Rabu, 20 Agustus 2014

MENDAMAIKAN PERSENGKETAAN





                                   
                                  MENDAMAIKAN PERSENGKETAAN
            OLEH : M. FARID ANWAR
Orang orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. ( Q.S.Al Hujurat 10 )
                Pada hakekatnya sesama mukmin adalah bersaudara, artinya sikap sesamanya harus akrab, sangat erat, saling sayang menyayangi, kasih mengasihi, tolong menolong. Bagai rekatnya tembok yang saling mengikat erat.
            Bila ikatan persaudaraan dan perdamaian dipelihara dengan baik, atas dasar taqwa kepada Allah, maka Rahmat ( belah kasih ) Allah akan dicurahkan ( persatuan dan kekuatan yang kokoh ). Bukankah ketika perang di zaman Nabi s.a.w. sering jumlah pasukan kaum muslimin lebih sedikit dari fihak musuh, tetapi justru kemenangan sering difihak pasukan Muslimin, ini berkat kekuatan tali persaudaraan diantara mereka.
PERSENGKETAAN
            Tali persaudaraan yang membuahkan kekuatan ini akan rapuh bila terjadi persengketaan. Maka menjaga perdamaian perlu diperhatikan :
            “ Sebab itu damaikanlah ( perbaikilah hubungan ) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.                      
BIANG KELADI
                Sumber penyebab timbulnya sengketa adalah kesalah fahaman, ini disebabkan karena cara berfikir dan latar belakang yang berbeda. Dari kesalah fahaman ini bila tidak ditengahi, akan berkembang menjadi perselisihan yang bisa berakibat fatal !.
            Faktor yang paling banyak menimbulkan persengketaan adalah iri / hasud / dengki, tamak, cemburu, kurang ihlas, tidak sabar, kurang bersyukur.
           Diantara solusi dalam menyelesaikan pertikaian adalah mencari akar masalah secara teliti yang menjadi biang keladinya, karena diantara faktor penyebab adalah “ kata orang “ yang tidak jelas ujung pangkalnya, ini bila tidak diurus secara teliti akan menjadi bias dan semakin sulit memecahkannya !.
            Oleh karena itu Allah sejak awal sudah mengingatkan agar bila ada orang fasik  membawa berita, maka harus diseleksi secara cermat, sebab bila tidak akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan di kemudian hari.   PERIKSA DENGAN TELITI
  “ Hai orang orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.  ( Q.S. Al Hujurat 6 )
BIDANG SHADAQAH                                                                          
Mengingat begitu besarnya bahaya persengketaan, maka meredamnya sangat perlu dilakukan, dan begitu besar pahalanya, sehingga dimasukkan kedalam bidang shodaqah :  
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Tiap persendian manusia itu harus bershodaqah, setiap hari dimana pada hari itu matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa itu adalah shadaqah, membantu seseorang untuk mengangkat atau menaikkan barangnya keatas kendaraannya adalah shadaqah, ucapan yang baik adalah shadaqah, setiap langkah untuk menuju ke tempat shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan gangguan yang berada ditengah jalan adalah shadaqah “. ( H.R. Bukhari dan Muslim )
BUKAN DUSTA
    Begitu pentingnya persaudaraan, sehingga mendamaikan persengketaan sangat diperlukan, bahkan sampai diperbolehkan berdusta.
            Dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu Mu’aith r.a. berkata : “ Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Tidaklah termasuk pendusta orang yang mendamaikan orang orang yang sedang bersengketa, karena dia menuju kebaikan atau mengatakan yang baik baik “.  ( H.R. Bukhari dan Muslim )
         Dalam kehidupan sering dijumpai seseorang membicarakan kejelekan orang lain ( nggibah / ngrasani ), kemudian yang dibicarakan ( kejelekannya ) mendengar dan bertanya : " Ngrasani saya ya ? “. Bila dijawab sebenarnya pasti akan terjadi pertikaian, guna menghindarinya hendaknya tidak dijawab terus terang, dengan  mengatakan : “ Tidak, dia hanya berkata tentang kebaikanmu “.Walaupun berdusta, namun dalam agama tidak dihukumi  berdusta, karena demi menjaga perdamaian.
BOLEH DUSTA DALAM 3 HAL
            Begitu tinggi dan sempurnanya ajaran Islam sehingga tiga perkara tidak termasuk dalam dusta : Dalam peperangan, mendamaikan orang yang bersengketa, menceritakan keadaan istri atau suaminya “.                                         
          Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim ada tambahan : “ Ummu Kultsum berkata : “ Saya tidak pernah mendengar beliau membolehkan orang berkata dusta kecuali dalam tiga hal, yaitu dalam peperangan, dalam mendamaikan orang orang yang bersengketa dan dalam seseorang menceritakan keadaan istri atau suaminya “.                                              
PEPERANGAN
        Dalam peperangan tipu menipu merupakan hal biasa dan wajar, karena merupakan siasat perang, topi baja yang ditongolkan padahal tidak ada orangnya, cara ini untuk mengelabuhi musuh agar perhatian musuh berpindah arah.
            Banyak bangunan tiruan dibuat agar musuh tertipu, sehingga musuh salah sasaran karena dikira bangunan sungguhan, cara ini biasa dipakai agar bangunan sebenarnya selamat dari sasaran musuh.
        Sering klaim dilakukan fihak musuh, bahwa dia telah meruntuhkan pesawat  ini dan itu, kapal ini dan itu ( padahal tidak ), hal ini biasa dilakukan dalam peperangan sebagai siasat agar fihak lawan grogi.
         Peristiwa ini pernah terjadi di zaman Nabi s.a.w. dimana ketika perang sedang berkecamuk tiba tiba ada suara lantang : “ Muhammad mati, Muhammad mati  ! “, teriakan ini sempat membuat para sahabat grogi juga.
    Jadi saling menyiasati merupakan hal biasa dalam peperangan, sehingga hal semacam ini tidak dihukumi dusta.    
MENDAMAIKAN PERSENGKETAAN
        Demikian pula dalam mendamaikan perselisihan, tidak semua fakta perlu diungkap, karena akan menjadikan masalah semakin rumit dan meruncing, hal yang perlu ditutup tidak perlu diungkap, agar semakin dingin suasananya, sehingga pemecahan masalah menjadi makin mudah terselesaikan.
        Maka peran juru damai ( penengah / mediator ) sangat penting, karena punya peran sangat menentukan : Maka sikap ihlas, sabar, dan bijaksana merupakan modal bagi juru damai dalam menyelesaikan persengketaan.
    Hanya orang yang berjiwa besar dan mulia yang mau dan suka mendamaikan, bukan sebaliknya : memanasi atau ngompori ( provokator ). Na’udzu billaahi min dzaalik.   
HAL SUAMI ISTRI
         Seorang suami menyumbang panti asuhan satu juta rupiah, kemudian si istri bertanya : “ Nyumbang berapa mas ? “. Karena sang suami tahu bahwa istrinya agak sedikit bakhil, dia menjawab : “ Hanya sepuluh ribu kok dik “.
Dalam memasak mungkin terasa sedikit kurang enak, kemudian si istri bertanya tentang rasanya, oleh suami dijawab dengan lemah lembut : “ Cukup uenak sayang ”.

Demikian indah agama memberikan tuntunan sehingga perdamaian dan persaudaraan dalam rangka  menjalin kasih sayang sangat ditekankan.   


KISAH TAULADAN
KHALIFAH MENDENDA DIRINYA
Suatu hari Khalifah Umar bin Khaththab r.a. mendengar khabar ada seorang wanita ditinggal pergi suaminya dan dia banyak membicarakannya dengan laki laki lain, melihat sikap wanita tersebut Umar bin Khaththab r.a. sangat tidak simpatik, kemudian Umar r.a. mengutus seseorang untuk menemui dan memanggilnya.
Kemudian wanita tersebut berkata : “ Ada apa antara aku dan Umar ?  “. Kemudian dengan segera dia menemui Umar r.a.
Ditengah perjalanan tiba tiba wanita tersebut kesakitan karena akan melahirkan, kemudian dia masuk kedalam rumah kosong dan lahirlah si bayi yang dikandungnya, namun nyawa si bayi tidak tertolong, sehingga bayi tersebut meninggal.
Setelah sampai di hadapan Khalifah, si wanita menceritakan keadaan yang telah dialaminya dalam perjalanan. Khalifahpun dengan tekun dan penuh iba mendengarkan kisahnya, Umar bin Khaththab benar benar merasa bersalah, dia sangat menyesal atas kejadian yang menimpa wanita tersebut.
Atas kejadian tersebut Umar r.a. sebagai pemimpin yang merasa bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, merasa perlu meminta pertimbangan kepada para sahabat, apakah dia kena diyat ( denda ) apa tidak.       
 Para sahabat berpendapat bahwa Umar r.a. tidak kena denda, karena beliau adalah seorang pemimpin, yang tujuannya memanggil tidak lain untuk memberikan nasehat dan pelajaran kepada wanita tersebut.
Sedangkan Ali r.a. yang berada di majlis tersebut hanya diam seribu bahasa, melihat sikap Ali r.a. Umar r.a. mendekati sambil berkata : “ Ali bagaimana menurut pendapatmu ? “.
Kemudian Ali r.a. berkata : “ Jika mereka berkata atas dasar pendapat mereka itu adalah salah, jika yang mereka katakan itu adalah untuk kebaikanmu, maka diyatnya menjadi tanggunganmu, menurutku wanita itu pergi karena engkau  ! “.
Atas pendapat yang dikemukakan Ali r.a. ini, kemudian Umar bin Khaththab r.a. mengeluarkan diyat dan memerintahkan Ali r.a. untuk membagikannya kepada kaum Quraisy.
Begitu hati hatinya sikap Umar bin Khaththab r.a. sebagai seorang pemimpin, sehingga dia mendenda dirinya, khawatir kelak di hari qiamat menanggung dosa karena sikapnya terhadap wanita yang sedang memenuhi panggilannya.
Begitu konsekwen Umar r.a. dengan kata kata yang pernah diucapkannya :  “ Hitunglah ( amalmu ) sebelum kamu dihitung ( oleh Allah di hari qiamat ) ! “.
 Subhaanallah, semoga Allah mengampuni dosa dosa beliau, Amiin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar