BEGITU MULIA MENAFKAHI KELUARGA
“.....Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya “.
( Q.S. Al Baqarah 233 )
Begitu luas dan sempurna ajaran agama, sehingga mencari rizki termasuk tuntunannya, karena dengan rizki bisa menafkahi keluarga.
Mencari rizki
guna menafkahi keluarga begitu tinggi dan mulia nilainya dalam agama, karena termasuk bidang ibadah,
asal didasari dengan niat dan cara yang benar.
Mendasari niat
mengutamakan akherat, mendahulukan hal hal yang diridloi Allah ( jujur, amanah,
menepati janji ), dan menjauhi apa yang dilarangnya ( dusta, menipu, curang dalam timbangan dan
sebangsanya ), merupakan perintah agama. Namun masalah dunia jangan sampai
dilupakan.
“ Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu ( kebahagiaan )
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari ( kenikmatan )
duniawi dan berbuat baiklah ( kepada orang lain )
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di ( muka )
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang
yang berbuat kerusakan “. (
Q.S. Al Qoshosh 77 )
LEBIH
BAIK
Harga diri dijunjung tinggi
dalam agama, sehingga pemberi dinilai lebih baik dari penerima, dan akan
terjaga kehormatannya.
Alangkah tingginya nilai
memberi, karena lebih baik dari yang menerima. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi
s.a.w. beliau bersabda : “ Tangan yang diatas ( pemberi ) itu lebih baik dari
tangan yang dibawah ( diberi ). Dan dahulukan orang menjadi tanggungannya.
Sebaik baik baik shodaqoh adalah shodaqoh yang diberikan oleh orang yang
mempunyai kelebihan. Barang siapa yang berusaha untuk menjaga kehormatan
dirinya, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya, dan barang siapa yang
merasa dirinya cukup maka Allah akan mencukupkannya “. ( H.R. Bukhari )
SHODAQOH
Begitu mulia menafkahi keluarga sehingga dicatat
sebagai shodaqah.
Dari Abu Mas’ud Al Badry r.a. dari Nabi s.a.w. beliau
bersabda : “ Apabila seseorang menafkahkan hartanya untuk keperluan
keluarganya, dengan mengharap pahala maka yang demikian itu akan tercatat
sebagai shodaqoh baginya “. ( H.R. Bukhari
Muslim )
BERPAHALA
Berbagai nafkah yang
diberikan dalam rangka mencari ridlo Allah, termasuk yang diberikan kepada
isteri akan mendapat pahala.
Dari Sa’ad bin Abu Waqqas r.a. ....Bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :
“ Sesungguhnya apa saja yang engkau nafkahkan yang engkau niatkan untuk mencari
keridloan Allah, niscaya kamu akan diberi pahala, termasuk apa yang kamu
sediakan makan untuk isterimu “. ( H.R. Bukhari
Muslim )
MENGUTAMAKAN KELUARGA
Harta yang disedekahkan
kepada keluarga sangat besar pahalanya.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Satu dinar yang engkau nafkahkan
pada jalan Allah, satu dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan budak,
satu dinar yang engkau berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang engkau
nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya ialah dinar yang
engkau nafkahkan kepada keluargamu ! “. ( H.R.
Muslim )
BERDOSA
Karena
wajib dan pentingnya menafkahi keluarga, sehingga yang mengabaikannya akan menanggung dosa.
Nabi s.a.w. bersabda : “ Seseorang cukup berdosa bila ia menahan makanan
yang harus diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya “. ( H.R. Muslim )
Maka sebagai suami hendaklah berhati terhadap nafkah keluarga, jangan sampai sembrono apalagi sampai menterlantarkannya.
MALAIKAT
MENDO’AKAN
Karena mulianya nilai
memberi nafkah, sampai Malaikatpun ikut mendo’akan. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : “ Setiap hari ada
dua Malaikat yang datang kepada seseorang, dimana yang satu berdo’a : “ Ya
Allah berikan ganti kepada orang yang menafkahkan hartanya ! “. Dan Malaikat yang
lain berdo’a : “ Ya Allah binasakanlah harta orang kikir ! “. ( H.R. Bukari Muslim )
KISAH UMAR DAN PEMUDA
Ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah, di pagi hari tatkala orang
sama beraktifitas mencari nahkah, beliau berkeliling memantau keadaan
rakyatnya. Di satu masjid nampak seorang pemuda sedang tafakkur dalam masjid,
Umar bertanya : “ Kamu tidak bekerja ? “, pemuda menjawab : “ Saudaraku yang
bekerja “. Umar menjawab : “ Jika demikian saudaramu lebih mulia dari kamu “.
Demikian mulianya mencari nafkah.
Dari kisah tersebut bisa diambil hikmah betapa tinggi dan mulia mencari rizki, apalagi untuk menafkahi keluarga, dengan demikian hidup dengan mendompleng kepada orang lain ternyata lebih rendah derajatnya walau tekun beribadah.
KISAH
TAULADAN
MURID MALAIKAT
Muhammad
bin Al Mudzaffar berkata : “ Diriwayatkan kepada kami bahwa kedua orang tua Abu
Mahfudz Ma’ruf bin Fairuz Al Kurkhi adalah orang Persia beragama Nasrani. Keduanya menyerahkan
pendidikan anaknya ( Ma’ruf ) belajar kepada orang ‘alim. Suatu hari guru
memerintah agar berkata : “ Tuhan bapa, Tuhan anak, dan Tuhan ibu “, Ma’ruf
membantah : “ Tuhan hanya satu ! “, maka spontan sang guru memukulnya. Kemudian
guru melanjutkan pelajarannya guna mengucapkan kalimat tersebut, Ma’rufpun
menolaknya, sambil mengucapkan : “ Tuhan itu satu ! “. Pada waktu yang lain
sang guru memukulnya lagi, maka Ma’rufpun melarikan diri.
Kedua
orang tuanya tak sabar lagi, sambil berkata : “ Mudah mudahan dia menemukan
agama yang berkenan di hatinya, dan memeluk agama tersebut “. Ma’ruf yang masih
anak anak terus mencari kebenaran, sehingga bertemu Ali bin Musa Ar Ridho, ia
menyatakan dirinya memeluk Islam, dan menuntut ilmu kepadanya.
Setelah
beberapa lama ia minta izin pulang. Setiba di rumah pada malam hari orang
tuanya bertanya : “ Sekarang kamu memeluk agama apa ? “, “ Islam “ jawab
Ma’ruf, maka kedua orang tuanya sama mengikuti memeluk Islam.
Dilain
riwayat dikisahkan, bahwa Ma’ruf mengajarkan agama yang dipeluknya dengan
ucapan yang tidak disukai kedua orang tuanya, sehingga ibunya berkata : “
anakmu masih kecil, tidak pantas berkata kata seperti itu, jalan fikirannya pasti
telah dirusak oleh sebagian umat Islam “. Sebaiknya ia dilarang keluar rumah !
“.
Setelah
beberapa hari disekap, sang ayah tidak tega kemudian melepasnya, tetapi Ma’ruf
bahkan kembali masuk dan mengunci diri dalam kamar, sang ayah bertanya : “ Sampai
berapa lama lagi kamu mengunci diri dalam kamar ? “. Ma’ruf menjawab : “ Ayah
sebenarnya aku selama berada dalam kamar telah mendapatkan seseorang yang telah
mampu memberikan pencerahan “.
Ayahnya berkata
: “ Siapa dia ? “, Ma’ruf diam sehingga ayahnya marah kepada ibunya sambil
berkata : ” Ini gara kamu sehingga anak kesayanganku jadi gila “. Kemudian sang
ayah membawa Ma’ruf kepada seorang pendeta untuk mengobatinya, pendeta bertanya
kepada Ma’ruf : “ Siapa yang dimaksud merusak jalan fikiranmu ? “, Ma’ruf
menjawab : “ Hati kecilku, dia senantiasa merenungkan siapa yang menciptakan
langit dan bumi ? “. Pendeta bertanya lagi : “ Jika demikian bagaimana menurut
pendapatmu mengenai renungan tersebut ? “, Ma’ruf menjawab : “ Menurutku disana
hanya ada satu Dzat yang mengatur seluruh alam raya ini, dan tidak ada yang
menyamainya ! “. Kemudian Ma’ruf menceritakan kepada Ali bin Musa : “ Bahwa
pendeta mengatakan bahwa aku adalah murid Malaikat “. Maka Ali bin Musa berkata
: “ Memang kamu salah satu murid Malaikat “.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar