MENDAMAIKAN PERSENGKETAAN
OLEH : M. FARID ANWAR
” Orang orang
beriman itu sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat “. ( Q.S.Al Hujurat 10 )
Pada hakekatnya sesama mukmin
adalah bersaudara, artinya sikap sesamanya harus akrab, sangat erat, saling
sayang menyayangi, kasih mengasihi, tolong menolong. Bagai rekatnya tembok yang
saling mengikat erat.
Bila ikatan persaudaraan dan perdamaian dipelihara dengan baik, atas
dasar taqwa kepada Allah, maka Rahmat ( belah kasih ) Allah akan dicurahkan ( persatuan
dan kekuatan yang kokoh ). Bukankah ketika perang di zaman Nabi s.a.w. sering
jumlah pasukan kaum muslimin lebih sedikit dari fihak musuh, tetapi justru kemenangan
sering difihak pasukan Muslimin, ini berkat kekuatan tali persaudaraan diantara
mereka.
PERSENGKETAAN
Tali persaudaraan yang membuahkan
kekuatan ini akan rapuh bila terjadi persengketaan. Maka menjaga perdamaian
perlu diperhatikan :
“ Sebab itu damaikanlah
( perbaikilah
hubungan )
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat “.
BIANG KELADI
Sumber penyebab timbulnya
sengketa adalah kesalah fahaman, ini
disebabkan karena cara berfikir dan latar belakang yang berbeda. Dari kesalah
fahaman ini bila tidak ditengahi, akan berkembang menjadi perselisihan yang
bisa berakibat fatal !.
Faktor yang paling banyak
menimbulkan persengketaan adalah iri / hasud / dengki, tamak, cemburu, kurang ihlas,
tidak sabar, kurang bersyukur.
Diantara solusi dalam menyelesaikan
pertikaian adalah mencari akar masalah secara teliti yang menjadi biang
keladinya, karena diantara faktor penyebab adalah “ kata orang “ yang tidak jelas ujung pangkalnya, ini bila tidak
diurus secara teliti akan menjadi bias dan semakin sulit memecahkannya !.
Oleh karena itu Allah sejak awal
sudah mengingatkan agar bila ada orang fasik membawa berita, maka harus diseleksi secara
cermat, sebab bila tidak akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan di kemudian
hari. PERIKSA DENGAN TELITI
“ Hai orang orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu “. ( Q.S. Al Hujurat 6 )
BIDANG SHADAQAH
Mengingat
begitu besarnya bahaya persengketaan, maka meredamnya sangat perlu dilakukan,
dan begitu besar pahalanya, sehingga dimasukkan kedalam bidang shodaqah :
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w.
bersabda : “ Tiap persendian manusia itu harus bershodaqah, setiap hari dimana
pada hari itu matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang yang sedang
bersengketa itu adalah shadaqah, membantu seseorang untuk mengangkat atau
menaikkan barangnya keatas kendaraannya adalah shadaqah, ucapan yang baik
adalah shadaqah, setiap langkah untuk menuju ke tempat shalat adalah shadaqah,
dan menyingkirkan gangguan yang berada ditengah jalan adalah shadaqah “. ( H.R. Bukhari dan
Muslim )
BUKAN
DUSTA
Begitu pentingnya persaudaraan,
sehingga mendamaikan persengketaan sangat diperlukan, bahkan sampai
diperbolehkan berdusta.
Dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu Mu’aith r.a. berkata : “ Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Tidaklah termasuk pendusta orang yang
mendamaikan orang orang yang sedang bersengketa, karena dia menuju kebaikan
atau mengatakan yang baik baik “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )
Dalam
kehidupan sering dijumpai seseorang membicarakan kejelekan orang lain ( nggibah
/ ngrasani ), kemudian yang dibicarakan ( kejelekannya ) mendengar dan bertanya
: " Ngrasani saya ya ? “. Bila dijawab sebenarnya pasti akan terjadi
pertikaian, guna menghindarinya hendaknya tidak dijawab terus terang, dengan mengatakan : “ Tidak, dia hanya berkata
tentang kebaikanmu “.Walaupun berdusta, namun dalam agama tidak dihukumi berdusta, karena demi menjaga perdamaian.
BOLEH
DUSTA DALAM 3 HAL
Begitu tinggi dan sempurnanya
ajaran Islam sehingga tiga perkara tidak termasuk dalam dusta : Dalam peperangan, mendamaikan orang yang
bersengketa, menceritakan keadaan istri atau suaminya “.
Dalam hadits yang
diriwayatkan Muslim ada tambahan : “ Ummu Kultsum berkata : “ Saya tidak pernah
mendengar beliau membolehkan orang berkata dusta kecuali dalam tiga hal, yaitu
dalam peperangan, dalam mendamaikan orang orang yang bersengketa dan dalam
seseorang menceritakan keadaan istri atau suaminya “.
PEPERANGAN
Dalam
peperangan tipu menipu merupakan hal biasa dan wajar, karena merupakan siasat
perang, topi baja yang ditongolkan padahal tidak ada orangnya, cara ini untuk
mengelabuhi musuh agar perhatian musuh berpindah arah.
Banyak bangunan tiruan dibuat
agar musuh tertipu, sehingga musuh salah sasaran karena dikira bangunan
sungguhan, cara ini biasa dipakai agar bangunan sebenarnya selamat dari sasaran
musuh.
Sering klaim dilakukan fihak musuh,
bahwa dia telah meruntuhkan pesawat ini
dan itu, kapal ini dan itu ( padahal tidak ), hal ini biasa dilakukan dalam
peperangan sebagai siasat agar fihak lawan grogi.
Peristiwa ini pernah terjadi di
zaman Nabi s.a.w. dimana ketika perang sedang berkecamuk tiba tiba ada suara
lantang : “ Muhammad mati, Muhammad mati
! “, teriakan ini sempat membuat para sahabat grogi juga.
Jadi saling menyiasati
merupakan hal biasa dalam peperangan, sehingga hal semacam ini tidak dihukumi
dusta.
MENDAMAIKAN PERSENGKETAAN
Demikian pula dalam mendamaikan perselisihan, tidak semua
fakta perlu diungkap, karena akan menjadikan masalah semakin rumit dan meruncing,
hal yang perlu ditutup tidak perlu diungkap, agar semakin dingin suasananya,
sehingga pemecahan masalah menjadi makin mudah terselesaikan.
Maka peran juru damai ( penengah / mediator
) sangat penting, karena punya peran sangat menentukan : Maka sikap ihlas,
sabar, dan bijaksana merupakan modal bagi juru damai dalam menyelesaikan
persengketaan.
Hanya orang yang berjiwa besar dan mulia yang
mau dan suka mendamaikan, bukan sebaliknya : memanasi atau ngompori (
provokator ). Na’udzu billaahi min dzaalik.
HAL
SUAMI ISTRI
Seorang suami
menyumbang panti asuhan satu juta rupiah, kemudian si istri bertanya : “
Nyumbang berapa mas ? “. Karena sang suami tahu bahwa istrinya agak sedikit bakhil,
dia menjawab : “ Hanya sepuluh ribu kok dik “.
Dalam memasak
mungkin terasa sedikit kurang enak, kemudian si istri bertanya tentang rasanya,
oleh suami dijawab dengan lemah lembut : “ Cukup uenak sayang ”.
Demikian
indah agama memberikan tuntunan sehingga perdamaian dan persaudaraan dalam
rangka menjalin kasih sayang sangat
ditekankan.
KISAH TAULADAN
KHALIFAH MENDENDA DIRINYA
Suatu hari
Khalifah Umar bin Khaththab r.a. mendengar khabar ada seorang wanita ditinggal
pergi suaminya dan dia banyak membicarakannya dengan laki laki lain, melihat
sikap wanita tersebut Umar bin Khaththab r.a. sangat tidak simpatik, kemudian
Umar r.a. mengutus seseorang untuk menemui dan memanggilnya.
Kemudian
wanita tersebut berkata : “ Ada apa antara aku dan Umar ? “. Kemudian dengan segera dia menemui Umar
r.a.
Ditengah
perjalanan tiba tiba wanita tersebut kesakitan karena akan melahirkan, kemudian
dia masuk kedalam rumah kosong dan lahirlah si bayi yang dikandungnya, namun
nyawa si bayi tidak tertolong, sehingga bayi tersebut meninggal.
Setelah
sampai di hadapan Khalifah, si wanita menceritakan keadaan yang telah
dialaminya dalam perjalanan. Khalifahpun dengan tekun dan penuh iba
mendengarkan kisahnya, Umar bin Khaththab benar benar merasa bersalah, dia
sangat menyesal atas kejadian yang menimpa wanita tersebut.
Atas
kejadian tersebut Umar r.a. sebagai pemimpin yang merasa bertanggung jawab atas
nasib rakyatnya, merasa perlu meminta pertimbangan kepada para sahabat, apakah
dia kena diyat ( denda ) apa tidak.
Para sahabat berpendapat bahwa Umar r.a. tidak
kena denda, karena beliau adalah seorang pemimpin, yang tujuannya memanggil
tidak lain untuk memberikan nasehat dan pelajaran kepada wanita tersebut.
Sedangkan
Ali r.a. yang berada di majlis tersebut hanya diam seribu bahasa, melihat sikap
Ali r.a. Umar r.a. mendekati sambil berkata : “ Ali bagaimana menurut
pendapatmu ? “.
Kemudian
Ali r.a. berkata : “ Jika mereka berkata atas dasar pendapat mereka itu adalah
salah, jika yang mereka katakan itu adalah untuk kebaikanmu, maka diyatnya
menjadi tanggunganmu, menurutku wanita itu pergi karena engkau ! “.
Atas
pendapat yang dikemukakan Ali r.a. ini, kemudian Umar bin Khaththab r.a.
mengeluarkan diyat dan memerintahkan Ali r.a. untuk membagikannya kepada kaum
Quraisy.
Begitu
hati hatinya sikap Umar bin Khaththab r.a. sebagai seorang pemimpin, sehingga
dia mendenda dirinya, khawatir kelak di hari qiamat menanggung dosa karena
sikapnya terhadap wanita yang sedang memenuhi panggilannya.
Begitu
konsekwen Umar r.a. dengan kata kata yang pernah diucapkannya : “ Hitunglah ( amalmu ) sebelum kamu dihitung ( oleh Allah di hari qiamat )
! “.
Subhaanallah,
semoga Allah mengampuni dosa dosa beliau, Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar