KEBAHAGIAAN HAQIQI
OLEH : M. FARID ANWAR
“ (yaitu)
orang orang
yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah
hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram “.
( Q.S. Ali Imran 28 )
Bahagia merupakan kepuasan puncak dalam hati, merupakan
dambaan tiap orang. Ketika seorang murid naik kelas, lulus
ujian, dia akan merasa bahagia. Lebih lebih kebahagiaan puncak akan terasa ketika
lulus menjadi sarjana.
Demikian pula ketika lamaran seseorang
diterima oleh calon mertua, betapa bahagianya, apalagi ketika telah terlaksana
ijab qabul dan walimatul ‘ursy (resepsi perkawinan). Lebih lebih ketika
dikaruniai seorang bayi yang lucu dan menggemaskan.
Seorang pengusaha akan merasakan pula
kebahagiaan, manakala perusahannya maju pesat dan meraup keuntungan luar biasa.
Seorang politisi akan bahagia bila bisa
menduduki posisi yang diidam idamkannya.
Kebahagian akan terasa pula bagi seorang
pejabat ketika naik pangkat, karena posisi makin keatas, sekaligus gaji ikut
meningkat.
Ketika seorang pemain bisa memasukkan bola
ke kandang lawan, betapa senang dan bahagianya, sehingga berjingkrak jingkrak
dengan puasnya, ditambah pula sorakan para suporter dan officialnya. Apalagi bila
sang pemain banyak mengumpulkan point karena banyak memasukkan bola, sehingga dinobatkan
sebagai pemain terbaik dan mendapat penghargaan plus uang, betapa bahagianya
dia termasuk keluarganya.
KEBAHAGIAAN SEMU
Kebahagiaan diatas hanya bersifat semu, artinya bersifat
sementara, tidak kekal. Beda dengan kebahagiaan di akherat yang bersifat luar
biasa nikmatnya dan kekal adanya, maka jangan coba coba mencari kebahagiaan
yang mutlak di dunia, pasti akan kecewa !.
Orang barat pada umumnya suka mencari
kebahagiaan dengan cara berpesta pora, berdansa dansi, menghamburkan dolar,
namun akankah puas dan bahagia ?.
Ternyata itu semua hanya kebahagiaan semu,
kebahagian sementara, kebahagiaan haqiqi tak dijumpai oleh mereka. Maka jangan
heran walau mereka berlimpah dolar, mereka pada mencari kebahagiaan dengan
caranya sendiri, ada yang mendirikan group pemuja setan, hidup dihutan dengan
cara telanjang, anehkan ?. Ini akibat bila tidak mengenal ajaran agama.
Ingat kasus Manlyn Monroe, Elvis
Presley, Bruce lee, Wetney Housten mereka para aktor dan aktress kaliber dunia,
walau nampak sukses dan bahagia, namun kecewa, tragisnya lagi mereka pada
mengakhiri hidup dengan cara .........bunuh diri !. Itulah kebahagiaan semu.
CONTOH KASUS
Sekitar
tahun tujuh puluhan di kota Surabaya terjadi peristiwa tragis, seorang
mahasiswa lulus dari gelar kesarjanaannya, saking senangnya segera pulang ingin
memberi tahu orang tuanya, namun takdir menentukan lain, sesampai di jalan Indrapura
terlindas truk. Itulah kebahagiaan yang hanya dirasakan dari kampus sampai
dijalan.
Demikian pula dengan perkawinan,
akankah kebahagiaannya akan abadi, bukankah banyak yang gagal dalam membina
rumah tangga ?, sehingga berakhir dengan percekcokan dan .........perceraian.
Demikian
pula dengan keberadaan bayi yang lucu dan menggemaskan, akankah terus bisa
memberikan kebahagiaan, satu saat bisa sakit, bahkan meninggal dunia. Atau
mungkin kelak ketika mencapai dewasa bisa juga menjadi ujian bagi si orang tua
karena prilakunya yang tidak terpuji dan mengecewakan ?.
Kebahagiaan seorang pengusaha pun
tak akan abadi, ketika perusahaannya ditimpa kerugian, hutang menumpuk,
perusahan disita, bahkan sampai berakhir meringkuk di balik jeruji besi, akibat
tidak bisa mengembalikan hutang.
Seorang politikus dan para pejabatpun
tidak akan mengenyam kebahagian abadi,
mana kala karirnya hancur karena ulahnya, bisa tersandung karena wanita, karena
memakai uang negara, sehingga menjadi incaran K.P.K. ( komisi pemberantasan
korupsi ). Bukankah sekarang sedang marak meriah kasus korupsi atau suap yang
melanda kaum politisi dan para pejabat di negeri ini, mulai bupati, gubernur, bahkan
sampai menteri juga para politisi, sehingga membuat K.P.K. kewalahan.
Bila sudah begini pupus sudah
kebahagiaan, berganti menjadi ketakutan, kekhawatiran, kekecewaan, keresahan
yang tidak hanya menimpa dirinya tetapi juga melanda seluruh keluarganya. Na’udzu
billaahi min dzaalik.
BERMACAM
KEBAHAGIAAN
Kebahagiaan ada dua macam, yang
bersifat individu ( perseorangan ) dan sosial. Yang individu hanya bersifat
mementingkan diri sendiri, artinya dia merasa puas dan bahagia hanya untuk kepentingan
dirinya, tidak perduli orang lain menderita, yang penting dirinya puas dan
bahagia.
Yang bersifat sosial lain lagi,
dia tidak hanya mementingkan kebahagiaan dirinya saja tetapi bagaimana orang
lain juga ikut merasakan bahagia.
KETENANGAN JIWA
Senang,
puas dan bahagia hanya bisa dirasakan oleh jiwa, kemudian di expressikan dalam
bentuk fisik : senyum, tertawa, berjingkrak jingkrak, meloncat, menjerit dan
sebagainya, bahkan ada juga yang lebih mulia dengan melakukan sujud syukur. Mengapa
bisa demikian ?, bukankah diantara fithrah jiwa, dia akan merasa senang dan
puas bila cita citanya tercapai.
14 abad yang
silam Allah telah menjelaskan secara mendasar, bahwa ketenangan jiwa ( bahagia ) akan diperoleh hanya dengan mengingat
Allah, makna mengingat artinya
selalu berpedoman pada tuntunan Nya,
pada aturan agama !.
BAHAGIA DAN KETENANGAN JIWA
Bahagia
memiliki makna sempit, artinya orang yang bahagia tidak mesti jiwanya tenang,
tetapi sebaliknya orang yang berhati tenang pasti merasa bahagia !.
Di tahun
ini ketika Idul Adha ( 2013 ), ada seorang pemulung bernama ibu Sahati ( warga
Bogor ) ikut berqurban dengan cara menyisihkan uangnya selama 7 tahun, betapa bahagianya ibu ini karena merasa
ikut dan bisa berqurban, walau secara fisik nampak menderita tetapi raut
wajahnya nampak segar dan tegar karena dalam jiwanya terdapat ketenangan.
Pada Idul adha yang lalu di Masjid
Istiqlal, dikejutkan pula oleh kehadiran seorang pemulung dikira akan meminta
daging qurban, e.... ternyata dia ingin berqurban, bahkan kambing yang
diserahkan justru 2 ekor. Dia merasa masa bertahun tahun hanya menerima saja.
Begitu mulia hatinya walau secara fisik nampak menderita, rambut beruban,
berpakaian apa adanya, namun dalam hatinya justru terdapat nilai nilai kemuliaan,
kebahagiaan dan ketenangan. Sehingga baginya “ lebih baik memberi dari pada menerima “, Subhaanallaah.
SAYANG MENYAYANGI
Prinsip dasar kebahagiaan semacam
ini telah diajarkan oleh Rasulullah s.a.w. 14 abad silam, prinsip yang
diajarkan berdasar rasa saling menyayangi.“
Sayangilah olehmu apa yang ada di bumi, maka akan menyayangimu apa yang ada di
langit “.
Demikian
mulia dan luasnya makna sabda beliau, dengan saling menyayangi yang di langitpun
( Allah dan para Malaikat ) akan menyayangi pula. Rasa kasih sayang di dunia berakibat
sampai menggerakkan yang dilangit. Kekuatan yang sangat luar biasa !, energi jiwa
yang kuat, jiwa yang sehat, merupakan kekuatan moral yang hebat dan luar biasa.
BERMANFAAT
Bahkan beliau juga mengajarkan “ Sebaik baik manusia ialah yang bermanfaat
bagi manusia yang lain “. Dengan prinsip ini, berarti membahagiakan orang
lain termasuk menjadi target, artinya ada keperdulian membahagiakan orang lain.
JIWA SEHAT
Pada tahun
1959 W.H.O. ( badan kesehatan dunia dibawah P.B.B. ) merumuskan 8 ciri jiwa yang sehat, diantaranya : 1.Dapat
memperoleh kepuasan dari
perjuangannya. 2. Merasa lebih puas
memberi dari pada menerima. 3.Dapat berhubungan dengan orang lain secara tolong
menolong dan saling memuaskan. 4.Mempunyai daya kasih sayang yang besar dan yang penting juga mempunyai
keinginan untuk disayangi. Bukankah 14 abad yang silam Al Quran sudah
menyampaikan. “ ......Dan
tolong menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, ......”. ( Q.S. Al Maidah 2 ) Dengan
demikian jelas, agama telah mengajarkan kebahagiaan yang haqiqi, kebahagiaan
yang berdasar pada jiwa yang sehat, yang tidak hanya mementingkan diri sendiri
namun juga berbagi dengan orang lain. Bahkan menjamin sampai ke kebahagian di
akherat yang luar biasa dan abadi. Semoga kita dapat meraup kebahagiaan haqiqi,
Amin.
KISAH TAULADAN
KAROMAH ALI R. A. KARENA AKHLAKNYA
Pribadi
para sahabat Nabi s.a.w. adalah sosok yang luar biasa hebatnya, termasuk
kemuliaan akhlaknya, di bawah ini adalah kisah ketinggian akhlak Ali bin Abi
Thalib, ketika dalam perjalanan menuju masjid.
Dengan
langkah tergesa gesa di kegelapan shubuh Ali bin Abi Thalib r.a. berangkat ke
Masjid guna berjama’ah bersama Rasulullah s.a.w.
Namun di
tengah jalan langkahnya terhambat oleh seorang lelaki tua yang berjalan
tertatih tatih dengan bantuan sebuah tongkat, sambil tangan kirinya menjinjing
lampu lentera untuk menerangi jalan.
Guna
menghormati orang tua tersebut, sebagai sikap tawadldlu’, Ali bin Abi Thalib
r.a.tidak ingin mendahuluinya, maka Ali r.a. berjalan dibelakangnya.
Karena
sikapnya ini, dia menjadi terlambat datang berjama’ah di Masjid, namun anehnya
setelah didepan Masjid orang tua tersebut tidak berbelok ke Masjid, bahkan
meneruskan perjalanannya, ternyata ooo...dia orang Nasrani.
Ketika
Ali r.a. memasuki Masjid, jama’ah dalam posisi sedang ruku’, Rasulullah s.a.w.
saat itu sengaja memperpanjang ruku’nya, agar Ali r.a. mendapat pahala
berjama’ah pada rekaat tersebut.
Seusai
sholat Ali r.a. bertanya kepada Rasulullah s.a.w. : “ Ya Rasulullah, mengapa
engkau memanjangkan ruku’mu, satu hal yang belum pernah kujumpai selama ini ?
“.
Rasulullah
s.a.w. menjawab : “ Saat ruku’ dan membaca do’a, sebagaimana biasanya aku akan
berdiri tegak, sebelum kepalaku terangkat, Malaikat Jibril telah mendahului menekan punggungku. Setelah cukup
lama menekan punggungku, aku baru bisa mengangkat kepalaku untuk membaca
i’tidal “.
Mendengar
penjelasan Nabi s.a.w. kemudian ganti Ali r.a. menjelaskan tentang kejadian
yang baru saja dialaminya ketika dalam perjalanan menuju ke Masjid.
Rupanya
Allah telah memberi isyarat kepada Rasulullah s.a.w. agar Ali r.a. bisa ikut
berjama’ah shalat shubuh bersama Rasulullah s.a.w.
Betapa besar dampak akibat Ali r.a.
bersikap tawadldlu’ kepada orang tua, sehingga yang di langitpun memberi
kemudahan kepada Ali bin Abi Thalib r.a.
Ini
terbukti ada riwayat lain yang sangat luar biasa dibalik keterlambatan Ali
r.a., saat itu Malaikat Mikailpun diperintah Allah untuk menahan lajunya
matahari, hanya agar Ali r.a. tidak ketinggalan sholat berjama’ah shubuh
bersama Rasulullah s.a.w..
Betapa
hebatnya berakhlak mulia sehingga Allah dan Malaikat Nya ikut turun serta
membantu Ali r.a. Subhaanallaah.
( Disunting
dan diedit dari “ Kisah kisah tauladan “. M.B.
Rahimsyah. A.R. penerbit karya agung )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar