dia berkata kepada isterinya : “ Tidurkan anak anak dan padamkan lampu, sesudah itu hidangkan kepada tamu kita apa adanya “. Kata Abu Hurairah r.a. : “ Karena peristiwa itu maka turunlah ayat :Dan mereka lebih mementingkan tamu dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan… ( Q.S. Al Hasyr 9 ) “.  ( H.R. Muslim )


  KISAH TAULADAN
KETEGUHAN ABU DZAR
            Sekitar tahun 10 H. Abu Dzar Alghifari mendengar khabar tentang kesiapan pasukan Rumawi menyerang kaum Muslimin di Tabuk yang bertepatan dengan musim kemarau yang panjang. Sehingga ternakpun pada kekurangan makanan, karena dedaunan pada kekekerinngan.
            Keadaan ini sangat berpengaruh pada pasukan Islam, sehingga banyak diantara umat Islam yang enggan ikut berperang, maka turunlah ayat : “ …dan mereka berkata : “ Janganlah kamu berangkat ( perang ) dalam panas terik ini “, katakanlah ( Muhammad ) : “ Api neraka Jahannam lebih panas jika mereka mengetahui. Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan banyak menangis, sebagai balasan dari apa yang selalu mereka perbuat “.  ( Q.S. At Taubah 81-82 )
     Sementara Abu Dzar dirumahnya sedang asyik mempersiapkan perlengkapan perang dibantu isterinya. Tidak banyak perlengkapan yang dibawanya, hanya sebilah pedang, dua potong pakaian  dan sebuah tempat air minum. Seusai berkemas Abu Dzar keluar rumah menuju untanya yang terikat di halaman rumah, untanya nampak begitu kurus karena kurang makan dan minum.
            Kemudian istrinya bertanya : “ Bagaimana engkau bisa menunggang unta yang lemah dan kurus ini  wahai suamiku ? “. “ Aku sudah memberinya makan beberapa hari yang lalu “, jawab Abu Dzar sambil meletakkan barang bawaannya diatas punggung untanya.
           “ Tapi unta itu masih terlihat kurus, sedangkan jalan ke Tabuk itu amat jauh dan melelahkan, aku yakin unta ini takkan mampu sampai tujuan “, kata istrinya seolah menasehati.
           Mendengar kata kata istrinya yang cukup menyentuh, Abu Dzar menjawab dengan bijaknya : “ Apakah engkau ingin aku tidak mengikuti perintah Rasulullah ?, padahal saat ini beliau sedang mempersiapkan melawan pasukan Rumawi wahai istriku “.
       “ Sungguh bukan itu maksudku hai suamiku, aku hanya ingin mengingatkan kendaraan yang engkau pergunakan ini “, sela istrinya.              
    “ Apakah engkau tak mengetahui kalau banyak diantara umat Islam yang juga mengalami kesusahan ?, demi Allah mereka datang ke Rasulullah sambil menangis karena tidak memiliki bekal yang bisa dibawa, sedang mereka sangat ingin ikut berjuang bersama Rasulullah “.

             “ Tapi apakah unta ini sanggup membawamu ? “, kata istrinya. “ Apapun yang terjadi aku harus ikut “, kata Abu Dzar menggebu gebu. Kemudian dengan tangkasnya Abu Dzar naik kepunggung untan sambil berpamitan pada istri tercintanya, yang memandangnya sambil menggelengkan kepala melihat tekad sang suami tercintanya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar