ALLAH KAGUM
OLEH : M. FARID ANWAR
“ Dan orang orang yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman ( kaum anshor ) sebelum ( kedatangan )
mereka ( kaum muhajirin ), mereka ( anshor ) mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka ( muhajirin ). Dan mereka ( anshor ) tiada menaruh keinginan
dalam hati mereka terhadap apa apa yang diberikan kepada mereka ( muhajirin ),
dan mereka mengutamakan ( orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka dalam kesusahan dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
Itulah orang orang yang beruntung ”. ( Q.S. Al Hasyr 9 )
Islam sangat menghargai dan menjunjung tinggi
nilai nilai kemanusiaan, bahkan sampai
disangkut pautkan dengan keimanan dan hari kebangkitan.
“
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya suka
memulyakan tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaknya suka menyambung persaudaraan ( shilaturrahim ). Dan barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir hendaknya berbicara yang baik ( kalau tidak dapat ), maka lebih
baik diam “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )
MEMULYAKANTAMU
Sisi kemanusiaan yang
diajarkan adalah menghormati tamu. Mengapa agama sangat perhatian dalam memulyakan
tamu ?, bukankah kehadirannya bisa mengganggu !.
Manusia adalah makhluk
sosial artinya makhluk yang punya fithrah saling berhubungan, saling
membutuhkan, saling tolong, sehingga tak akan bisa hidup sendiri tanpa
berhubungan
Tanpa berpegang ajaran agama,
manusia akan selalu mempertu rutkan hawa nafsunya, hanya mementingkan
dirinya sendiri saja.
BERBAGAI MASALAH
Tamu adalah orang yang datang kerumah, baik diundang maupun tidak,
kehadirannya disebabkan berbagai kepentingan : Memenuhi undangan, sekedar
shilaturrahim,
ada yang menyampaikan persoalan ( curhat ), meminta nasehat dan saran, atau mungkin
meminta sumbangan atau meminjam uang.
SERBA BERPAHALA
Secara dhohiriah kedatangannya sangat mengganggu, betapa tidak ?,
karena paling tidak menyita waktu, tenaga dan fikiran, setidaknya ada hidangan
yang disajikan, ini bila berfikir secara keduniaan, namun beda bila disandarkan
pada ajaran agama.
Bayangkan ketika tamu datang,
kemudian disongsong dengan senyuman saja sudah berpahala, karena senyum
merupakan shodakoh. Mempersilahkan masuk dengan ramah merupakan bidang shodakoh
juga. Apalagi dengan menghidangkan suguhan ala kadarnya juga shodakoh pula. Mendengarkan
keluhan kemudian memberikan nasehat, sehingga
tamu pulang dengan perasaan lega. Apalagi ketika pulang diantar sampai kedepan rumah,
akan menambah pahala karena memang Nabi mengajarkannya.
BEDA DI AMERIKA
Orang barat dikenal dengan semboyannya time is money ( waktu adalah uang ), segala sesuatunya diukur
dengan uang, jadi waktu bagi mereka sangat berharga. Maka jangan coba coba
nyelonong bertamu tanpa janji terlebih dahulu di Amerika.
Pernah seorang dosen Indonesia menceritakan kisahnya ketika bertugas di
Amerika beserta keluarga, selang berapa lama anaknya memperkenalkan calon pacar
pilihannya seorang wanita Amerika, beberapa waktu kemudian tahu tahu sudah
menikah, anehnya si dosen tanpa mengetahui siapa besannya, begini memang
kehidupan ala Amerika.
Suatu saat sang dosen ingin berkenalan ke besannya, namun apa yang
terjadi ?, si dosen hanya diajak bicara diluar tanpa dipersilahkan masuk
kedalam rumah, alangkah kaget dan heran
si dosen jauh jauh datang untuk berkenalan demi menjaga kekeluargaan tahu tahu
hanya dibalas dan diterima diluar rumah, subhaanallah demikian rendahnya budaya
Eropah. Amerika yang katanya Negara maju dan Negara adi jaya, ternyata tak mengenal
etika dan harkat manusia !. Begini akibat bila hidup hanya disandarkan dan
diukur dengan dunia. Alangkah beda dengan nilai nilai yang diajarkan agama,
yang mengajarkan juga kebutuhan jiwa, karena manusia pada hakekatnya tak hanya
butuh masalah dunia saja, namun ketenangan jiwa juga.
Maka memulyakan tamu merupakan tuntunan, agar jiwa terpelihara dan
sehat adanya. Dengan memulyakan tamu berarti jiwa ikut berbagi rasa, ada
keperdulian, ada rasa cinta kasih pada sesama. Dengan demikian jiwa ikut tumbuh
berkembang, akan membuahkan jiwa jadi tenang, bukankah ketenangan jiwa
merupakan kebutuhan !.
Demikian halnya dengan Nabi dan para sahabat, begitu semangatnya mereka
dalam memulyakan tamu, sehingga walaupun keadaannya susah namun tetap saja
berusaha mengamalkannya.
KEDATANGAN TAMU
Dari
Abu Hurairah r.a. katanya : “ Seorang laki laki datang kepada Rasulullah s.a.w.
kemudian ia berkata : “ Aku dalam kesusahan hidup, maka beliau bawa orang itu
ke rumah isteri beliau satu persatu menanyakan kalau mereka ada persediaan
makanan. Para isteri beliau menjawab : “ Demi Allah yang mengutus anda dengan
yang hak aku tak sedia apa apa selain air “. Demikian jawab mereka masing
masing.
BERSIASAT
Kemudian
beliau bersabda kepada para sahabat : “ Siapa bersedia menerima tamu malam ini
? niscaya dia diberi rahmat Allah Ta’ala “. Maka berdirilah seorang laki laki
Anshar sambil berkata : “ Aku ya Rasulullah ! “. Maka dibawalah orang itu
kerumahnya, dia bertanya kepada isterinya : “ Adakah engkau sedia makanan ? “.
Jawab isterinya : “ Tidak ada kecuali makanan untuk anak anak “. Ia berkata : “
Bujuklah mereka dengan apa saja, bila tamu kita telah masuk, tunjukkan
kepadanya bahwa kita makan bersamanya. Bila dia telah mulai makan berdirilah
kedekat lampu kemudian padamkan ! “. Maka duduklah mereka dan sang tamupun makan.
ALLAH KAGUM
Setelah shubuh sahabat
tersebut bertemu dengan Nabi s.a.w. kemudian beliau bersabda : “ Allah kagum
dengan caramu berdua melayani tamu tadi malam “. ( H.R. Muslim
) Lampu dipadamkan ketika mulai makan, maksudnya agar tak
ketahuan kalau tuan rumah tak ikut makan, karena hanya berpura pura mengunyah
makanan.
TURUN WAHYU
Begitu mulyanya sikap
sahabat Nabi dalam memulyakan tamunya sehingga wahyu Allah pun turun : Dari Abu Hurairah r.a. katanya : “ Seorang laki laki
Anshar kedatangan tamu dan bermalam dirumahnya. Padahal dia tidak mempunyai
makanan selain makanan anak anaknya. Maka dia berkata kepada isterinya : “
Tidurkan anak anak dan padamkan lampu, sesudah itu hidangkan kepada tamu kita
apa adanya “. Kata Abu Hurairah r.a. : “ Karena peristiwa itu maka turunlah
ayat : “ Dan mereka lebih mementingkan
tamu dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan… ( Q.S. Al
Hasyr 9 ) “. (
H.R. Muslim )
KISAH TAULADAN
KETEGUHAN ABU DZAR
Sekitar tahun 10 H. Abu Dzar Alghifari
mendengar khabar tentang kesiapan pasukan Rumawi menyerang kaum Muslimin di
Tabuk yang bertepatan dengan musim kemarau yang panjang. Sehingga ternakpun
pada kekurangan makanan, karena dedaunan pada kekekerinngan.
Keadaan ini sangat berpengaruh pada
pasukan Islam, sehingga banyak diantara umat Islam yang enggan ikut berperang,
maka turunlah ayat : “ …dan mereka
berkata : “ Janganlah kamu berangkat ( perang ) dalam panas terik ini “,
katakanlah ( Muhammad ) : “ Api neraka Jahannam lebih panas jika mereka
mengetahui. Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan banyak menangis, sebagai
balasan dari apa yang selalu mereka perbuat “. ( Q.S. At Taubah 81-82 )
Sementara
Abu Dzar dirumahnya sedang asyik mempersiapkan perlengkapan perang dibantu
isterinya. Tidak banyak perlengkapan yang dibawanya, hanya sebilah pedang, dua
potong pakaian dan sebuah tempat air
minum. Seusai berkemas Abu Dzar keluar rumah menuju untanya yang terikat di
halaman rumah, untanya nampak begitu kurus karena kurang makan dan minum.
Kemudian istrinya bertanya : “ Bagaimana
engkau bisa menunggang unta yang lemah dan kurus ini wahai suamiku ? “. “ Aku sudah memberinya
makan beberapa hari yang lalu “, jawab Abu Dzar sambil meletakkan barang
bawaannya diatas punggung untanya.
“ Tapi unta itu masih terlihat kurus,
sedangkan jalan ke Tabuk itu amat jauh dan melelahkan, aku yakin unta ini
takkan mampu sampai tujuan “, kata istrinya seolah menasehati.
Mendengar kata kata istrinya yang cukup
menyentuh, Abu Dzar menjawab dengan bijaknya : “ Apakah engkau ingin aku tidak
mengikuti perintah Rasulullah ?, padahal saat ini beliau sedang mempersiapkan
melawan pasukan Rumawi wahai istriku “.
“ Sungguh bukan itu
maksudku hai suamiku, aku hanya ingin mengingatkan kendaraan yang engkau
pergunakan ini “, sela istrinya.
“ Apakah engkau tak mengetahui kalau banyak diantara umat Islam
yang juga mengalami kesusahan ?, demi Allah mereka datang ke Rasulullah sambil
menangis karena tidak memiliki bekal yang bisa dibawa, sedang mereka sangat
ingin ikut berjuang bersama Rasulullah “.
“ Tapi apakah unta ini sanggup
membawamu ? “, kata istrinya. “ Apapun yang terjadi aku harus ikut “, kata Abu
Dzar menggebu gebu. Kemudian dengan tangkasnya Abu Dzar naik kepunggung untan
sambil berpamitan pada istri tercintanya, yang memandangnya sambil menggelengkan
kepala melihat tekad sang suami tercintanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar