OLEH : M. FARID ANWAR
“ Dan
orang orang
yang menyakiti orang orang
yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata “. ( Q.S. Al Ahzab 58 )
Kejujuran
sangat dijunjung tinggi dalam agama Islam, karena jujur merupakan kebutuhan, akan
membuat jiwa jadi tenang dan tenteram, dengan bersikap jujur akan
membuat orang dipercaya dan hubungan
jadi makin nyaman.
Namun
dalam kenyataan masih saja ada yang berbuat sebaliknya, dengan mengingkari
fithrahnya, demi mengejar keuntungan dunia, dengan tega dan seenaknya berlaku
curang, tipu menipu terhadap sesama,
sehingga banyak yang kecewa dan menderita dibuatnya.
PENIPUAN
Sering
terjadi dalam kehidupan, dengan dalih mengumpulkan uang, guna diputar sebagai
modal dagang, uangpun sama dikumpulkan, dengan janji akan mendapat untung tiap
bulan, namun berujung dan berahir dengan raibmya sang pengumpul uang, sehingga
membuat orang jadi pada kelabakan, karena uangnya hilang lenyap tak karuan.
Begini
akibat bila kejujuran diabaikan, berakibat hidupnya tak tenang, betapa tidak ?,
tiap hari namanya selalu terpampang dikoran, karena para korban sama melapor ke
kepolisian, yang jelas bakal menghuni dibalik jeruji tahanan.
Seiring dengan
kemajuan tehnologi, model penipuanpun ikut mengiringi, ada yang minta pulsa
disatu sisi, bahkan ahir ahir ini ada modus lain lagi, dengan cara minta
ditransfer uang pada nama dan no rekening yang tertera pada s.m.s. ini.
Dengan
modus ini masih banyak juga yang percaya dan mentranfernya. Sehingga menurut
data dari asosiasi perbankan hasil dari penipuan ini bisa meraup uang sekitar
tiga puluh miyard rupiah selama 3 tahun, Innaa lilaahi wa innaa ilaihi
rooji’uun.
Bahkan
ahir ahir ini ada modus lain lagi dengan menjanjikan bermacam hadiah, jasa,
permainan yang berujung jumlah pulsa jadi berkurang dibuatnya.
Begini
akibat bila kemajuan tehnologi ditangan orang yang salah, semestinya tehnologi bermanfaat
bagi manusia, namun justru jadi menambah masalah, karena ulah anak manusia yang
serakah, demi mengejar harta, harta yang tak barokah, sehingga banyak yang
tertipu dan menderita dibuatnya.
DOSA YANG NYATA
Dengan
menipu berarti membuat kecewa dan menyakiti hati, berarti telah melakukan
kebohongan dan dosa yang nyata alias dosa besar !.
“ Dan orang orang
yang menyakiti orang orang
yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata “.
Disamping menyakiti sehingga banyak
yang kecewa, harta yang diperolehpun takkan barokah, hatinya pun resah karena
selalu dibayangi rasa salah dan dosa. Itu baru didunia, apalagi kelak pada
kebangkitan kedua ( hari qiamat ).
BANGKRUT
Kelak pada
hari qiamat banyak manusia mengadu pada yang Maha Kuasa, karena didzolimi orang
yang menipunya, mereka sama mohon keadilan pada Nya. Karena Allah Maha adil dan Bijaksana, maka diputuskan
dengan cara : Kebaikan ( sholat, puasa, shodaqoh d.l.l. ) yang pernah dilakukan
sang penipu akan diberikan pada orang yang didzoliminya, sesuai dengan bobot
kedzalimannya.
Saking
banyaknya yang didzalimi, sehingga amal sang penipu habis dibuatnya, namun
masih banyak korban yang menuntutnya, padahal amal kebaikannya telah punah,
maka Allah Yang Maha Bijak mengambil dosa orang yang didzalimi dan diberikan
kepada sang penipu. Demikian seterusnya, sehingga sang penipu yang semula punya
kebaikan habis berganti dengan dosa yang berlipat ganda, ini yang dimaksud Nabi
s.a.w. dengan orang yang muflis ( bangkrut ).
BUKAN
GOLONGAN KAMI
Saking jeleknya orang yang
suka menipu, sampai Nabi s.a.w. menyatakan : “ bukan golongan kami “.
“ Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Barang siapa yang mengangkat senjata
untuk melawan kami maka tidaklah termasuk golongan kami, dan barang siapa yang
menipu kami maka tidaklah termasuk golongan kami “. ( H.R. Muslim )
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Rasulullah s.a.w. melewati tumpukan makanan yang dijual, kemudian
beliau memasukkan tangannya ketengah tengah tumpukan makanan itu, kemudian jari
jari beliau merasa adanya makanan yang basah, kemudian beliau bersabda : “ Wahai
penjual makanan, apa ini ? “, ia menjawab : “ Kena hujan wahai Rasulullah “, beliau bersabda : “ Mengapa
tidak kamu letakkan diatas sehingga dilihat oleh orang yang mau membeli ?,
barang siapa yang menipu kami maka tidaklah termasuk golongan kami “.
MENAWAR
UNTUK MENGELABUHI
Ada saja akal orang mencari
untung, dengan cara menyuruh orang ( bahasa jawa combe ) pura pura
menawar barangnya, dengan maksud agar harga lebih tinggi, sehingga bisa meraup untung lebih banyak. Cara ini juga
dilarang dalam agama !, karena termasuk penipuan !.
“ Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Janganlah kamu sekalian menawar
barang dagangan dengan maksud untuk untuk menipu orang lain “. ( H.R. Bukhari Muslim )
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : “ Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Barang
siapa yang mengganggu dan menipu istri atau budak orang lain maka ia tidaklah
termasuk golongan kami “. ( H.R. Abu Dawud )
TIDAK
BOLEH MENIPU DALAM JUAL BELI
Dalam berjual beli harus berdasar asas saling ridlo ( rela ),
tidak boleh ada unsur tipu menipu, yang mengakibatkan rasa menyesal dan kecewa
dibelakang hari !.
Dari Ibnu Umar r.a. berkata bahwasanya ada seorang
bercerita kepada Rasulullah s.a.w., bahwa dirinya ditipu dalam berjual beli,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda : “ Barang siapa yang berjual beli maka
katakan tidak boleh ada penipuan “. ( H.R. Bukhari Muslim )
TIDAK
BAROKAH
Beberapa tahun yang lalu
media pers sama memberitakan, adanya karyawan kantor pajak yang memanipulasi
pajak negara, sehingga negara dirugikan milyaran rupiah besarnya, pajak negara
yang seharusnya masuk kas negara, karena lihainya dalam memanipulasi jadi berbelok arah mengalir
ke kantong pribadinya.
KENA BATUNYA
Kata pepatah : “ Sepandai pandai tupai meloncat akhirnya toh jatuh juga “. Demikian
juga yang terjadi pada diri sang penipu ini ( istilah kerennya koruptor ),
walau berada dibalik jeruji besi, rupanya masih saja berupaya untuk memperkaya
diri.
Namun rupanya dia kena batunya, karena ada
orang yang memperkenalkan diri dan mengaku bisa menggandakan uang dolarnya,
iapun tergiur dan dengan segera menyerahkan uang dolarnya sekitar empat milyard
jumlahnya, namun ternyata orang tersebut ternyata menghilang tak tahu ujung rimbanya.
Begini akibat
bila semata mata mengejar harta, tanpa mengindahkan kaidah agama, sehingga berakibat
hartanya tidak barokah !.
KISAH TAULADAN
FITNAH DIBALAS SIASAT INDAH
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya mengatakan bahwa
Khalifah Umar bin Khaththab r.a. mengangkat Al Mughirah bin Syu’bah menjadi gubernur
wilayah Bahrain. Namun karena sebagian warga tidak menyukainya, maka khalifah
Umar r.a. memberhentikannnya.
Setelah diberhentikan mereka masih hawatir akan diangkat kembali, maka
para tokoh mengumpulkan uang seratus ribu dirham guna dibawa ke Khalifah Umar r.a.,
dengan dalih bahwa uang tersebut pemberian Al Mughirah hasil mengkhianati amanah
dengan menyalah gunakan dana masyarakat.
Kemudian utusan berangkat dengan membawa hasil uang yang mereka
kumpulkan. Setelah menerima pengaduan warga Bahrain dan uang diterima khalifah
Umar ibnul Khaththab, kemudian Umar memanggil Al Mughirah untuk mencari kebenaran
laporan para tokoh Bahrain.
Ahirnya Al Mughirah datang guna memenuhi panggilan khalifah Umar r.a., kemudian
khalifah pun menyampaikan pengaduan mereka.
Setelah mendengar laporan Khalifah Umar r.a. dengan cermat, Al Mughirah
menyadari bahwa dirinya kena korban fitnah, maka dia menjawab dengan bersiasat
: “ Mereka dusta !, bukan seratus ribu, melainkan dua ratus ribu dirham “.
Mendengar jawaban Al Mughirah Umar ibnul Khaththab r.a. terperangah tak
percaya karena jumlah yang berbeda, kemudian bertanya : “ Untuk apa uang tersebut
? “. “ Untuk kebutuhan keluarga “. Jawab Al Mughirah bin Syu’bah dengan tegas
dan tenang tanpa beban.
Pengakuan Al Mughirah justru menjadi senjata makan tuan bagi tokoh
Bahrain, betapa tidak berarti mereka harus mengembalikan uang yang seratus ribu
dirham. Kemudian khalifah Umar bin Khaththab r.a. meminta jawaban para tokoh
Bahrain.
Karena merasa terpojok dan merasa bahwa Al Mughirah bin Syu’bah
bersiasat, ahirnya dengan jujur mereka menjawab : “ Sungguh demi Allah aku
berkata dengan sejujurnya, sebenarnya Al Mughirah tidak memberikan uang kepada
kami sedikitpun, semua adalah reka yasa kami, agar dia tidak diangkat kembali
menjadi gubernur “.
Rasa penasaran Khalifah Umar r.a. terhadap Al Mughirah bin Syu’bah semakin membuatnya berkeinginan menggali lebih dalam tentang kasus ini sambil bertanya penuh heran : “ Mengapa engkau tak mengatakan yang
sebenarnya sejak awal ? “.
Kemudian Al Mughirah bin Syu’bah menjelaskan bahwa orang berwatak busuk
dan menjadi provokator telah melakukan fitnah terhadap dirinya, sehingga perlu dibalas
dengan menghinanya juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar