Rabu, 13 Agustus 2014

MAKNA KAYA








MAKNA KAYA
OLEH :  H. M. FARID ANWAR
 “ Janganlah sekali kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang orang kafir bergerak ( kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka ) di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk buruknya “.                             ( Q.S. Ali Imran 196-197 )
         Manusia memiliki naluri mencintai harta, bahkan sangat kuat naluri untuk mengumpulkannya, sehingga tak ada puasnya. Kenyataan ini disampaikan Rasulullah s.a.w. secara gamblang sekitar 1400 tahun yang silam.         
HAUS AKAN HARTA
          “ Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Andaikata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah ( maut ). Dan Allah menerima taubat orang yang taubat kepada Nya “.                                        ( H.R. Muslim )
        Kiranya pernyataan Nabi s.a.w. ini tidak berlebihan, bukankah ketika manusia berusaha mulai dari bawah kemudian berhasil sampai mendirikan perusahaan, ia ingin terus berusaha mendirikan lagi yang lebih besar agar terus berkembang, bahkan meluas sampai mendunia. Ingat perusahaan minuman : Coca cola. Bidang makanan : K.F.C. Bidang kendaraan : Toyota, Mitsubisi, Honda. Bidang elektronik : Sony, Nasional dan sebagainya.
       Itulah naluri manusia dalam mengumpulkan harta, takkan ada puasnya kecuali sampai ajal menjemputnya !.    
MAKNA KAYA
        Orang banyak harta disebut kaya, namun batasan kaya sulit dicari patokan dan ukurannya, karena kaya bersifat relatif. Orang yang punya mobil biasanya disebut kaya, namun bagi pemilik mobil justru merasa belum kaya, bahkan  mungkin masih merasa belum apa apa, karena berpatokan dengan yang berada diatasnya, orang jadi heran orang kaya kok masih merasa belum punya ?, masih merasa belum apa apa !.
     Ternyata bila berpatokan pada materi sulit mengukurnya, karena memang tidak ada standard ukurannya, bahkan jiwa bisa dibuat merana dan kecewa !, namun bila mengacu pada jiwa maka akan ditemukan jawabannya, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi s.a.w. :     
       “ Dari Abu Hurairah r.a. katanya : Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Yang disebut kaya bukanlah kaya harta benda duniawi, tetapi yang dikatakan kaya ialah kaya jiwa “. ( H.R. Muslim )
       Ternyata ukurannya kembali kepada hati kepada jiwa yang bisa menjawabnya, dengan berpatokan pada jiwa, mensyukuri apa yang diperolehnya, dengan merasa puas dan ridlo kepada pemberi Nya, jiwa terasa puas dibuatnya. Ini makna kaya sesungguhnya !.
     Bukankah puas dan tidak puas ukurannya kembali kepada jiwa bukan pada materi belaka, dengan demikian bila berpatokan pada sabda Nabi s.a.w. maka  takkan kecewa dibuatnya, karena selalu merasa bersyukur terhadap apa yang telah diterimanya dari yang Maha Kuasa.
PERHIASAN DUNIA
  Ternyata ketidak puasan terhadap harta itulah penyebabnya, sehingga dicarinya dengan berbagai cara, halal haram tak diperdulikannya yang penting harta banyak diperolehnya.
      Ini yang menyebabkan keberkahan tak diperolehnya, padahal Allah sudah memperingatkan : “ Janganlah sekali kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang orang kafir bergerak ( kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka ) di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk buruknya “.
        Bahkan Nabi s.a.w. telah menjelaskan hakekat mencari harta : 
         Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a. katanya : “ Rasulullah s.a.w. berdiri kemudian beliau berpidato kepada orang banyak, sabda beliau : “ Demi Allah tidak ada yang aku hawatirkan terhadap kamu sekalian melainkan terhadap harta benda yang telah dikaruniakan Allah kepadamu sebagai perhiasan dunia “. Kemudian seorang laki laki bertanya : “ Ya Rasulullah adakah mungkin sesuatu yang baik mendatangkan bencana ? “. Mendengar pertanyaan itu Rasulullah s.a.w. diam seketika, kemudian beliau balik bertanya : “ Apa yang anda tanyakan ? “. Orang itu mengulang pertanyaannya : “ Adakah mungkin sesuatu yang baik mendatangkan bencana ? “. Jawab Rasulullah s.a.w. : “ Sesungguhnya sesuatu yang baik itu memang mendatangkan kebaikan. Tetapi apa yang kelihatan baik belum tentu selamanya baik. Rumput yang tumbuh di musim hujan kadang kadang dapat membunuh binatang ternak atau membinasakannya. Melainkan bagi yang memakannya hanya sampai kenyang, sesudah itu itu dia berhenti, kemudian menghadap matahari, buang air besar atau buang air kecil, sesudah itu baru ia makan kembali. Siapa yang memperoleh harta dengan jalan halal dia akan mendapat berkah dengan harta itu. Tetapi siapa yang memperolehnya dengan jalan tak halal maka contohnya seperti orang makan yang tidak pernah merasa kenyang “. ( H.R. Muslim )
BAROKAH
         Pada umumnya para pencari harta sama lupa pada hakekatnya, sehingga dalam mencarinya lupa pada barokahnya, lupa menyeleksinya, berakibat yang harampun dilanggarnya !, sehingga merusak tatanan, padahal disinilah letak kebarokahan, letak pahala yang mesti didapatkan !.
          Barokah adalah kelebihan yang banyak dari sisi Allah. Dengan barokah harta akan mendatangkan kenikmatan, ketentraman dan kebahagiaan. Tanpa barokah harta yang banyak justru mendatangkan bencana. Namun akibat kelalaian, karena hanya mencari kepuasan yang dikendalikan setan, nilai barokah semakin berkurang, bahkan jadi bencana, yang jelas dosa makin bertambah !.
TERMASUK BIDANG IBADAH
          Apakah lupa bahwa tujuan hidup adalah beribadah ?, termasuk dalam mencari harta. Bila prinsip ini jadi pegangan dan acuan, maka kepuasanlah yang akan dirasakan, walau mungkin dalam mengarungi perjalanan mengalami ketidak lancaran ( kegagalan ), ia tetap tegar dan takkan kecewa, karena faham bahwa dalam mencari harta hukumnya ibadah, artinya pahala tetap akan diterimanya !.
         Bahkan ia yakin semakin banyak hambatan semakin banyak pula pahala dan ampunan diperolehnya, buat dia harta nomor dua, yang penting dalam mencari harta berada dalam koridor ibadah. Ini untungnya bila memahami hakekat ibadah.
        Dengan demikian ukuran kaya miskin tak jadi masalah, yang penting terus dan terus berusaha mencari harta dalam rangka ibadah !.

        Ternyata kaya harta bukan jadi ukuran, namun kaya hati dan kebarokahanlah yang jadi ukuran, kebarokahan yang berdasar : Kejujuran, kebenaran, dan rasa syukur pada Sang Pemberi Nya !.                      



KISAH TAULADAN
MISTERI KEMATIAN
      Suatu saat Rasulullah s.a.w. memegang punggung Ibnu Umar sambil bersabda : “ Hendaknya hidup di dunia bagaikan orang asing atau perantau “.
Selanjutnya Ibnu Umar menanggapi sabda Nabi s.a.w. tersebut : “ Jika kamu berada di waktu pagi, jangan mengharap akan sampai sore hari. Dan pergunakan sehat untuk masa sakit, dan masa hidup untuk bekal mati “.
Tharik bin Ziad termasuk orang yang menghayati ucapan diatas. Ia memberikan semangat kepada prajuritnya yang telah menyeberangi selat Jabal Tarik ( dalam sejarah selanjutnya disebut Jibral Tar ), guna menghadang musuh.        Dengan suara lantang ia berseru : “ Saudara saudara lihatlah kapal yang kalian tumpangi telah terbakar hangus. Sekarang pilih satu diantara dua, maju menghadang musuh dengan mati syahid, atau mundur meninggalkan musuh tetapi mati konyol !. Ingat maju melawan musuh lebih baik dari pada mati konyol ! ".
Mendengar teriakan Tharik bin ziad seluruh prajurit Islam terbakar semangat jihadnya, mereka maju menghadang musuh kendati harus mengarungi  lautan. Akhirnya kemenangan berada ditangan kaum muslimin, yang hidup telah memanfatnya tenaganya guna tegaknya kalimat Syahadah, yang mati jelas syahid hukumnya. Kematian yang berharga disisi Allah Ta’ala, yang kelak akan dibalas dengan syurga yang penuh kenikmatan tiada batasnya.
  Adapula kisah kematian yang lucu di zaman khalifah Ustman bin Affan, dimana ada seorang beristeri dua, yakni Ibnu Hasan namanya, entah karena apa ia mecoba mengakhiri hidup dengan menggantung dirinya. Ketika tali sudah terlilit dilehernya, tiba tiba binatang buas menggigit kakinya, ia meraung sejadi jadinya, sambil berkata : “ Ya Allah inikah siksa Mu, belum lagi aku menggantung diri, Engkau sudah mengirim binatang untuk menggigitku, bagaimana pula rasanya seandainya aku mati dengan menggantung diri  ? “. 
   Walaupun Ibnu Hasan mencari kematian namun Allah belum juga mengizinkannya !. Justru diwaktu yang lain Ibnu Hasan meninggal ditangan seorang perampok, di saat ia tak menginginkan kematiannya.
  Itulah misteri mati, mati tak perlu dicari justru bekal matilah yang seharusnya dicarinya, dengan memanfaatkan waktu dan tenaga dikala ajal belum menjemputnya. 
  Dengan demikan kelak ketika ajal menjemputnya, kemuliaan akan didapatkannya, karena jasadnya akan diringi amalnya bahkan akan menemaninya  sampai ke alam kubur. Lebih lebih kelak balasan amalnya akan dinikmatinya di hari kebangkitan !.                  
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar