Sabtu, 30 Agustus 2014

BEGITU MULIA MENAFKAHI KELUARGA




BEGITU MULIA MENAFKAHI KELUARGA   

“.....Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
                                  ( Q.S. Al Baqarah 233 )
Begitu luas dan sempurna ajaran agama, sehingga mencari rizki termasuk tuntunannya, karena dengan rizki bisa menafkahi keluarga. 
Mencari rizki guna menafkahi keluarga begitu tinggi dan mulia nilainya dalam agama, karena termasuk bidang ibadah, asal didasari dengan niat dan cara yang benar.
Mendasari niat mengutamakan akherat, mendahulukan hal hal yang diridloi Allah ( jujur, amanah, menepati janji ), dan menjauhi apa yang dilarangnya  ( dusta, menipu, curang dalam timbangan dan sebangsanya ), merupakan perintah agama. Namun masalah dunia jangan sampai dilupakan. 
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu ( kebahagiaan ) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah ( kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di ( muka ) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan.  ( Q.S. Al Qoshosh 77 )
LEBIH BAIK
         Harga diri dijunjung tinggi dalam agama, sehingga pemberi dinilai lebih baik dari penerima, dan akan terjaga kehormatannya.   
   Alangkah tingginya nilai memberi, karena lebih baik dari yang menerima. Dari Abu Hurairah r.a.  dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “ Tangan yang diatas ( pemberi ) itu lebih baik dari tangan yang dibawah ( diberi ). Dan dahulukan orang menjadi tanggungannya. Sebaik baik baik shodaqoh adalah shodaqoh yang diberikan oleh orang yang mempunyai kelebihan. Barang siapa yang berusaha untuk menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya, dan barang siapa yang merasa dirinya cukup maka Allah akan mencukupkannya “. ( H.R. Bukhari )     
SHODAQOH
          Begitu mulia menafkahi keluarga sehingga dicatat sebagai shodaqah.
Dari Abu Mas’ud Al Badry r.a. dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “ Apabila seseorang menafkahkan hartanya untuk keperluan keluarganya, dengan mengharap pahala maka yang demikian itu akan tercatat sebagai shodaqoh baginya “.  ( H.R. Bukhari Muslim )
BERPAHALA
      Berbagai nafkah yang diberikan dalam rangka mencari ridlo Allah, termasuk yang diberikan kepada isteri akan mendapat pahala. 
         Dari Sa’ad bin Abu Waqqas r.a. ....Bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Sesungguhnya apa saja yang engkau nafkahkan yang engkau niatkan untuk mencari keridloan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala, termasuk apa yang kamu sediakan makan untuk isterimu “.  ( H.R. Bukhari Muslim )
MENGUTAMAKAN KELUARGA
          Harta yang disedekahkan kepada keluarga sangat besar pahalanya.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w.  bersabda : “ Satu dinar yang engkau nafkahkan pada jalan Allah, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya ialah dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu ! “. ( H.R. Muslim )  
BERDOSA
      Karena wajib dan pentingnya menafkahi keluarga, sehingga yang mengabaikannya akan  menanggung dosa.
      Nabi s.a.w. bersabda : “ Seseorang cukup berdosa bila ia menahan makanan yang harus diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya “.   ( H.R. Muslim ) 
       Maka sebagai suami hendaklah berhati terhadap nafkah keluarga, jangan sampai sembrono apalagi sampai menterlantarkannya. 
MALAIKAT MENDO’AKAN
     Karena mulianya nilai memberi nafkah, sampai Malaikatpun ikut mendo’akan. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “ Setiap hari ada dua Malaikat yang datang kepada seseorang, dimana yang satu berdo’a : “ Ya Allah berikan ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya ! “. Dan Malaikat yang lain berdo’a : “ Ya Allah binasakanlah harta orang kikir ! “. ( H.R. Bukari Muslim )   
KISAH UMAR DAN PEMUDA
          Ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah, di pagi hari tatkala orang sama beraktifitas mencari nahkah, beliau berkeliling memantau keadaan rakyatnya. Di satu masjid nampak seorang pemuda sedang tafakkur dalam masjid, Umar bertanya : “ Kamu tidak bekerja ? “, pemuda menjawab : “ Saudaraku yang bekerja “. Umar menjawab : “ Jika demikian saudaramu lebih mulia dari kamu “. Demikian mulianya mencari nafkah.
           Dari kisah tersebut bisa diambil hikmah betapa tinggi dan mulia mencari rizki, apalagi untuk menafkahi keluarga, dengan demikian hidup dengan mendompleng kepada orang lain ternyata lebih rendah derajatnya walau tekun beribadah. 
           
KISAH TAULADAN
MURID MALAIKAT
Muhammad bin Al Mudzaffar berkata : “ Diriwayatkan kepada kami bahwa kedua orang tua Abu Mahfudz Ma’ruf bin Fairuz Al Kurkhi adalah orang Persia  beragama Nasrani. Keduanya menyerahkan pendidikan anaknya ( Ma’ruf ) belajar kepada orang ‘alim. Suatu hari guru memerintah agar berkata : “ Tuhan bapa, Tuhan anak, dan Tuhan ibu “, Ma’ruf membantah : “ Tuhan hanya satu ! “, maka spontan sang guru memukulnya. Kemudian guru melanjutkan pelajarannya guna mengucapkan kalimat tersebut, Ma’rufpun menolaknya, sambil mengucapkan : “ Tuhan itu satu ! “. Pada waktu yang lain sang guru memukulnya lagi, maka Ma’rufpun melarikan diri.
Kedua orang tuanya tak sabar lagi, sambil berkata : “ Mudah mudahan dia menemukan agama yang berkenan di hatinya, dan memeluk agama tersebut “. Ma’ruf yang masih anak anak terus mencari kebenaran, sehingga bertemu Ali bin Musa Ar Ridho, ia menyatakan dirinya memeluk Islam, dan menuntut ilmu kepadanya.
Setelah beberapa lama ia minta izin pulang. Setiba di rumah pada malam hari orang tuanya bertanya : “ Sekarang kamu memeluk agama apa ? “, “ Islam “ jawab Ma’ruf, maka kedua orang tuanya sama mengikuti memeluk Islam.
Dilain riwayat dikisahkan, bahwa Ma’ruf mengajarkan agama yang dipeluknya dengan ucapan yang tidak disukai kedua orang tuanya, sehingga ibunya berkata : “ anakmu masih kecil, tidak pantas berkata kata seperti itu, jalan fikirannya pasti telah dirusak oleh sebagian umat Islam “. Sebaiknya ia dilarang keluar rumah ! “.
Setelah beberapa hari disekap, sang ayah tidak tega kemudian melepasnya, tetapi Ma’ruf bahkan kembali masuk dan mengunci diri dalam kamar, sang ayah bertanya : “ Sampai berapa lama lagi kamu mengunci diri dalam kamar ? “. Ma’ruf menjawab : “ Ayah sebenarnya aku selama berada dalam kamar telah mendapatkan seseorang yang telah mampu memberikan pencerahan “.

Ayahnya berkata : “ Siapa dia ? “, Ma’ruf diam sehingga ayahnya marah kepada ibunya sambil berkata : ” Ini gara kamu sehingga anak kesayanganku jadi gila “. Kemudian sang ayah membawa Ma’ruf kepada seorang pendeta untuk mengobatinya, pendeta bertanya kepada Ma’ruf : “ Siapa yang dimaksud merusak jalan fikiranmu ? “, Ma’ruf menjawab : “ Hati kecilku, dia senantiasa merenungkan siapa yang menciptakan langit dan bumi ? “. Pendeta bertanya lagi : “ Jika demikian bagaimana menurut pendapatmu mengenai renungan tersebut ? “, Ma’ruf menjawab : “ Menurutku disana hanya ada satu Dzat yang mengatur seluruh alam raya ini, dan tidak ada yang menyamainya ! “. Kemudian Ma’ruf menceritakan kepada Ali bin Musa : “ Bahwa pendeta mengatakan bahwa aku adalah murid Malaikat “. Maka Ali bin Musa berkata : “ Memang kamu salah satu murid Malaikat “.                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar